Jati Best Superhybrids
Sampai sejauh ini, kebutuhan pasar akan jati tetap belum bisa dipenuhi. Mengingat, pertumbuhan kayu ini yang membutuhkan waktu bertahun-tahun tidak sebanding dengan kebutuhannya yang muncul setiap waktu. Untuk mengatasi kondisi ini, CV Sahabat Kita Amanah menghadirkan JBS yang mampu tumbuh secepat—bahkan lebih cepat ketimbang—sengon dan jabon, di samping unggul dalam harga jual
e-preneur.co. Sejak belasan tahun terakhir ini, para pengrajin mebel berbahan jati di Jepara dan para anggota Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia mengeluhkan sulitnya memperoleh pasokan kayu gelondongan bernama Latin: tectona grandis ini. Mengingat, selama ini, sebagian besar jati yang dipanen oleh Perhutani, khususnya, merupakan sisa-sisa pohon peninggalan kolonial Belanda.
Sehingga, harap maklum, kalau dari waktu ke waktu volumenya semakin menurun. Sekadar informasi, Perhutani sebagai pemangku hutan jati di Jawa hanya mampu memenuhi kurang dari 30% kebutuhan kayu dalam negeri.
Imbasnya, para pedagang dan pemborong jati dari Kota Ukir itu pun berburu kayu yang dikenal dunia dalam istilah Bahasa Inggris teak ini hingga ke Lampung dan Sulawesi. Di sisi lain, para pengrajin mebel di Jepara mencoba mengatasi masalah mereka dengan beralih ke mahoni dan berbagai kayu keras lainnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, para pekebun jati sudah bisa tersenyum dengan adanya berbagai penemuan di bidang bioteknologi tanaman dan teknik pembibitan secara kloning atau kultur jaringan. “Setelah melalui tahapan proses seleksi pohon induk dan pemuliaan genetik, lahirlah JBS (Jati Best SuperHybrids) di Dusun Ciloganti, Desa Panaragan, Kecamatan Cikoneng, Ciamis, Jawa Barat,” tutur Asep Garlih, pemulia dan penyeleksi mother clone JBS.
JBS, Asep menambahkan, adalah jenis jati hibrida terbaru yang memiliki sifat pertumbuhan super cepat (super fast growing teak). “Bayangkan! Hanya dalam waktu 5 tahun−7 tahun, JBS sudah dapat dipanen dan diameternya pun sudah mencapai 30 cm−35 cm atau setara satu galon air mineral. Bahkan, jika dibudidayakan secara intensif dengan perawatan dan pemupukan rutin, secara genetis, JBS bisa lebih daripada itu,” ungkapnya.
Hal ini terjadi, ia melanjutkan, sebab JBS bergenetik tectona grandis ross atau jati merah hibrida. Sehingga, kendati masih muda, tapi kayunya sudah keras—sama kerasnya dengan jati lokal berumur 15 tahun−20 tahun—dengan serat padat yang notabene sangat layak dijadikan mebel, kusen pintu/jendela, dan lain-lain.
Hanya dalam waktu 5 tahun−7 tahun, sudah dapat dipanen dengan diameter sebesar satu galon air mineral!
Keunggulan-keunggulan lainnya yaitu pertama, dengan “tubuh” yang lurus menjulang tinggi, JBS tumbuh nyaris tanpa cabang. Sementara ahan-dahannya yang hanya sebesar stang sepeda motor, baru muncul di ketinggian 8 m. Hal ini, memudahkannya untuk diolah menjadi papan jati utuh dan lepas mata (tanpa bekas pangkasan cabang, red.).
Kedua, JBS memiliki batang berbentuk bulat silindris seperti tiang listrik beton (tidak berbelimbing laiknya jati unggul lokal). Sehingga, akan menghasilkan rendemen kayu olahan, seperti papan dengan volume kubikasi yang lebih tinggi.
Ketiga, JBS tetap berdiri kokoh sekali pun dihantam badai angin ribut. Hal ini, sudah dibuktikan di kebun uji JBS di Ciamis yang posisinya berada di jalur “langganan tetap” angin puting beliung. Hal-hal inilah, yang membuatnya dihargai sangat tinggi di pasaran.
