e-preneur.co epreneurship online magazine
Related Articles
Masjid Darussalam
Semula hanya sebuah langgar. Kemudian, diperbaiki oleh para perantau dari Banjar hingga menjadi sebuah masjid yang besar. Dalam perjalanannya, Masjid Darussalam tidak dapat dilepaskan dari tradisi masyarakat dari Kalimantan Selatan itu
e-preneur.co. Masyarakat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, atau yang lebih populer disebut Masyarakat Banjar telah merantau ke Pulau Jawa sejak tahun 1900an. Sebagian dari mereka bermukim di Kota Solo, Jawa Tengah (tepatnya di Kampung Jayengan, red.), berbaur dengan penduduk setempat.
Para perantau tersebut, kebanyakan berprofesi sebagai pedagang emas dan berlian. Mereka yang sukses, kemudian bersatu padu membangun masjid di kawasan itu.
Awalnya, Masjid Darussalam (begitu nama masjid yang mereka bangun, red.) masih berupa langgar dengan bangunan dari anyaman bambu. Lalu, pada tahun 1965, atas saran Haji Anang Syaroni atau Haji Anang Sya’rani (seorang tokoh masyarakat perantau Banjar, red.), langgar ini diperbaiki hingga terbentuklah Masjid Darussalam seperti saat ini.
Setiap puasa ramadhan datang, penduduk keturunan para perantau Banjar memasak Bubur Samin (bubur khas Banjar, red.) di masjid ini. Sebagian besar bubur yang dibuat dibagikan gratis kepada masyarakat, sedangkan yang lain disantap bersama-sama sebagai takjil.
Budaya Banjar di perantauan masih dipertahankan melalui Masjid Darussalam
Masjid Darussalam juga sering digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan Maulid Habsyi dan Sholawat Burdah. Atau, tepatnya, setiap Ahad malam dan haul Datuk Kalampayan atau Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (ulama berpengaruh di Kalimantan, red.). Tradisi lain yang masih mereka pertahankan dan juga dilaksanakan di masjid ini yakni tasmiyah (semacam akikah, red.) dan pernikahan dengan adat Banjar.
Kini, ribuan penduduk keturunan Banjar masih bermukim di sekitar Kampung Jayengan. Dan, mereka masih mempertahankan Budaya Banjar melalui Masjid Darussalam.
