Home / Kolom / Pertapa Muda dan Kepiting

Pertapa Muda dan Kepiting

e-preneur.co. Di suatu sore yang teduh, seorang pertapa muda tampak sedang meditasi di bawah pohon yang tumbuh tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang memusatkan pikiran, tiba-tiba pikiran pertapa itu terpecah oleh suara gemericik air yang tidak beraturan.

Perlahan-lahan, pertapa itu membuka kedua matanya. Pandangannya mengarah ke tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal.

Di sana, tampak seekor kepiting yang sedang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai. Agar, tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, pertapa itu merasa kasihan. Ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting, dengan maksud membantunya.

Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari pertapa muda. Meski jarinya terluka lantaran jepitan capit kepiting, tapi hati pertapa itu puas. Karena, ia bisa menyelamatkan si kepiting.                

Kemudian, ia melanjutkan kembali pertapaannya. Namun, belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai.

Ternyata, kepiting tadi kembali mengalami kejadian yang sama. Pertapa muda itu mengulurkan lagi tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh si kepiting.

Namun, kemudian, kepiting itu terseret arus lagi. Dan, sang pertapa menolongnya lagi. Hingga, jari tangannya semakin membengkak karena jepitan capit kepiting.                                  

Melihat kejadian itu, seorang pria tua datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, “Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tapi, mengapa demi menolong seekor kepiting, engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?”                            

“Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan, saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Karena itu, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka. Asalkan, bisa menolong nyawa makhluk lain. Walau, itu hanya seekor kepiting,” jawab pertapa muda, dengan hati puas karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik. 

Mendengar jawaban pertapa muda, orang tua itu memungut sebuah ranting. Lantas, ia mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya.

“Lihat, anak muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, betulkan?” katanya.                                                 

Seketika itu, sang pertapa tersadar. “Terima kasih, Paman. Hari ini, saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman ajarkan,” ujarnya.

Catatan                                                                  

  • Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain merupakan perbuatan yang mulia. Entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun.               
  • Tapi, kalau cara kita salah, seringkali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukan memecahkan masalah, justru menjadi bumerang. Kita yang semula tidak mengetahui apa-apa dan hanya berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.                
  • Karena itu, niat dan tindakan berbuat baik seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak.
  • Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan bagi kita yang membantu.                                      

Sumber: Entrepreneur Camp

Foto: neutron.co.id

Check Also

Pemenang Kehidupan

e-preneur.co. Suatu hari, dua sahabat menghampiri sebuah lapak untuk membeli buku dan majalah. Si penjual …