Kreasi Jamur Tiram
Bagai jamur di musim hujan. Begitulah, keberadaan Jamur Tiram di Medan. Tapi, belum banyak yang mampu mengolahnya menjadi berbagai makanan ringan. Hal ini, menjadi celah yang gurih bagi Arihta. Melalui Vanmek, ia bukan hanya mengolah Jamur Tiram menjadi jamur krispi yang sudah “menjamur”, melainkan berbagai camilan lain
[su_pullquote]Meski produk semacam ini banyak ditemui di Jawa, tapi di Sumut belum banyak. Jadi, prospek usaha camilan berbahan baku Jamur Tiram di Sumut akan cerah ke depannya[/su_pullquote]
e-preneur.co. Di Medan, Sumatra Utara (Sumut), petani Jamur Tiram sangat banyak. Tapi, masih sangat sedikit yang mampu mengolah jamur ini menjadi produk siap santap.
Hal itu, memancing perhatian Arihta Pandia bersama suaminya, Yuswin Iskandar. Hingga, akhirnya, mereka membangun usaha bertajuk Vanmek pada tahun 2012.
Pada mulanya, sebagai auditor halal di Majelis Ulama Indonesia Sumut, Arihta sering ditugaskan melakukan survei perusahaan-perusahaan yang memohon registrasi halal produk. “Jadi, saya kerap melihat produk-produk kuliner yang menarik. Sampai, suatu ketika, saya berpikir tidak ingin hanya datang mensurvei, tapi juga menciptakan celah usaha sendiri,” kisahnya.
Pilihannya langsung jatuh ke Jamur Tiram. Karena, sepengetahuannya, jamur ini mempunyai banyak manfaat. Di antaranya, mengurangi kolesterol, mengatasi penyakit jantung, lever, dan lain-lain.
“Apalagi, saya kenal banyak asosisasi petani Jamur Tiram di Sumut. Tapi, para petani ini kebanyakan hanya mampu membudidayakannya, namun tidak bisa mengolahnya menjadi suatu produk,” lanjutnya.
Alhasil, ia menambahkan, begitu panen membludak, mereka bingung mau dikemanakan hasilnya. Apalagi, dalam keadaan segar, daya tahan Jamur Tiram cuma dua hari. “Akhirnya, saya mencoba mengolahnya menjadi jamur krispi. Sehingga, kawan-kawan petani jamur dan saya bisa saling kerja sama,” tuturnya.
Pada awal pembuatan jamur krispi, Arihta mengalami beberapa kali kegagalan. Misalnya, saat ia membagikan tester ke rekan-rekannya, mereka berkomentar jamur krispinya keras karena kebanyakan tepung.
Untuk menyempurnakan produk, ia memutuskan mengikuti kursus masak-memasak secara online di Tristar Culinary Institute, Surabaya. Setelah menemukan formula terbaik, ia mengemas produknya dengan apik dalam ukuran 70 gr dan 250 gr.
Lantas, ia tawarkan ke kantin-kantin sekolah dan supermarket terdekat dari rumahnya, yang terletak di Komplek Citra Seroja, Medan Sunggal. “Responnya positif,” ujar alumnus Universitas Sumatera Utara jurusan apoteker ini.
Dalam perkembangannya, Arihta dan suaminya juga memproduksi jamur stik, jamur cokelat, dan jamur peyek. Untuk itu, mereka berproduksi secara berselang-seling untuk masing-masing varian produk.
Kendala? “Di Medan, tidak ada kemasan aluminium foil kombinasi yang kami gunakan untuk mengemas produk. Hanya ada di Jakarta dan itu agak menyulitkan. Sebab, ada biaya sendiri untuk mendatangkannya dari Jakarta. Meski, sejauh ini masih bisa diatasi,” beber perempuan, yang membangun usahanya dengan modal awal sebesar Rp15 juta, yang digunakan untuk membeli penggorengan dan pengering minyak.
Sementara berbicara tentang prospek, Aritha yakin, ke depan usaha camilan berbahan baku Jamur Tiram akan cerah. “Kendati produk semacam ini banyak ditemui di Jawa, tapi di Sumut belum banyak. Jadi, ini celah usaha yang sangat menjanjikan,” pungkas Arihta, yang juga memproduksi kerupuk Jamur Tiram dan Jamur Tiram eggroll.