Home / Frontline / Dari Sampah Menjadi Karya Bernilai Wah
TOSHIBA CAMCORDER

Dari Sampah Menjadi Karya Bernilai Wah

Kerajinan Limbah Kulit Telur

Pada awalnya, limbah kulit telur ini dipandang sebelah mata pun tidak. Tapi, ketika Morris mengubahnya menjadi kerajinan tangan bernilai seni tinggi, maka harganya pun menjadi wah. Bahkan, masyarakat Belanda pun tertarik membelinya

[su_pullquote align=”right”]Kulit telur mempunyai 47 turunan warna[/su_pullquote]

e-preneur.co. Jangan anggap remeh sampah kulit telur. Bagi Morris Alexander Siregar, benda sisa yang biasanya diabaikan ini bisa dijadikan barang berharga wah dan bernilai seni tinggi.

Pria yang akrab disapa Morris ini, mulai menggeluti seni limbah kulit telur (baca: kulit telur, red.) sejak tahun 2009. Dari pecahan kulit telur tersebut, ia merangkainya satu demi satu, lalu menempelkannya pada berbagai media, hingga menjadi benda yang bisa dijual dengan harga puluhan juta rupiah.

TOSHIBA CAMCORDER

Bapak dua anak ini mengisahkan bahwa ini semua berawal dari kegiatannya di dapur koki dan menemui banyak kulit telur, yang terbuang percuma. “Sebagai konsultan restoran dan juga sempat membuka restoran, saya lebih banyak terlibat dalam proses belanja. Kemudian, saya menemui banyak kulit telur berserakan. Begitu juga saat belanja untuk interior restoran, saya merasa bisa membuatnya sendiri dengan jauh lebih indah. Akhirnya, saya memutuskan berhenti bekerja dan mengambil jalur seni limbah kulit telur,” ujarnya, ketika ditemui di workshop-nya yang berlokasi di Jalan Nusa Indah Raya, Medan Helvetia, Sumatera Utara.

Tempat pria berusia 34 tahun ini berkarya merupakan bangunan berlantai tiga. Di lantai dua, ia menyusun rapi hasil karyanya. Seperti, di meja ada sebuah kendi yang sudah ditempeli kulit telur, di dinding ada lukisan dari kulit telur, hiasan dinding kreasi kulit telur dan buah mahoni, juga ada lampu kulit telur di tangga menuju lantai tiga.

Hanya itu? Tentu tidak. Beberapa meter dari lokasi itu, yang merupakan tempat tinggal Morris, terdapat lukisan wanita hamil yang apik, juga gambar Marilyn Monroe dari arang, dan lukisan lain dari paku.

Morris sempat menyangka, ia bakal menjadi pria pertama yang memanfaatkan kulit telur di Indonesia. Ternyata tidak, ia adalah orang yang kesekian. “Tapi, tak apalah. Saya sudah bertekad bulat. Karena itu, saya menjalaninya dan jalan terus. Saya senang dengan keputusan saya,” ungkapnya.

Tidak mudah meyakinkan orang untuk menghargai atau sekadar mengerti karyanya. “Awalnya, sempat banyak orang mengatakan kalau karya ini tidak akan berhasil. Tapi, saya fokus saja membuatnya selama tahun 2009. Akhirnya, Dinas Koperasi Medan melirik dan langsung mengajak pameran pada tahun 2010,” kenang Morris, yang mempelajari seni limbah kulit telur secara otodidak.

TOSHIBA CAMCORDER

Karya pertama yang dibuatnya yaitu lukisan. Prosesnya, kulit telur dibersihkan terlebih dulu untuk membuang kulit arinya, dicuci, dijemur, lalu diwarnai. Untuk menyatukan kulit telur itu, ia menggunakan perekat biasa. Sedangkan untuk medianya, ia memanfaatkan pengrajin keramik di kawasan Tanjung Morawa, Deli Serdang.

“Untuk kulit telurnya, kalau telur ayam bisa lebih lembut, sedangkan telur bebek agak keras tapi cantik warnanya. Sedangkan cat, hanya tambahan warna di medianya. Karena, pada dasarnya, kulit telur itu kaya warna. Ada 47 turunan warnanya,” jelas Morris, yang dalam berkarya menggunakan semua jenis kulit telur unggas.

Untuk karya sederhana, Morris bisa membuat 4–5 buah. Tapi, untuk lukisan wajah, ia membutuhkan waktu dua bulan. “Karena itu, jauh perbedaannya melukis dengan menempel. Yang membuat lukisan dari kulit telur tidak banyak, tapi kalau menempelkan di gerabah banyak,” tegasnya.

Respon publik yang sempat meragukan mulai berbeda. Morris malah diminta mengajarkan keahlian tersebut kepada masyarakat di dua tempat yakni Medan Helvetia dan Sei Agul. “Saat ini, saya mau mengajar ke Aceh dan Kalimantan,” lanjutnya.

Namun, Morris belum puas. Ia memutuskan membuat mozaik kulit telur besar yang masuk Museum Rekor Indonesia (MURI), Juni 2012. Dengan ukuran 3 m x 5 m, Morris menghabiskan sekitar 80 ribu butir telur dari berbagai unggas. Karyanya ini masih dipajang di Lapangan Merdeka, Medan.

TOSHIBA CAMCORDER

“Saya juga mau membuat empat rekor MURI lagi. Saya mencoba mengangkat bahan baku arang, biji kopi, dan beras. Kalau selama ini orang mengenal saya Morris Si Kulit Telur, kini, orang juga bisa mengenal saya dari berbagai bahan lain. Untuk arang, di Jawa belum ada yang memanfaatkan arang. Karena, pada intinya, orang bisa membuat beragam karya tidak hanya dari satu bahan,” tutur Morris, yang juga berinovasi dengan merambah seni rangkai arang, paku, biji-bijian, dan juga bonsai.

Untuk harga, Morris mematok harga termurah Rp70 ribu dan untuk hiasan termahal Rp25 juta. Sementara konsumen penikmat karyanya, tidak hanya datang dari Indonesia, tapi juga Belanda. “Ada yang datang ke pameran dan langsung membeli. Ada yang dibawa ke Papua, Malaysia, dan Belanda,” pungkasalumnus Akademi Pariwisata Medan, jurusan tata boga, yang pernah memamerkan 20 karya lukisan kulit telurnya di Australia.

Check Also

Cucian Bersih, Ekosistem Terjaga

Deterjen Minim Busa Isu ramah lingkungan membuat para pelaku usaha terus menggali ide untuk menciptakan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *