Sushi-Ya
Sushi, dikenal sebagai salah satu masakan Jepang yang tidak murah harganya. Artinya, hanya kalangan atas saja yang dapat menikmatinya. Tapi, Sushi-Ya mematahkan kondisi ini, dengan menyajikan sushi dengan harga terjangkau
Meski harganya terjangkau, Sushi-Ya tidak akan merugi. Karena, semuanya sudah diperhitungkan
e-preneur.co. Kini, masakan Jepang dapat dijumpai dari dalam mal hingga warung tenda. Tapi, karena berbeda lokasi, tentu saja ada kelebihan dan kekurangannya.
Misalnya, masakan Jepang yang dihidangkan di dalam mal sudah dapat dipastikan harganya tidak murah. Namun, menunya lebih bervariasi, bahan bakunya (ikan, udang, dan binatang laut lainnya) segar, dan higienitasnya lebih terjamin.
Sedangkan di warung tenda, dari segi harga tentu jauh lebih murah. Tapi, variasi menunya tidak banyak, masakan biasanya disajikan dalam bentuk matang atau sudah dimasak, dan hampir semuanya terbuat dari daging ayam dan sapi. Higienitasnya? Entahlah.
Hal itu, memicu dua perempuan kakak beradik untuk mencari jalan tengahnya. Kebetulan, keduanya penggemar berat sushi, salah satu masakan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk bersama lauknya yaitu seafood, daging, dan sayuran mentah atau sudah dimasak. Di samping itu, mereka juga pernah bekerja di beberapa resto Jepang.
Dengan basic itulah, dua bersaudara ini membuka tempat makan masakan Jepang dengan konsep warung di Tebet Utara, Jakarta Selatan, pada 9 Mei 2008. Rumah makan yang diberi nama Sushi-Ya ini menjadikan anak-anak sekolah sebagai target market-nya.
Namun, meski berkonsep warung, Sushi-Ya sama sekali tidak berbentuk warung. “Dalam Bahasa Jepang, Ya berarti warung. Jadi Sushi-Ya berarti Warung Sushi,” jelas seorang Personal Assistant Sushi-Ya.
Tapi, ia melanjutkan, pengertian warung di sini bukan mengacu pada bentuk bangunannya, melainkan pada segi harganya. Dalam arti, terjangkau dan rasanya tidak mengecewakan.
“Maklum, pada awalnya ‘kan konsumen yang kami sasar yaitu anak-anak muda usia SMA (Sekolah Menengah Atas) hingga mahasiswa. Selain itu, Sushi-Ya tidak sekadar menyediakan masakan yang berasa masam nan lembut itu. Di sini, juga tersedia 50 jenis masakan Jepang lain,” tambahnya.
Kehadiran Sushi-Ya, ternyata diterima dengan baik oleh konsumen dari berbagai kalangan. Imbasnya, pada 9 April 2009, dibukalah Sushi-Ya di TIS Square, Jakarta Selatan. Dan, kemudian Sushi-Ya di Gandaria, Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, resto sushi di Jakarta sangat banyak dengan harga bervariasi. Di sisi lain, sushi menurut sejarahnya merupakan makanan mahal yang notabene hanya dapat dinikmati oleh mereka yang berasal dari kalangan atas. Sementara, sampai sejauh ini, Sushi-Ya masih satu-satunya tempat makan sushi dengan harga terjangkau.
Namun, ternyata, kondisi ini tidak membuat tempat makan yang dindingnya dihiasi tulisan-tulisan Jepang, berbagai lampion yang menyemburatkan cahaya merah, dan boneka-boneka Jepang ini, merugi. “Kami sudah memperhitungkan hal ini,” ujarnya.
Persaingan pun bukan masalah bagi rumah makan yang memiliki menu andalan berupa Sumo Maki, Dragon Roll, dan Salmon Skin ini. “Kami bersaing secara sehat. Kami hanya akan terus berusaha untuk menyajikan masakan berbahan baku ikan salmon, tuna, ebi (udang), dan tako yang masih fresh, tidak mengecewakan, dan harganya terjangkau,” pungkasnya. Nah, ōsei na shokuyoku (selamat makan).