Home / Liputan Utama / Harus Pandai Membaca Karakter Orang

Harus Pandai Membaca Karakter Orang

Fairuz

(Redline Bags)

 

Membangun bisnis di dalam bisnis dan satu sama lain berhubungan itu perkara gampang. Tapi, tidak berarti tidak ada masalah. Karena, di dalamnya ada orang-orang dengan berbagai karakter. Artinya, jika tidak pandai-pandai mengamati dan lalu mengatasi apa yang menjadi ganjalan di antara mereka, bukan tidak mungkin gesekan akan terjadi yang berimbas pada kestabilan bisnis. Fairuz tahu itu dan bisa meng-handle-nya, sehingga Redline pun terus berdiri dan melaju

 

e-preneur.co. Pasar bisnis tas, di Jakarta saja, masih sangat luas. Sementara, para pelaku bisnisnya masih sangat sedikit. Tidak mengherankan, jika mereka tidak perlu berebut order (dan konsumen). Karena, order itu selalu ada. Bahkan, hingga membuat mereka kewalahan untuk memenuhinya.

Kewalahan (dan ingin fokus pada satu jenis tas saja), juga menjadi alasan atau latar belakang Fairuz membuka kursus pembuatan tas, Redline. “Redline adalah sebuah pabrik pembuatan tas, yang hadir pada tahun 2011. Orderan utama kami berupa tas koper. Dengan demikian, jika ada pesanan di luar koper selalu kami tolak,” kata Fei, sapaan akrabnya.

Ketika menemui kendala, mantapkan hati Anda untuk tetap meneruskan bisnis yang sedang dijalankan

Namun, pesanan berupa tas perempuan terus mendatangi Redline. Hal ini, menimbulkan ide dalam benak Owner Redline ini untuk membuka kursus pembuatan tas. Apalagi, para karyawannya selalu libur setiap Sabtu dan Minggu. Sehingga, terpikir untuk memberi mereka pekerjaan tambahan. Di sisi lain, ia yakin bahwa di luar sana ada banyak orang yang ingin mempunyai usaha sendiri.

Lalu, pada akhir tahun 2013, ia membuka kursus pembuatan tas. Sistem pengajaran dalam kursus tersebut, terbagi menjadi tiga tahap dan setiap tahap dilakukan dengan dua kali datang. Tahap-tahap pengajaran tersebut, pertama, pembuatan pola yang bisa sampai 15 pola tas yang berbeda-beda, yang dilakukan di atas kertas pola dan nantinya harus mereka simpan. Dilanjutkan dengan potong bahan berdasarkan pola tadi.

Kedua, menjahit bahan yang telah dipotong, berdasarkan pola. Proses ini dilakukan di pabrik Redline. “Pada tahap ini, bagi mereka yang belum pernah menggunakan mesin jahit, kami ajari cara menggunakannya,” ucap sarjana D-3 secretary dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi dan Sekretari Tarakanita, Jakarta, ini. Tahap ketiga, pemasangan aksesoris.

Setelah lulus, mereka diberi sertifikat dan langsung mendapatkan order dari Redline. Berapa banyak order yang diberikan, sangat tergantung pada tingkat kemahiran mereka selama mengikuti kursus. Untuk itu, Redline juga mengeluarkan rapor, sehingga mereka dapat mengetahui sendiri sejauh mana kemampuan mereka.

Untuk pesertanya, Redline tidak mempunyai kriteria. Mereka bisa berasal dari kalangan mana pun dan apa pun, seperti karyawan, mahasiswa, pensiunan, dan sebagainya. “Semuanya kami terima, asal mempunyai niat,” lanjut Fei, yang setiap kali buka kelas menerima tiga peserta. Jika kurang dari jumlah itu, ia akan menundanya dulu.

Bisa jadi, ia menambahkan, peserta tidak lulus dan harus mengulang. Untuk itu, yang bersangkutan tidak perlu membayar biaya kursus sebesar sebelumnya. Selain itu, bebas bertanya tentang apa pun yang selama ini belum dipahami.

Kendati kursus pembuatan tas ini dimaksudkan sebagai pengembangan usaha yang berkesinambungan, tapi tetaplah sebuah bisnis baru. Mengingat, yang dikerjakan merupakan bidang kerja baru dan hasilnya berupa produk baru. Untuk itu, masalah-masalah yang harus dihadapi pun baru.

Menurut Fei, masalah yang muncul secara internal yaitu kekuatiran karyawan seniornya yang ditugaskan untuk mengajari para peserta kursus dan karyawan-karyawannya yang lain. “Jika jumlah peserta semakin banyak, bahkan ada di antaranya yang lebih pintar dari mereka, mereka kuatir tidak akan digunakan lagi. Tapi, saya katakan kepada mereka kalau hal itu tidak mungkin terjadi. Karena, pasar bisnis tas itu masih sangat luas, sedangkan yang bermain di sini masih sangat sedikit,” ujar perempuan, yang membawahi sekitar 14 karyawan ini.

Sedangkan secara eksternal yaitu lantaran merasa membayar biaya kursus, beberapa peserta justru bersikap tidak konsisten. Hal ini, dipicu oleh rasa bosan dan capek karena harus selalu datang dan setiap kali datang bisa menghabiskan waktu 5–6 jam.

“Saya katakan kepada mereka bahwa untuk mengikuti kursus ini mereka memang harus membayar. Namun, nanti, jika mereka sudah mendapat order, penghasilan yang mereka terima akan berlipat-lipat banyaknya dari uang kursus yang telah mereka keluarkan. Selain itu, saya ajak mereka melihat saat saya melakukan negosiasi dengan klien. Sehingga, mengetahui berapa rupiah yang diterima dari bisnis ini. Hal ini, membuat mereka terpancing,” lanjut Fei, yang setiap bulan memenuhi pesanan sebanyak 500–1.000 koper.

Di samping itu, Fei juga harus pandai-pandai membaca karakter para peserta. “Ada yang terus-menerus bertanya, yang lain disuruh nginjak mesin jahit susah banget. Dari situ, saya dapat melihat ada yang paling sulit menerima pelajaran. Agar tidak menyusahkan yang lain, diam-diam saya pisahkan, lalu saya tambahi waktu belajarnya, dan saya ajari pelan-pelan,” ungkap kelahiran Riau, 20 Januari 1986 ini.

Kursus semacam ini, sebenarnya belum pernah ada. Sehingga, menarik perhatian perusahaan-perusahaan tas berskala besar untuk mengkursuskan karyawan mereka. Bahkan, seorang Ibu yang bersuamikan pria Jepang dan tinggal di Jepang, saat suaminya dipindahtugaskan ke Indonesia, ia langsung menghubungi Fei dan mengikuti kursus yang telah meluluskan 30 peserta ini.

“Jika berminat mengikuti kursus ini, silahkan datang ke tempat saya. Nanti, setelah bertemu, saya akan memberi tahu mereka tentang berapa biaya kursus, kunjungan ke pabrik, berapa order yang akan mereka terima, dan sebagainya agar mereka tidak berpikir macam-macam. Kalau mereka sreg, maka tinggal menentukan waktu untuk kursus,” jelas Fei, yang juga berpromosi melalui website (www.redlinebags.com).

Berbicara tentang prospeknya, khususnya yang berkaitan dengan pasar bisnis tas, tentu saja sangat bagus. Terbukti dengan Redline, yang mengusung konsep made by order dan sudah menjalin kerja sama secara kontinyu dengan klien-klien besar yang tersebar di Jakarta, Palembang, Yogyakarta, dan lain-lain. Sementara untuk pasar mancanegara, pernah memenuhi pesanan dari Swedia dan IKEA Prancis. Untuk itu, ke depannya, Fei hanya ingin mengembangkan bisnis-bisnis yang sudah ada saat ini dan nantinya merambah pasar mancanegara.

 

Tips dari Fairuz

Ketika baru memulai usaha, ketika sepi order atau pembeli, rata-rata pelaku bisnis akan merasa ragu untuk meneruskan bisnis tersebut atau tidak. Untuk itu, dimantapkan saja hati untuk meneruskan bisnis tersebut

 

Check Also

Fokus Hanya Pada Satu Bisnis

Erwien Indrasanti (R-Win Crochet)   Pengalaman adalah guru yang paling baik. Hal itu, sudah dibuktikan …