Home / Inovasi / Sajadah dengan Efek Tertentu

Sajadah dengan Efek Tertentu

Zahra

(Sajadah dari Kain Perca)

Bagaimana jika para arsitek membuat desain sajadah? Hasilnya, berupa sajadah perca yang mirip dengan lukisan tiga dimensi. Sehingga, bukan hanya diminati konsumen muslim, melainkan juga non muslim yang menggunakannya sebagai hiasan dinding

[su_pullquote align=”right”]Tidak ada duplikat dalam sajadah-sajadah kami. Karena, kami ingin Zahra tampak eksklusif dan membuat konsumen merasa spesial[/su_pullquote]

e-preneur.co. Ingin membantu mengangkat kesejahteraan masyarakat kecil, melalui teknologi untuk rakyat, merupakan keinginan mulia. Tapi, ketika keinginan untuk mewujudkannya selalu terhalang oleh berbagai kendala, maka keinginan itu pun menjadi pepesan kosong alias harapan kosong yang mengawang-awang.

Hal itu, sangat disadari para arsitek yang tergabung dalam PII (Persatuan Insinyur Indonesia).Sehingga, mereka lalu banting kemudi dengan terlebih dulu mengangkat kehidupan orang-orang di sekitar mereka berkantor.

“Lingkupnya yang kecil-kecil saja dulu. Yang sederhana saja, tapi bisa melibatkan mereka secara langsung. Akhirnya, terpikir kegiatan menjahit, kegiatan yang paling familiar di kalangan masyarakat kelas sosial ekonomi apa pun. Kebetulan, saya juga tertarik dengan dunia jahit-menjahit, meski saya tidak dapat menjahit, cuma bisa mendesain,” kata Liliana Djamaluddin, pebisnis sajadah dari kain perca.

sajadah-5Dengan menggunakan sebagian ruangan kantor untuk workshopnya dan satu karyawati yang merupakan istri satpam yang bekerja di kantor mereka, serta mesin jahit pinjaman orangtua, Lili, demikian wanita ini disapa, dan rekan-rekannya sesama arsitek mulai mendesain sajadah. Mengapa sajadah dan bukan baju?

“Busana itu sifatnya sudah umum. Sedangkan sajadah lekat dengan desain, dunia yang kami geluti.Sehingga, ketrampilan kami sebagai arsitek juga dapat dituangkan di sini. Walhasil, sajadah yang kami buat berbeda dengan sajadah pada umumnya,” jelasnya.

Memang sajadah yang diberi merek Zahra ini tidak terbuat dari tenunan benang, tetapi potongan-potongan (bukan perca atau sisa-sisa, red.) kain satin, sutra, dan synil impor yang disambungkan satu sama lain.Sehingga, mirip dengan lukisan tiga dimensi.

“Kami pernah mencoba menggunakan kain katun, tapi kesan yang muncul pucat dan datar. Sedangkan bahan bermotif terkesan biasa, sangat berbeda dengan bahan-bahan yang kami gunakan yang terkesan eksklusif. Perlu saya tekankan di sini bahwa motif sajadah kami menonjolkan permainan cahaya dan warna,” katanya.

Selain itu, ia melanjutkan, di sini tidak sekadar menyambung dan menumpuk, melainkan juga memasukkan busa ke dalam sambungan antarkain.Demikian pula, dalam penempatan warna kain. Sehingga, bagian yang satu tampak lebih menonjol daripada yang lain atau terkesan yang satu berada di depan yang lain.Padahal, sebenarnya posisi potongan-potongan bahan ini berdampingan.

Di samping itu, dalam pembuatannya, sajadah yang satu berbeda dengan sajadah yang lain baik dalam desain, gabungan antarkain yang digunakan, maupun detil-detil lainnya. “Tidak ada duplikat dalam sajadah-sajadah kami. Kami ingin Zahra tampak eksklusif.Mengingat, harganya tidak murah dan bahan yang digunakan merupakan bahan-bahan impor. Kami juga ingin membuat konsumen kami merasa spesial.Sebab, hanya dia yang memiliki desain semacam itu,” ucapnya.

Untuk itu, Lili sangat ketat dalam kendali mutu. “Untuk soal yang satu ini, saya belum bisa melepaskannya kepada para karyawan saya,” tambah perempuan, yang mengaku sangat detil dengan sense ini.

sajadah-4Sajadah yang lebih tebal daripada sajadah pada umumnya dan memiliki teknik quilting yang menarik ini, semula dibuat dengan tiga ukuran yaitu besar (64 cm x 111 cm), sedang (57 cm x 98 cm), dan seukuran kepala (40 cm x 40 cm). Dalam perkembangannya, tinggal sajadah besar yang dijual dengan kategori desain sederhana dan desain rumit, serta sajadah kepala.

Dalam penjualannya, saat Idul Fitri, Idul Adha, dan menjelang puasa bisa mencapai lebih dari 250 sajadah. Jumlah ini di luar penjualan Zahra yang dititipkan ke butik-butik muslimah dengan sistem konsinyasi.

Dan, untuk meningkatkan penjualan,Zahra dibuatkan kemasan khusus untuk gift perkawinan, ulang tahun, atau hantaran perkawinan. “Untuk kemasan dengan boks khusus, kami tambahkan biaya tertentu,” ujar Lili, yang membangun “bisnis” ini dengan modal Rp5 juta.

Selain itu, juga mengikuti pameran minimal dua kali dalam setahun. Terutama, menjelang lebaran dengan menampilan desain-desain baru yang sketsanya dibuat dengan menggunakan komputer.

Mahal? “Tidak juga.Karena, harga yang saya tetapkan bukan ditentukan oleh bahan dasarnya, juga bukan pada masalah pintar menjahit atau membuat patchwork, melainkan lebih pada ide, detil, dan sense menggabungkan aneka warna kain.Sehingga, menghasilkan efek tertentu,” kata Lili, yang mengubah desainnya setiap enam bulan sekali.

Alas salat yang ide gambarnya banyak mengambil dari buku arsitektur Islam ini, kini tersebar ke Surabaya, Sulawesi, Medan, dan Malaysia. Uniknya, sebagian peminatnya, terutama konsumen non muslim dari Jepang dan Taiwan, membeli Zahra untuk menghiasi dinding rumah mereka dengan cukup menambahinya dengan slot (lubang) untuk tempat kayu masuk.

“Bisnis” ramai-ramai ini dibangun pada tahun 2003. Enam bulan kemudian, ditake over oleh Lili, karena kesibukan masing-masing pelakunya.

Ke depannya, Lili berencana merekrut karyawan lebih banyak lagi. Sehingga, dapat membantu kehidupan mereka dan menyumbang lebih banyak lagi ke berbagai panti asuhan. Di samping itu, juga ingin menambah jumlah desain agar dapat selalu selangkah lebih maju.

“Tapi, saya tidak akan mempatenkan Zahra.Karena, hal ini tidak menjamin desain saya tidak akan ditiru,” pungkasnya. Menolong menjadi indah bila tidak diikuti dengan pamrih, sekali pun kadang dicurangi.

 

 

 

 

 

 

 

Check Also

Cucian Bersih, Ekosistem Terjaga

Deterjen Minim Busa Isu ramah lingkungan membuat para pelaku usaha terus menggali ide untuk menciptakan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *