Home / Liputan Utama / Memperpanjang Umur Kayu-kayu Tak Terpakai Lagi

Memperpanjang Umur Kayu-kayu Tak Terpakai Lagi

Furniture Aktif

(Limbah Peti Kemas)

Membuat furnitur dengan kualitas sekelas produk impor, ternyata tidak harus menggunakan bahan yang mahal. Bahkan, kayu-kayu bekas peti kemas pun bisa disulap menjadi furnitur menarik, yang digunakan di sekolah-sekolah dan perkantoran

didi-5e-preneur.co. Tahukah Anda, bila kayu sebagai media furnitur di sekolah-sekolah, memiliki dampak psikologis yang baik bagi para siswa? Bisa dimaklumi, jika kita tidak mengetahui hal ini. Sama halnya, dengan Didi Diarsa Adiana. Hingga, kemudian, pada tahun 2002, pria yang karib disapa Didi ini berkunjung ke Finlandia dan setahun kemudian berkeliling ke negara-negara Eropa.

Ternyata, begitu menurut pemilik usaha berlabel Furniture Aktif ini, hampir 90% furnitur yang digunakan negara-negara itu, baik di institusi pendidikan maupun di perkantoran-perkantoran, menggunakan mebel yang terbuat dari kayu. Alasannya, furnitur yang terbuat dari kayu akan membuat para siswa lebih tenang secara emosional, suasana kelas menjadi lebih natural, pembentukan pribadi para siswa menjadi lebih mudah, dan sebagainya. Sementara, kayu yang digunakan tidak akan berdampak pada kerusakan hutan. Sebab, menggunakan kayu yang sesuai dengan cutting tree policy.

Di luar negeri, produk dari bahan baku bekas memperoleh penghargaan yang tinggi. Sehingga, nilai jualnya pun semakin mahal

Ketika Didi pulang ke Indonesia, ternyata beberapa sekolah internasional juga menggunakan furnitur seperti itu. Sayang, furnitur tersebut produk impor. “Dari situlah, terbetik ide dalam benak saya untuk membuat furnitur semacam itu. Tapi, saya terbentur pada ketersediaan kayu seperti yang digunakan orang-orang Eropa itu. Yang saya temui, hanyalah kayu-kayu sisa atau lebih tepatnya limbah peti kemas. Namun, dengan keterbatasan yang ada, saya tetap mencoba menciptakan sesuatu dari situ,” ujar sarjana geografi dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (sekarang, Universitas Jakarta, red.) ini.

dodi-8Sekadar informasi, selama ini kita gencar mengekspor kayu-kayu jati berumur puluhan tahun, yang notabene berkualitas bagus dan mahal harganya. Sebaliknya, berdasarkan regulasi, negara-negara Eropa memberlakukan larangan mengekspor kayunya. Kecuali, kayu-kayu itu telah memenuhi standar recycle cutting tree atau dalam bentuk peti kemas. Lebih tepatnya, kayu-kayu bekas/tidak terpakai lagi yang notabene berkualitas buruk. Pada umumnya, peti kemas terbuat dari kayu pinus atau jati Belanda.Karena, jenis kayu-kayu ini sudah dapat ditebang, walau baru berumur lima tahun.

“Meski dari limbah peti kemas, tapi dari segi desain hanya beda tipis dengan produk impor. Ambil contoh, jika dibandingkan dengan produk-produk IKEA (= sebuah peritelperabot rumah tangga dari Swedia, yang kini telah memiliki 237 toko dan tersebar di 40 negara, red.), tukang-tukang saya bisa membuat produk yang jauh lebih baik. Karena, orang-orang kita kan juga mempunyai kemampuan mengukir. Singkat kata, secara fisik, jika dibuat perbandingan antara IKEA dengan produk saya ya 80:70,” katanya, tanpa bermaksud sombong. Tapi, lantaran raw material-nya sudah bolong-bolong atau retak-retak karena paku atau terbentur-bentur, maka dilihat dari sisi harga jauh terbanting.

Di sisi lain, mengingat terbuat dari limbah peti kemas atau bahan baku daur ulang, maka hasil karya kelahiran Jakarta, 27 Agustus 1974 ini dikategorikan produk ramah lingkungan. “Kebetulan, di sekitar rumah saya banyak pabrik yang otomatis juga banyak meninggalkan limbah, terutama limbah peti kemas. Kemudian, limbah yang sudah tidak terpakai lagi tersebut, saya berdayakan hingga bernilai lagi secara ekonomis yaitu dengan mengolahnya menjadi furnitur. Sebab, pertama, semua orang membutuhkan furnitur sebagai salah satu bagian dari perangkat hidup mereka. Kedua, furnitur mempunyai nilai jual yang tinggi,” ungkap salah satu finalis International Young Creative Entrepreneur 2009, sebuah award yang diselenggarakan British Council.

“Di luar negeri, produk dari bahan baku bekas memperoleh penghargaan yang tinggi. Sehingga, nilainya pun semakin mahal. Karena itulah, saya berniat melempar produk saya ke luar negeri,” ucap Didi, yang juga mengombinasikan bahan baku furniturnya dengan bagian-bagian komputer bekas, seperti CPU, USB belt, dan sebagainya.

Tapi, segala kelebihan itu terbentur urusan regulasi. Sehingga, untuk sementara, Didi melempar produknya yang berdesain standar internasional itu (= menggunakan bahan baku yang aman bagi anak-anak, mempunyai bentuk yang tidak membahayakan anak-anak, dan lain-lain, red.) ke dalam negeri. Terutama ke sekolah-sekolah, mengingat basisnya dunia pendidikan.

Sebagai pilot project, ia menggunakan sendiri produknya untuk mengisi sebuah sekolah di Depok yang dikelolanya bersama sang istri. Dalam perkembangannya, teman-temannya dari sekolah lain tertarik untuk menggunakan hasil karyanya. Imbasnya, selama empat tahun terakhir ini selalu terjadi repeat order, bukan hanya mencakup Jabodetabek melainkan juga Palembang, Lampung, Bali, Yogyakarta, dan Bandung.

Selain itu, Didi yang memulai usaha ini tahun 2005 juga menerima pesanan untuk rumah tangga dan mereka yang bergerak di bidang bisnis franchise. Berkaitan dengan itu, saat peak season atau tahun ajaran baru yang berlangsung Januari-Juli, ia hanya fokus pada pembuatan sarana dan prasarana sekolah. Selanjutnya, pada Juli-Desember, ia fokus pada pemenuhan pesanan rumah tangga, pembuatan booth untuk teman-temannya yang tergabung dalam Komunitas TDA (Tangan Di Atas), dan creative industry yang bahan bakunya 100% daur ulang.

didi-1“Bila tidak dalam kondisi peak season, kami biasanya menerima orderan 100 booth/bulan. Sementara, untuk rumah tangga rata-rata 10–20 orderan. Sedangkan saat peak season, orderan meningkat 10%–100%, karena adanya repeat order. Selain itu, setiap tahun saya menerima orderan untuk 30–50 sekolah,” kata Didi, yang juga menerima redesign untuk bangku, kursi, lemari, dan sebagainya. Sehingga, tampilan kelasnya menjadi lebih cantik dan lapang.

Perlu diketahui, ia menambahkan, meski banyak yang bergerak di bisnis semacam ini, tapi pasar bisnis ini masih lebar. Karena, jumlah sekolah di negara kita sangat banyak. Apalagi, baru-baru ini, banyak bermunculan sekolah-sekolah alternatif, sebagai dampak ketidakpuasan orang tua murid terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Misalnya, sekolah alam atau sekolah Islam terpadu yang memiliki 1.400 member.

“Jadi, harap maklum, bila saat peak season, saya sampai menolak orderan. Sebab, waktu pembuatannya hanya enam bulan.Padahal, kapasitas produksi saya maksimal hanya untuk 50 sekolah,” pungkas Didi, yang kini produknya sudah tersebar di seluruh Indonesia, karena dapat dipesan secara online. Untuk itu,

Furnitur Aktif pernah diganjar penghargaan Top 50 UKM Online Indonesia Terbaik oleh Google pada tahun 2013.

Check Also

Harus Pandai Membaca Karakter Orang

Fairuz (Redline Bags)   Membangun bisnis di dalam bisnis dan satu sama lain berhubungan itu …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *