Home / Celah / Gula Sehat yang Diminati Pasar Ekspor

Gula Sehat yang Diminati Pasar Ekspor

Arenga Palm Sugar

 Jumlah konsumsi Gula Aren masih kalah jauh dibanding Gula Pasir. Tapi, fakta ini, tidak menyurutkan Indrawanto untuk menekuni bisnis gula yang juga dikenal dengan istilah Gula Semut ini. Dikemas secara menarik produknya, dipasarkan untuk kalangan menengah atas dan pasar ekspor

 

e-preneur.co. Selama ini, kita sudah terbiasa mengonsumsi Gula Tebu. Tapi, tidak dengan Gula Aren. Apalagi, gula yang berwarna cokelat ini tidak semanis gula putih.

Sekadar informasi, jika dibuat prosentase, gula putih atau Gula Tebu memiliki kadar kemanisan 100%, sementara Gula Aren hanya 80%–85%. Selain itu, gula yang berasal dari nira ini jika dicampurkan pada beberapa jenis makanan/minuman adakalanya meng-improve rasa, tapi pada beberapa makanan/minuman yang lain adakalanya justru membuat rasanya beradu.

[su_pullquote]Gula Aren aman dikonsumsi penderita diabetes, serta penyandang autis dan hiperaktif[/su_pullquote]

gula-aren-5Namun, bila hal-hal tersebut di atas dianggap sebagai sisi lemah Gula Aren, maka gula yang juga dikenal dengan istilah Gula Semut, Gula Aren Kristal, Palm Sugar, atau Palm Suiker ini juga memiliki banyak keunggulan. Pertama, gula ini pantas menyandang gelar gula natural atau gula murni. Sebab, ia tidak mengandung atau dalam proses pembuatannya tidak menggunakan bahan kimia apa pun. Berbeda, dengan gula pasir yang mengalami proses kimiawi untuk membuatnya menjadi putih.

Kedua, masih mengandung banyak mineral dan zat-zat lain yang berguna bagi tubuh. Ketiga, struktur molekulnya berupa molekul jamak dan nilai glikemik indeks (= tingkatan pangan dalam skala 0−100 menurut efeknya terhadap gula darah, red.)nya rendah. Sehingga, proses pemecahannya dalam tubuh berlangsung secara perlahan dan sedikit demi sedikit. Imbasnya, Gula Aren aman dikonsumsi penderita diabetes, serta penyandang autis dan hiperaktif. Bahkan, beberapa dokter pun merekomendasikannya.

“Tapi, jangan sembarang Gula Aren. Pilihlah yang menggunakan embel-embel organik, seperti Gula Semut Aren bersertifikat yang kami produksi,” kata Indrawanto, Direktur PT Diva Maju Bersama.

Namun, sayangnya, ia melanjutkan, pemasaran gula yang sehat dan baik hati ini masih kalah jauh dibandingkan gula pasir. Pertama, karena adanya faktor kebiasaan. Contoh, masyarakat Banten biasa minum teh yang dicampuri Gula Aren, tapi belum tentu dengan masyarakat di daerah-daerah lain.

Kedua, gula pasir tidak beraroma. Sehingga, ketika dicampurkan pada makanan-makanan tertentu tidak akan mempengaruhi rasanya. Ketiga, sebagai pohon yang menghasilkan Gula Aren, Pohon Aren atau Pohon Enau (sejenis palem, red.) sampai sejauh ini belum dibudidayakan. Untuk dapat dipanen, petani harus menunggunya selama 10–11 tahun setelah ditanam. Otomatis, secara kuantitas, bahan bakunya pun masih terbatas.

“Beberapa saat setelah ditanam, Pohon Aren akan mengeluarkan bunga betina. Beberapa bulan kemudian, disusul oleh bunga jantan. Nah, bunga jantan inilah yang menghasilkan nira (= cairan berasa manis yang disadap dari bunga jantan, red.). Setelah disadap, cairan yang juga dikenal dengan nama legen ini harus segera diambil. Karena, cairan berwarna jenih agak keruh ini tidak tahan lama. Biasanya, pengambilan dilakukan pada pagi dan sore, lalu dimasak selama 5–6 jam, dan terakhir diuapkan. Akibat dari penguapan tersebut, dari 10 lt nira hanya akan dihasilkan 1 kg gula cair. Hal ini, berbeda sekali dengan tebu yang sangat gampang dibudidayakan dan diolah,” jelas sarjana teknik mesin dari Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta, ini.

Tapi, hal itu, tidak menyurutkan Indra, begitu ia akrab disapa, yang membangun usaha ini pada tahun 2006 dengan modal awal Rp200 juta. Ia menjalin kerja sama dengan para petani Gula Aren di Banten dan beberapa wilayah lain di Jawa Barat.

“Kami memperoleh Gula Aren dari mereka dalam bentuk sudah digerus atau dihancurkan (setelah sebelumnya para petani tersebut membuatnya dalam kondisi dicetak seperti gula Jawa, red.). Sehingga, kami tinggal menjalankan proses finishing-nya saja,” katanya.

Pada awalnya, melalui home industry-nya yang berlokasi kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang, Indra beserta sembilan karyawannya hanya memproduksi 10 ton Gula Aren yang dikemas dalam kardus-kardus berukur 10 kg. Selanjutnya, dengan sistem pemasaran B2B (business to business) ia “melempar” produknya ke pengusaha bandrek, pabrik saus, pengusaha makanan kecil, dan lain-lain. “Karena sudah ada pasarnya, otomatis 100% produk saya diserap pasar,” ujar, kelahiran Lampung, 2 Juni 1961 ini.

Pada medio 2009, ia mengeluarkan Gula Aren dalam kemasan yang berbeda untuk pasar ritel. Produk yang diberi merek Arenga dan kemudian berubah menjadi Arenga Palm Sugar (baca: Arenga, red.) itu, dikemas dalam boks berisi 20 sachet tinggal pakai yang dijual dengan harga Rp15 ribu. Sementara yang dikemas dalam plastik aluminium seberat 225 gr, dibanderol dengan harga Rp12 ribu.

Di samping itu, juga diproduksi Arenga berbentuk cair (liquid). “Kami ingin membuat kemasan praktis untuk mereka yang akan menyantap putu mayang, serabi, es cendol, dan lain-lain dengan gula sehat,” jelasnya. Produk ini, terbagi menjadi botol besar (650 ml) dengan harga Rp25 ribu dan botol kecil (330 gr) dengan harga Rp17.500,-, serta rasa nangka dan durian.

Arenga dapat dijumpai di jaringan farmers market, ranch market, dan beberapa toko yang menjual produk-produk organik. Bisa pula memesannya dengan mengirim e-mail ke arenga@palmsugar.web.id.

“Kami belum menjualnya ke pasar umum atau untuk kalangan menengah ke bawah. Karena, mereka masih cenderung mementingkan faktor harga (murah) dan rasa (manis) daripada faktor kesehatan, di samping belum mengetahui keberadaan Gula Aren. Dengan alasan ini pula, kami belum berproduksi dalam jumlah banyak,” ucapnya.

Namun, ia menambahkan, Gula Aren memiliki prospek yang bagus dan lambat laun pasti masyarakat akan menerima kehadirannya. Sebab, di satu sisi, pasarnya masih terbuka lebar sekali. Sementara, di sisi lain, beberapa negara asing mulai meminatinya, seperti Jerman, Belanda, Jepang, dan Taiwan. Pertimbangan mereka, Gula Aren adalah gula sehat. Terbukti, penderita diabetes pun aman mengonsumsinya.

“Dari sini, saya berpikir kalau masyarakat lokal tidak bisa menghargai, sedangkan pasar ekspor justru lebih bisa menghargai ya apa salahnya kalau saya memasarkan sebagian produk saya ke mancanegara,” pungkasnya. Tapi, ia tetap tidak menutup celah jika nantinya Arenga juga akan “dilempar” ke pasar ritel. Sehingga, bisa merambah semua kalangan masyarakat dan mereka mengetahui kalau ada gula sehat.

 

Check Also

Banyak Peminatnya

Rental Portable Toilet Kehadiran toilet umum—terutama yang bersih, nyaman, wangi, dan sehat—menjadi salah satu kebutuhan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *