Home / Kiat / “Jika Sudah Berkutat dengan Pemasaran, Jangan Lupa Berproduksi”

“Jika Sudah Berkutat dengan Pemasaran, Jangan Lupa Berproduksi”

Bisnis Patung Poliresin

Para pengusaha biasanya akan terlena, bila sudah berkutat dengan pemasaran. Sehingga, lupa berproduksi. Begitu, menurut Muchsin. Sehingga, ia lebih memilih berkutat pada produksi, sementara pemasaran diserahkan ke mitra-mitranya. Hasilnya, patung-patung poliresin buatannya memiliki banyak item yang digemari para pelanggan fanatiknya

e-preneur.co. Ketika Anda sedang cuci mata di outlet aksesori rumah, apa yang Anda lakukan begitu melihat tulisan “pecah berarti membeli”? Anda tentu akan segera menjauhinya, bukan? Meski Anda ingin sekali membeli benda-benda tersebut.

Menurut Muchsin Sungkar, pengrajin patung poliresin, hal itu merupakan sistem pemasaran yang salah. Sebab, sistem ini membuat calon konsumen akan cenderung menghindar daripada “dipaksa” membeli benda yang bak buah simalakama ini.

Dengan pemikiran dari 1 menjadi 10, dari 10 menjadi 100, dan dari 100 menjadi 1.000, Muchsin memilih menerapkan sistem sesegera mungkin mengganti produk yang cacat atau rusak, yang telanjur dibeli konsumennya. “Terlepas siapa yang salah dalam hal ini, asal mereka mengatakannya secara jujur,” tegasnya.

Selain itu, dalam memasarkan patung-patung yang mirip keramik ini, Muchsin yang sudah membangun bisnis ini 30-an tahun lalu dengan modal Rp100 juta, juga lebih memilih menggunakan tangan orang lain. Dalam arti, mitra kerjanya “mengambil” barang produksinya, lalu menjualnya lagi dengan menggunakan brand mereka sendiri. Sedangkan, dia memilih berkutat di bidang produksi.

Meski, kedua bidang tersebut sebenarnya dapat dikerjakannya secara bersamaan. “Itu ‘kan hanya salah satu cara untuk meraih pasar,” kilahnya.

Pekerjaan produsen itu “ongkang-ongkang” sambil menuangkan ide

Berdasarkan pengalaman, Muchsin melanjutkan, seorang pengusaha biasanya terlena bila sudah berkutat dengan pemasaran. Sehingga, lupa berproduksi. “Apa lagi, patung poliresin ini handmade. Jadi, menitikberatkan keterampilan. Karena itu, saya lebih memilih tetap berada di bidang produksi, untuk menjaga kualitas produk,” ungkapnya.

Dia juga mementingkan kepuasan batin. “Karena itu, saya hanya akan memproduksi suatu patung, bila saya merasa mampu,” tambahnya.

Kalau pada akhirnya dia membangun brand Sun Flower’s Indonesian Handicraft (baca: Sun Flower, red.) untuk produknya, itu hanya untuk menunjukkan kepada para penggemar patung poliresin bahwa dialah pengrajinnya. “Ternyata, tanggapan mereka sangat bagus. Saya bukan hanya mendapatkan penggemar patung poliresin, melainkan juga konsumen-konsumen baru,” katanya.

Namun, kemunculan Sun Flower tidak untuk menjadi pesaing mitranya dan juga tidak akan mengurangi hak mereka. Mereka tetap diperbolehkan menggunakan atau tidak menggunakan brand mereka sendiri. Di samping itu, dengan Sun Flower yang meraup laba bersih 15% per tahun, Muchsin juga masih mencari mitra yang benar-benar memiliki kemampuan di bidang pemasaran.

Sementara dari segi barangnya, Muchsin akan meng-cut penjualan, jika dia memprediksi barang yang sudah telanjur diproduksi ternyata kurang diterima pasar. Meski, sudah memenuhi unsur seni, gaya hidup, dan loyalitas konsumen. “Biasanya, saya jual dengan harga murah. Lantas, uangnya saya sumbangkan ke orang-orang yang membutuhkan,” ujarnya, tanpa bermaksud sombong.

Sedangkan untuk menghindari kejenuhan pasar, Muchsin bisa saja secara tiba-tiba “menutup” suatu item. Meski, masih digandrungi konsumen. “Kalau pasar sudah tidak jenuh lagi, barangnya akan saya produksi lagi. Saya tidak ingin ikut tren,” ucapnya.

Agar konsumen tidak mencari-cari, jauh-jauh hari dia sudah memberi tahu mereka. Muchsin akan “menutup” produksinya setiap 3–6 bulan sekali dan akan memproduksinya lagi dua tahun kemudian.

Untuk mengisi kekosongan, produk yang menghilang diganti dengan produk-produk baru. “Jadi, kesannya kami ini tidak cuma bisa membuat produk itu doang,” tambahnya.

Karena itulah, aksesori rumah yang digemari para Ibu rumah tangga ini (60%–70% nya merupakan WNI keturunan Cina, red.), selangkah lebih maju daripada para pesaingnya. Meski, tidak memiliki outlet.

Dalam sebulan, Sun Flower yang memiliki 1.500 item (1.200 item di antaranya merupakan produk masal, sementara sisanya merupakan pesanan khusus, red.) ini, mampu menghasilkan 25–30 patung baru. Selain itu, perusahaan yang memiliki 41 karyawan dan bengkel seluas lebih dari 700 m² ini, juga mempunyai 800 item yang terus berputar. “Dengan demikian, sirkulasinya 4.800–5.000 patung/hari,” jelasnya.

Mereka yang berminat pada patung-patung cantik berbentuk manusia dan hewan bergaya Eropa klasik, berukuran 5 cm–180 cm, serta sering dianggap buatan Cina ini dapat menjumpainya di berbagai pameran atau beberapa mal di Jakarta, Surabaya, Batam, Medan, Bandung, dan Makassar. Atau, showroomnya yang terletak di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta.

Rencana ke depan, Muchsin akan mengembangkan item produk yang digemari para artis dan pemilik hotel berbintang lima ini dan memiliki mitra bisnis yang khusus mengurusi pemasaran. Sehingga, dia bisa ongkang-ongkang sambil menuangkan ide. “Saya ingin membentuk market, setelah selama ini selalu diatur oleh market,” pungkasnya.

Check Also

“Naik Kelas” dengan Mengganti Gerobak Dorong dengan Outlet Permanen Berkonsep Restoran

Bakmi Gila Usaha kakilima banyak diminati para pelaku usaha. Selain itu, konsep PKL mempunyai potensi …