Home / Kiat / Bertahan dengan Kualitas Produk

Bertahan dengan Kualitas Produk

Perusahaan Rokok Sintren

(Rokok Klembak Menyan)

 

Meski terdesak oleh perkembangan zaman, yang menyebabkan generasi sekarang beralih ke rokok kretek atau rokok putih, tapi Perusahaan Rokok Sintren yang menghasilkan dan memasarkan rokok klembak menyan tetap ada hingga saat ini. Kiatnya sederhana saja yaitu menjaga kualitas produk dan yakin tetap ada orang-orang, yang akan mengisap rokok khas “rakyat jelata” ini

 

[su_pullquote]Rokok itu berhubungan dengan rasa, sementara rasa berhubungan dengan kualitas[/su_pullquote]

e-preneur.co. Rokok putih atau rokok kretek, para perokok, khususnya, pasti sudah paham sekali. Tapi, bagaimana dengan rokok klembak menyan?

Rokok klembak menyan, dikenal juga dengan istilah rokok siong, adalah rokok yang terbuat dari olahan daun tembakau, akar klembak, dan getah pohon kemenyan, yang lalu dilinting atau digulung dengan kertas papier. Rokok ini, populer di kalangan rakyat jelata (petani dan buruh) di pesisir selatan Pulau Jawa. Mengingat, harganya sangat terjangkau.

Industri rokok klembak menyan, berdasarkan sejarahnya, hadir untuk pertama kalinya di Gombong pada tahun 1925. Kemudian, pada tahun 1928, perusahaan rokok klembak menyan yang kedua hadir. Perusahaan ini berskala menengah. Lalu, pada tahun 1929, tiga perusahaan rokok klembak menyan yang berikutnya muncul, dalam skala kecil.

Pada sekitar tahun 1950, hadir perusahaan rokok klembak menyan lagi yang menamai produknya, salah satunya, Sintren. Sehingga, ia lebih dikenal dengan nama Perusahaan Rokok Sintren (baca: Sintren, red.). Sintren dibangun oleh pasangan suami istri Agus Subianto dan Setiawati, di Jalan Puring, Gombong.

Pada awal berdirinya, Sintren mempunyai banyak pesaing. Hingga, ia menempati posisi paling bawah. Bahkan, saat hampir menapaki posisi puncak, Sintren harus merosot lagi. Kejadian sekitar tahun 1960 itu, disebabkan salah perhitungan. Imbasnya, kehabisan modal.

Setelah memperoleh karyawan yang handal dalam kalkulasi, Sintren pun bangkit lagi dan bertahan hingga saat ini. Bahkan, pernah mengalami masa jaya pada sekitar tahun 1970−1980, yang terlihat dari 1.000 pegawai yang dimilikinya.

Bukan cuma itu, selain di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa (Purwokerto, Gombong, Kebumen, Majenang, dan Yogyakarta), pemasarannya juga merambah Pulau Sumatera, khususnya Jambi. Mengingat, di sana banyak transmigran yang berasal dari Kebumen.

Ya, Sintren, khususnya, dan rokok klembak menyan pada umum memang sangat digemari. Selain memang enak menurut penggemarnya, juga full herbal. “Bahan bakunya kan dari (akar) klembak yang salah satu fungsinya yaitu untuk melancarkan buang air besar dan (getah pohon) kemenyan atau menyan yang antikanker. Bahkan, klembak sering dijadikan bahan baku jamu,” jelas Edy Hendrawanto, pemilik Perusahaan Rokok Sintren.

Karena itu, Edy menjamin jika rokok klembak menyan tidak berbahaya. Hal ini, ia buktikan dari para pegawainya yang bertahan hidup dan sehat hingga usia 75 tahun. “Padahal, mereka semua merokok dan setiap hari saya jatah dua batang. Kalau memang berbahaya, tentu sudah dari dulu mereka meninggal,” paparnya.

Edy memegang kendali atas Sintren pada tahun 1988. Atau, setahun setelah ia lulus kuliah dari Universitas Tarumanagara, Jakarta. “Orang tua memberi saya ‘mandat’ untuk melanjutkan usaha ini. Lantaran, direktur sebelumnya sakit hingga tidak mampu bekerja lagi. Saya pun langsung menenpati posisi sebagai direktur,” kisahnya.

Sebenarnya, sarjana ekonomi manajemen ini melanjutkan, orang tuanya masih meragukan kemampuannya. Mengingat, saat itu, Edy baru berumur 26 tahun dan belum mempunyai pengalaman kerja. Tapi, mereka juga menyadari tidak mudah mencari karyawan sekelas direktur sebelumnya. “Jadi, orang tua saya berspekulasi apakah saya bisa menjalankan usaha ini atau tidak,” tuturnya.

Saat Edy mulai memegang kendali, kondisi perusahaan ini mulai goyah. Bukan karena anak ketujuh dari sembilan bersaudara ini tidak mampu, melainkan lantaran bermunculannya rokok kretek dengan kualitas rendah dan harga sangat murah. Meski terdesak, Edy tetap bertahan dengan kualitas produk. Apalagi, kondisi itu juga tidak berpengaruh pada pemasaran.

Yang justru menjadi masalah bagi perusahaan ini, justru berkurangnya jumlah konsumen. Bukan karena mereka beralih ke rokok kretek, melainkan karena mereka sudah meninggal. “Perokok Sintren merupakan orang-orang zaman dulu, yang sekarang sudah sepuh atau bahkan meninggal. Sementara generasi sekarang, cenderung lebih menyukai rokok kretek atau rokok putih,” ungkap kelahiran Gombong, 4 Maret 1962 ini.

Namun, tidak berarti Edy pasrah dengan keadaan ini. Ia masih berharap pada orang-orang yang secara ekonomi sangat pas-pasan di mana mereka tidak mampu membeli rokok kretek, lalu akhirnya beralih ke rokok klembak menyan. Mengingat, rokok ini harganya memang sangat murah. Sintren menjualnya Rp27.000,- per bungkusnya (1 bungkus = 100 batang, red.).

Masalah lainnya yakni jumlah pegawai yang semuanya perempuan yang semula 1.000 orang, menyusut tinggal 50 orang. Sekali lagi, lantaran usia lanjut. “Mereka sudah bekerja sejak dari orang tua saya membangun usaha ini. Saat itu, umur mereka baru 20an tahun. Yang tersisa sekarang saja sudah berumur sekitar 70−80 tahun,” katanya.

Seandainya jumlah mereka nanti semakin lama semakin berkurang karena usia, Edy belum mempunyai pemikiran mau melakukan apa. Kecuali, berharap pada orang-orang di sekitar perusahaan, yang hidupnya sangat pas-pasan dan yang membutuhkan pekerjaan. “Merekalah yang akan saya tarik” tambahnya.

Saat itu, e-preneur.co sempat menghampiri seorang pegawai yang terlihat paling muda. Ternyata, Ibu ini baru beberapa bulan bekerja di Sintren dan umurnya “baru” 50 tahun. Ia mengatakan bahwa lebih baik bekerja di Sintren daripada hanya momong cucu dan agar mempunyai penghasilan.

Imbas dari menyusutnya jumlah pegawai tentu kapasitas produksi. Dan, hal ini, tidak dapat diatasi dengan menghadirkan mesin, misalnya. Mengingat, rokok ini mempunyai bentuk yang berbeda dengan rokok kretek. Sementara klembak sebagai salah salah bahan bakunya, berbentuk kristal yang notabene tajam. Sehingga, saat pelintingan dengan menggunakan mesin akan membuat kertas papier-nya pecah atau robek. “Kami pernah mencobanya,” ujarnya.

Jadi, singkat kata, proses produksi harus dilakukan secara manual. Meski begitu, Sintren mampu menghasilkan 40.000 batang/hari selama 30 hari kerja dan semuanya terjual. “Kini, yang dapat saya lakukan hanya mempertahankan kualitas dan kalau bisa meningkatkannya. Karena, rokok itu berhubungan dengan rasa, sementara rasa berhubungan dengan kualitas,” ucapnya.

Untuk itu, Sintren tidak mungkin menggunakan sembarang tembakau. Tembakau yang dari dulu hingga sekarang digunakan diambil dari Muntilan. Demikian pula dengan klembaknya, yang hanya diambil dari Wonosobo dan Magelang. Sementara menyannya, diambil dari Tapanuli.

Dalam bisnis keluarga, terdapat pameo: generasi pertama menemukan (membangun), generasi kedua mempertahankan dan mengembangkan, generasi ketiga menghancurkan. Dua tahun Perusahaan Rokok Sintren berada dalam kendalinya, orang tuanya meninggal. Dari sini, sebagai generasi kedua, Edy bertekad untuk memperjuangkan agar perusahaan terus ada. Dan, ia sudah membuktinya. Perusahaan Rokok Sintren bertahan hingga saat ini. Sekali pun, berada dalam kondisi perkembangan zaman yang mendesak usahanya. Sehingga, dari segi prospek kurang baik.

Namun, bila berbicara tentang persaingan, Sintren tidak memiliki pesaing yang setara. Perusahaan-perusahaan rokok klembak menyan yang masih ada hanyalah perusahaan-perusahaan kecil, dalam arti keseluruhan. Dengan demikian, Sintren menguasai pasar rokok klembak menyan.

Untuk itu, ia belum berpikir akan menyerahkan tongkat perusahaan kepada anaknya, yang baru saja lulus dari kuliahnya di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. “Sekarang, saya berharap panjang umur saja. Setidaknya, 10 tahun lagilah. Yang nanti ya nantilah, sambil jalan saja. Selain itu, saya juga berharap rokok klembak menyan bisa hidup berdampingan dengan rokok kretek,” pungkas pria, yang juga mengajar catur, bulutangkis, dan tenis meja di sebuah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ini.

 

Check Also

“Naik Kelas” dengan Mengganti Gerobak Dorong dengan Outlet Permanen Berkonsep Restoran

Bakmi Gila Usaha kakilima banyak diminati para pelaku usaha. Selain itu, konsep PKL mempunyai potensi …