Dari segi budidayanya, JBS juga tergolong mudah dikebunkan, tak ubahnya menanam sengon dan jabon. “Yang penting, ditanam saat awal musim penghujan. Karena, JBS yang baru ditanam memerlukan air dalam jumlah banyak sampai tiga bulan pertama ditanam,” ungkap principle dan produsen bibit JBS di bawah bendera CV Sahabat Kita Amanah ini.
Sementara jarak tanamnya, disarankan 2,5 m x 2,5 m atau sama dengan 1.600 pohon/ha. “Idealnya, jarak tanamnya 3 m x 3 m atau 1.100 pohon/ha,” imbuhnya.
Untuk bibitnya, ia melanjutkan, digunakan bibit siap tanam atau berumur 3 bulan−4 bulan dengan ketinggian sekitar 30 cm. “Bibit yang terlalu tinggi dan sudah tua justru kurang baik. Sebab, sudah terlalu lama stres selama dalam polybag,” jelasnya.
Uniknya, cukup dengan sekali tanam, pekebun dapat panen JBS berulang-ulang setiap lima tahun sekali. “Karena, dari setiap tunggul pohon JBS yang ditebang akan keluar tunas baru yang akan tumbuh lebih cepat daripada induknya,” tambahnya.
Untuk lahannya, berbeda dengan jati unggul lainnya, JBS tidak memerlukan lahan yang mengandung kapur untuk tumbuh dengan baik dan menghasilkan kayu jati berkualitas. Di samping itu, JBS juga mudah beradaptasi. Jadi, meski lebih menyukai dataran rendah, ia tetap dapat tumbuh normal baik di dataran menengah maupun dataran tinggi dengan ketinggian maksimal 700 m di atas permukaan laut.
Bibit JBS juga cocok ditanam di lahan bekas urugan dan lahan reklamasi bekas galian tambang. “Hindari penanaman JBS di tanah liat, gunung pasir, dan lahan gambut!” sarannya.
Dalam penanamannya, pada tahun pertama, untuk memperoleh hasil yang bagus, JBS sebaiknya dirawat secara intensif. Misalnya, pemupukan ulang dengan kotoran kambing yang dilakukan pada umur empat bulan, delapan bulan, dan 12 bulan yang dilanjutkan dengan pemupukan enam bulan sekali atau setiap awal dan akhir musim penghujan hingga JBS berumur tiga tahun. Setelah itu, pemupukan boleh ditinggalkan.
“JBS, boleh dikata, sangat bandel. Mengingat, ia mempunyai pertahanan hidup dan daya tahan tinggi terhadap serangan hama dan penyakit yang pada umumnya menyerang jati dan tanaman keras lainnya, seperti ulat daun, ulat tanah, penggerek batang, dan jamur. Meski begitu, satu meter di sekeliling pohon harus tetap bersih dari rumput, gulma, atau tanaman liar lain agar JBS terhindar dari serangan hama, penyakit, dan jamur,” katanya.
Dilihat dari sisi harga jual, pada umumnya jati dijual dengan takaran harga per meter kubik. Sebuah informasi menyebutkan bahwa saat ini harga per meter kubik log JBS lebih tinggi daripada jati pada umumnya. “Padahal, harga jati dari waktu ke waktu terus naik,” ujarnya.
Dengan segala keunggulan yang dimiliki, tidak mengherankan bila JBS yang dijamin mampu tumbuh lebih cepat atau setidaknya secepat sengon dan jabon (kedua pohon ini dikenal masyarakat sebagai yang tercepat pertumbuhannya di dunia, red.) bila sama-sama dikebunkan secara masal ini, pun kondang namanya dan diminati banyak pihak. Imbasnya, pohon ini tidak lagi berkutat di Ciamis, tapi juga Banjar, Tasikmalaya, dan sekitarnya. Bahkan, hingga ke luar Jawa.
Namun, kapasitas produksi bibit JBS masih tetap belum mampu memenuhi lonjakan pesanan. Dan, para calon pekebun pun terpaksa harus mengantre untuk mendapatkan bibitnya. “Untuk menjaga keaslian bibit, kami tidak membuka agen penjualan dan pemasaran di mana pun,” pungkasnya. Bila menanam sengon dianggap mengeruk rupiah, menanam jabon seperti mendulang emas, maka menanam JBS bagaikan menambang berlian!