Home / Profil / Kisah Sukses / Dahyatnya Mimpi

Dahyatnya Mimpi

Demak Futago Farm

Setiap orang mempunyai mimpi. Tapi, tidak semua orang berani mewujudkan mimpi mereka. Bahkan, banyak yang menyerah (dengan berbagai alasan) sebelum mimpi itu diwujudkan. Berbeda dengan Atman, yang justru tertantang dengan berbagai penghalang. Hingga, ia berhasil menjadi produsen dan pemasok telur ayam terbesar di Demak melalui Demak Futago Farm miliknya

e-preneur.co. Setiap orang mempunyai mimpi. Tapi, tidak setiap orang berani mewujudkan mimpi itu.

Mengapa? Karena, banyak yang kuatir ketika mimpi sudah diwujudkan, ternyata dalam perjalanannya mengalami kegagalan. Padahal, sekali pun baru mencoba mewujudkan saja selalu ada kemungkinan untuk berhasil.

Adalah Atman, lulusan sebuah STM (Sekolah Teknik Menengah atau yang sekarang telah berubah menjadi SMK/Sekolah Menengah Kejuruan) di Demak, Jawa Tengah. Dari lulus sekolah (tahun 1998) hingga tahun 2018, ia bekerja sebagai “kuli”. Enam tahun di antaranya, ia jalani di Jepang dengan status sebagai TKI (Tenaga Kerja Inonesia).

Ketika sudah bosan menjadi “kuli”, ia memutuskan pulang ke Indonesia. Atman ingin memiliki usaha sendiri yang dapat ia jalankan dari rumahnya dan setiap hari dapat bertemu dengan keluarganya.

“Saat itu, saya melihat petani telur (begitu istilahnya, red.) belum ada di Demak. Kebanyakan (90%) bergerak di ayam pedaging (broiler). Di sisi lain, saya tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang peternakan ayam petelur (leghorn). Hanya dengan modal nekad, saya mencobanya. Saya learning by doing,” kisah pria, yang mempunyai nama beken Atman Siever di facebook ini.

Ia menjalankannya semuanya sendirian, mulai dari membuat kandang dari besi baik kadang utama maupun kandang dengan konsep batere berkapasitas 2.000 ekor ayam, membeli 1.000 ekor ayam layer berumur 11 minggu dan pakan, serta menyewa lahan seluas setengah bahu (1 bahu = 0,70 ha). Untuk itu, ia menguras tabungannya selama tiga tahun bekerja di Jepang atau senilai Rp250 juta.

“Saya memilih usaha ayam petelur karena, pertama, di Demak belum ada. Otomatis pasarnya masih terbuka sangat lebar. Kedua, saya merasa lebih asyik. Sebab, bisa menjalankannya sendiri dari hulu ke hilir. Sementara usaha ayam pedaging, rata-rata dijalankan dengan sistem kemitraan. Saya merasa tertantang,” tutur Atman, yang memulai usahanya akhir tahun 2018.

Fight!!!

Namun, berhubung masih belajar, selama dua tahun, ayamnya berkurang hingga tinggal 500 ekor. “Pada dua minggu pertama, setiap hari mati 2‒3 ekor. Rasanya tidak karu-karuan. Apa lagi, semua tabungan sudah dijadikan modal,” lanjutnya.

Dalam kondisi galau, seorang teman yang baru dikenalnya mau diajak bekerja sama hanya dengan dasar kepercayaan. Imbasnya, ia mampu membeli lagi 1.000 ekor pada tahun 2020. Beberapa bulan kemudian, menambah 1.000 ekor lagi. Sementara 500 ekor ayam yang tersisa—yang kebetulan sudah berumur 90 minggu—harus diafkir, lantas dijual ke tukang potong ayam.

Kali ini, lantaran sudah paham, maka usahanya pun berjalan lancar. Ayam-ayamnya “memberinya” 1 kuintal telur per hari. Selanjutnya, ia menjualnya ke tempat-tempat di sekitar tempat tinggalnya. “Saya dan istri juga pernah mengirim pesanan telur dengan naik sepeda motor sejauh 15 km,” tuturnya.

Kondisi ini, mengundang para seller dengan menawarkan diri mereka untuk menjualkan telur-telurnya. Tapi, tawaran mereka ditolak dengan halus, dengan mengatakan jika suatu saat nanti ia sudah tidak mampu menjual telur-telurnya sendiri, barulah ia menerima tawaran mereka. “Karena, saya memang ingin menjualnya sendiri ke warung-warung terdekat, sekalian promosi,” ungkapnya.

Sebab, ia melajutkan, jika telur-telur itu diambil dan dijual oleh seller, tentu mereka tidak akan menceritakan dari mana mereka memperoleh telur-telur itu. Berbeda, bila ia menjual sendiri telur-telurnya.

“Saya akan memberi tahu konsumen jika telur-telur ini berasal dari Sukodono. Sehingga, mereka menjadi mendapat info jika di Sukodono terdapat kandang ayam petelur. Di sisi lain, saya ingin mewujudkan mimpi saya yang berikutnya yaitu jangan sampai Masyarakat Demak membeli telur selain di tempat saya. Dan, Alhamdulillah mimpi saya kesampaian,” papar laki-laki, yang membangun usahanya di Desa Sukodono, Kecamatan Bonang, Demak.

Puncaknya, ketika terjadi pandemi di mana peternakan telur milik Atman yang diberi nama Demak Futago Farm justru diminta untuk memasok kebutuhan bansos (bantuan sosial). Untuk itu, setiap bulan, ia harus memasok minimal 30 ton telur ke enam kecamatan yakni Karanganyar, Mijen, Wedung, Demak Kota, Bonang, dan Karang Tengah. “Alhamdulillah bisa memenuhi kapasitas itu, meski tidak semuanya berasal dari peternakan saya, melainkan juga dari teman-teman peternak telur dalam jaringan saya,” ujarnya.

Awalnya, ia menambahkan, seorang supplier di Demak mengajaknya bekerja sama dengan menyediakan telur untuk enam kecamatan. Sementara nilainya Rp200 juta.

“Saya tidak berpikir apakah tawaran itu benar atau tipu-tipu. Karena, tidak ada perjanjian hitam di atas putih. Saya hanya bilang siap. Karena, saya berpikir seandainya ini tipu-tipu, saya tetap diuntungkan dengan sudah mempunyai jaringan. Selain itu, kalau tawaran ini tidak saya terima, pasti akan ada orang lain yang aka mengambil tawaran…Bismillah sajalah,” katanya.

Bansos itu, diakuinya, sangat menguntungkan bagi usahanya. Karena, resapannya besar sekali. Imbasnya, Atman mampu membeli beberapa aset yang dibutuhkan untuk mengembangkan Demak Futago Farm, membuat akses jalan di sekitar peternakannya yang semula becek kemudian di-paving, dan menambah 1.000 ekor ayam lagi.

Bukan hanya itu, kini, Demak Futago Farm juga dikenal sebagai produsen dan pemasok telur ayam terbesar di Demak. Artinya, mimpi-mimpi Atman sudah terwujud. “Karena saya mempunyai mimpi, maka saya terus-menerus berusaha menambah kapasitas dan mencari pasar,” ujarnya.

Kondisi ini berbeda dengan teman-temannya sesama peternak ayam di Demak. Mereka sudah cukup puas hanya sebagai produsen dengan kapasitas seadanya dan yang penting sudah laku terjual. Mereka tidak mempunyai keinginan untuk mengembangkan diri.

Sementara berbicara tentang omset, Atman berkilah bahwa ia tidak mau ada hitung-hitungan yang njlimet (Jawa: rumit, red.). “Yang penting saya kerja keras, kerja ikhlas. Saya ingin menguasai pasar telur di Demak dan itu sudah terwujud tahun ini. Berikutnya, saya ingin menguasai pasar telur di kota-kota lain, semisal Jakarta,” katanya.

Ia juga ingin menambah kapasitas ayamnya menjadi 2.000 ekor dan menambah jumlah kadang. Karena, lahannya masih cukup untuk 4.000 ekor dan pasarnya sudah ada. “Prospek usaha ini sangat bagus bagi mereka yang berani fight!” pungkasnya. 

Check Also

Sukses Membangun Kerajaan Bisnis dengan Telaten Merangkai Jaringan

Onny Hendro Adhiaksono (PT Trimatra Group) Dalam bisnis, selain modal, jaringan dan skill mempunyai peran …