Baju Handuk
Handuk hanya akan tetap menjadi handuk, bila tidak ada tangan kreatif yang mengubahnya menjadi barang yang bernilai lebih. Seperti Iwa, yang mengubah handuk bukan sekadar pengering tubuh setelah mandi, tapi juga mampu menutupi aurat laiknya baju. Imbasnya, pemesanan semakin mengalir
e-preneur.co. Ibu-ibu, apa yang dilakukan putra-putri Anda usai mandi? Tentu, mereka segera keluar dari kamar mandi, melemparkan handuk ke sembarang tempat, lantas berlarian kesana kemari dengan tubuh basah kuyup dan telanjang, bukan?
Selanjutnya, mereka akan menclok ke atas tempat tidur, sofa, atau bahkan berguling-guling di atas karpet/lantai. Sehingga, tubuh mereka berpeluh dan kotor lagi atau kedinginan.
Polah mereka yang tidak sopan dan sehat tersebut, pasti akan membuat Anda naik pitam atau harus bekerja ekstra. Karena, Anda akan mengejar-mengejar mereka sambil membawa handuk, untuk mengeringkan atau menutupi tubuh telanjang mereka. Kondisi ini pula yang dialami Miswati Dusni, Ibu empat anak.
Perempuan yang biasa disapa Iwa ini, sejak kecil diajarkan untuk menutupi auratnya. Terutama, setelah mandi. Ia ingin menerapkan ajaran orang tuanya itu kepada putra-putrinya. Tapi, ternyata, itu tidak semudah menjentikkan jari.
Semula, wanita yang sudah berbisnis sejak tahun 1997 ini, mencoba mengatasinya dengan memberi aplikasi gambar-gambar lucu pada handuk anak-anaknya. Kemudian, membuat kimono berbahan handuk (kimono handuk). Tapi, dalam perjalanannya, ia merasa risih sendiri kalau harus menghanduki anak-anaknya dengan kimono handuk tersebut.
Oktober 1997, terlintas dalam benak Iwa untuk melubangi bagian tengah handuk anak-anaknya. Sehingga, mirip dengan kerah baju/kaus. Dengan memasukkan kepala mereka ke dalam lubang tersebut, maka handuk itu tidak akan jatuh.
Sementara agar tubuh telanjang mereka tertutupi, di bagian samping kanan dan kiri handuk itu dijahitkan tali. Sehingga, tubuh mereka tidak cuma kering, tapi juga hangat dan tampak sopan. Sebab, seluruh tubuh (dari kepala hingga paha, bahkan betis) tertutupi.
“Awalnya, saya hanya membuatnya dari handuk polos dan untuk anak-anak saya. Mereka sangat menyukai. Dalam perkembangannya, saya menambahkan aplikasi bordiran tokoh-tokoh kartun kesayangan mereka. Selanjutnya, saya menambahkan aplikasi nama mereka,” tutur Iwa, yang banyak memperoleh masukan tentang aplikasi gambar dari putra bungsunya.
Mengeringkan tubuh, membuat hangat, dan menutup aurat
Kemudiam, ia memajang hasil kreasinya itu di outlet-nya yang berada di Galeri UKM Citos (Cilandak Town Square), Jakarta Selatan. Ternyata, banyak pengunjung yang tertarik untuk membeli langsung atau memesan. Imbasnya, Januari 2008, Iwa pun mengalihkan bisnisnya semula ke bisnis produk yang diistilahkannya baju handuk ini.
Dalam perkembangannya, atas permintaan seorang pelanggan, baju handuk tersebut ditambahi kerudung atau tutup kepala (Spanyol: capuchon, red.). “Ternyata, pelanggan-pelanggan saya yang lain juga menyukai model ini. Sehingga, baju handuk yang pada awalnya khusus ditujukan untuk anak-anak, juga diminati orang-orang dewasa. Terutama, para ibu. Untuk mereka, saya menambahkan aplikasi sesuai dengan permintaan atau usia mereka,” jelas kelahiran Palembang itu.
Baju handuk yang bentuknya mirip jubah tradisional perempuan Meksiko (Meksiko: huipile, red.) ini dibandrol dengan harga yang lumayan mahal, menurut beberapa konsumen. Maklum, karena cuma handuk yang kebetulan berbentuk baju.
“Namun, baju handuk ini terbuat dari handuk-handuk kualitas impor. Selain itu, memiliki warna-warna cerah yang berbeda dengan handuk-handuk lain. Teknik bordir yang saya gunakan juga cukup memakan biaya produksi. Lebih dari itu, baju handuk yang dapat pula digunakan sebagai pengganti kimono handuk saat berenang ini, mampu bertahan selama dua tahun. Jadi, tidak terlalu mahallah,” papar Iwa, yang sengaja tidak membuang merek handuknya.
Tapi, tidak berarti sarjana teknik sipil dari Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta, ini tidak ingin menurunkan harga produknya. Untuk menekan biaya produksi, ia menjalin kerja sama dengan para pemasok bahan baku produknya. Imbasnya, semakin banyak pesanan yang ia terima.
Setiap bulan, Iwa dengan dibantu dua tukang bordir dan seorang tukang jahit, mampu menghasilkan 500 lembar baju handuk berbagai ukuran. 75% total produksi diserap pasar, yang tidak melulu di Jakarta, tapi melalui tangan kedua juga merambah Makassar, Surabaya, Kudus, Purworejo, Cirebon, dan Samarinda. Bahkan, ia sempat mendapat ajakan untuk menjajagi pasar Prancis.
Namun, tidak berarti bisnis yang dibangun dengan modal awal Rp500 ribu dan setiap bulan mampu membukukan omset rata-rata puluhan juta rupiah ini, tidak memiliki kendala. Sebab, handuk sebagai bahan baku utama produknya tidak selalu tersedia. Karena, di samping handuknya bukan sembarang handuk, warna-warnanya yang cerah tersedia dalam jumlah yang terbatas.
“Padahal, warna-warna ini sangat disukai anak-anak,” ujarnya. Untuk mengatasinya, ia membeli handuk sebanyak-banyaknya dan lalu menimbunnya, ketika warna-warna handuk yang ia inginkan sedang ada.
Berbicara tentang prospeknya, menurut Iwa, terbilang cerah. Karena, produk ini tidak membosankan. Terbukti, konsumen terus membeli ketika ia mengikuti berbagai bazar.