Kelenteng Sam Poo Kong
Meski merupakan kelenteng atau tempat beribadah, tapi Sam Poo Kong sangat indah dan menarik, serta memiliki unsur-unsur sejarah. Jadi, belum lengkap rasanya bila berkunjung ke Semarang, tanpa mampir ke kelenteng yang semula masjid ini
e-preneur.co. Kelenteng Sam Poo Kong (baca: Sam Poo Kong, red.), begitu nama populernya. Tapi, masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan nama Kelenteng Gedong Batu.
Berdasarkan asal-usulnya, terdapat dua versi mengapa Sam Poo Kong lebih dikenal sebagai Kelenteng Gedong Batu. Pertama, kelenteng ini sebenarnya sebuah gua besar yang terletak di sebuah bukit batu. Kedua, kelenteng ini sebenarnya tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai, yang sekarang dikenal sebagai Sungai Kaligarang.
Namun, ternyata, ada versi ketiga yang lebih meyakinkan yaitu kelenteng ini sebenarnya sebuah bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama Zheng He. Laksamana Tiongkok beragama Islam ini lebih kita kenal dengan nama Cheng Ho.
Konon, pada awal abad ke-15, kala sedang berlayar melintasi Laut Jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit. Cheng Ho pun memerintahkan untuk buang sauh dan merapat ke Desa Simongan dan berlindung di sebuah gua batu.
Gua batu itu digunakan oleh Cheng Ho sebagai tempat untuk bersemedi dan bersembahyang. Atau, dengan kata lain, ia mendirikan sebuah masjid.
Pada tahun 1700an, gua batu tersebut runtuh lantaran disambar petir (sumber lain: tertutup longsor, red.). Tapi, kemudian, dibangun kembali oleh penduduk setempat sebagai penghormatan kepada Cheng Ho.
Lalu, didalamnya ditempatkan patung Sam Poo Tay Djien (sebutan lain untuk Cheng Ho, red.) dan empat anak buahnya. Pada tahun 1724, ditambahkan bangunan emperan di depan gua.
Lantaran arsitekturnya mirip kelenteng, maka orang-orang Indonesia keturunan Cina menganggap bangunan itu sebuah kelenteng. Dalam perkembangannya, masjid itu pun berubah fungsi menjadi kelenteng.
Bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama Cheng Ho, seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam
Ya. Sam Poo Kong yang kini terletak di Jalan Simongan, Bongsari, Semarang, itu kemudian dijadikan tempat untuk bersembahyang dan berziarah para penganut Kong Hu Cu. Untuk itu, di tempat tersebut diletakan altar dan patung-patung Sam Poo Tay Djien.
Selain itu, Sam Poo Kong juga digunakan sebagai tempat wisata yang banyak dikunjungi turis baik dalam negeri maupun mancanegara. Mengingat, sebagai sebuah kompleks kelenteng, Sam Poo Kong terdiri atas sejumlah anjungan yaitu Kelenteng Besar dan Gua Sam Poo Kong, Kelenteng Tho Tee Kong, serta empat tempat pemujaan (Kyai Juru Mudi, Kyai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi, serta Kyai dan Nyai Tumpeng).
Kelenteng Besar dan Gua Sam Poo Kong merupakan bangunan yang paling penting dan pusat seluruh kegiatan pemujaan. Khusus untuk Gua Sam Poo Kong yang memiliki mata air yang tidak pernah kering, dipercaya sebagai petilasan yang pernah ditinggali Sam Poo Tay Djien.
Sementara bentuknya yang berupa bangunan tunggal beratap susun membedakannya dengan tipe kelenteng-kelenteng yang lain, di samping juga tidak memiliki serambi yang terpisah. Sedangkan di bagian tengah, terdapat ruang pemujaan untuk Sam Poo Tay Djien.
Namun, mengingat bangunan yang didominasi warna merah dan kuning ini merupakan tempat untuk beribadah, maka tidak semuanya boleh dimasuki. Meski begitu, sejak renovasi besar-besaran pada tahun 2002−2005 yang menelah biaya Rp20 miliar, Sam Poo Kong semakin menarik perhatian lebih banyak orang untuk berkunjung.
Sebab, di halamannya yang luas, selain kelenteng, juga ditempatkan sejumlah patung. Termasuk, patung raksasa Laksamana Cheng Ho. Bukan cuma itu, di sini sering digelar berbagai atraksi kesenian untuk memperingati hari-hari bersejarah yang berhubungan dengan Cheng Ho atau Budaya Cina. Bahkan, setiap Agustus, selalu diadakan festival mengenang datangnya Cheng Ho ke Semarang.