Kepiting Bakau
Kepiting Bakau selain diketahui bernilai ekonomi tinggi, juga mempunyai nilai ekologi tinggi bagi kelestarian ekosistem mangrove. Tapi, penangkapan besar-besaran terhadap hewan bercapit itu membuatnya hilang di alamnya dan lingkungannya rusak. Lalu, BBRPBL Gondol berupaya melakukan pembenihan. Meski tidak mudah dan membutuhkan waktu, tapi pada akhirnya berhasil
e-preneur.co. Kepiting Bakau termasuk salah satu komoditas perikanan, yang bernilai ekonomi di kawasan Indo-Pasifik. Tapi, selama ini, Indonesia lebih mengandalkan hasil penangkapan di alam ketimbang membudidayakannya.
Imbasnya, intensitas penangkapan Kepiting Bakau ini terus meningkat dan tidak peduli, apakah itu berukuran konsumsi atau berukuran kecil yang lebih layak dijadikan benih. Sehingga, di beberapa daerah terjadi penangkapan yang berdampak rusaknya populasi binatang ini di alam
Untuk mengimbangi laju penangkapan itu, maka diupayakan pembenihan terkendali, seperti yang dilakukan Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali. Ya, sejak beberapa tahun lalu, BBRPBL tersebut telah berhasil memproduksi benih Kepiting Bakau spesies Scylla paramamosain, di samping menjalin kerja sama penelitian dengan Bribie Island Aquaculture Research Center (BIARC) Australia.
Sekadar informasi, Kepiting Bakau memiliki empat spesies yakni Scylla serrata, Scylla tranquebarica, Scylla paramamosain, dan Scylla olivacea yang semuanya dapat ditemukan di Perairan Indonesia. BBRPBL Gondol menggunakan Scylla paramamosain sebagai Induk, sedangkan BIARC Australia menggunakan Scylla serrata.
Induk yang digunakan dalam pembenihan itu, harus memenuhi syarat berupa Kepiting Bakau betina dewasa dengan lebar karapas lebih dari 12 cm. Selain itu, dalam kondisi sehat yang terlihat dari warnanya yang cerah, anggota tubuhnya lengkap, dan responnya cepat jika kaki berenangnya ditarik.
Induk Kepiting Bakau yang baru diambil dari laut, disarankan agar direndam terlebih dulu dalam air garam bersih berkadar 25 ppt‒34 ppt selama 3 menit‒5 menit, untuk menghindarkannya dari dehidrasi selama transpotasi menuju tempat budidaya. Selama dalam perjalanan, sebaiknya si Induk juga disimpan dalam kondisi suhu rendah. Sesudahnya, ia direndam dalam larutan formalin berkadar 200 ppm selama 15 menit‒20 menit untuk mencegahnya dari kontaminasi dari luar.
Sintasannya 70%‒80%
Sementara bak pemeliharaan Induk berupa bak beton atau fiberglass, dengan menggunakan substrat pasir putih setebal 5 cm dan sistem air mengalir. Ketinggian air dalam tangki berkisar 40 cm‒50 cm. Kepadatan tebar Induk dalam bak berkisar satu ekor per meter persegi.
Pemberian pakan berupa daging Kerang Laut dan Ikan Runcah dengan perbandingan 1:1. Sementara dosisnya 15% bobot tubuh Induk dengan tingkat kematangan gonad (TKG) I. Dosis diturunkan menjadi 5% pada TKG IV atau menjelang pemijahan.
Pemijahan Induk Kepiting Bakau biasanya terjadi 1 minggu‒2 minggu setelah dipelihara dalam bak. Waktu pemijahan berlangsung pada malam hari.
Induk yang sedang bunting, sebaiknya direndam dalam larutan formalin berdosis 50 ppm selama satu jam, untuk menghilangkan parasit dan jamur yang menempel pada massa telur.
Pemijahan berlangsung 8 hari‒10 hari dalam suhu 29°C‒30°C. Selama pemijahan, Induk Kepiting Bakau tidak diberi makan untuk menjaga kebersihan lingkungannya. Telur akan menetas pada pagi hari.
Sebelum melakukan penebaran larva, sebaiknya suhu air disesuaikan dengan yang ada di bak penetasan. Perbedaan suhu diusahakan hanya berkisar 1°C. Sementara kepadatan tebar larva berkisar 50 ekor‒100 ekor per liter.
Tingkatan/stadia Kepiting Bakau terdiri dari zoea-1 sampai dengan zoea-5 berlangsung 12 hari‒14 hari; megalopa berlangsung 7 hari‒10 hari; dan selanjutnya krablet (kepiting muda).
Setelah mencapai stadia megalopa, dilakukan pemanenan dan pemindahan ke dalam bak pendederan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kanibalisme. Sebab, megalopa sudah dapat berenang dengan cepat dan memiliki sepasang capit untuk menangkap mangsanya.
Pendederan berlangsung selama dua minggu hingga mencapai stadia krablet-2 sampai krablet-4. Pendederan dengan kepadatan 250 ekor‒1.000 ekor per rm dan menggunakan shelter berupa karang dan waring, dapat menghasilkan sintasan sebesar 70%‒80% krablet-2 sampai krablet-4 yang selanjutnya sudah siap ditebar di tambak.