Home / Kiat / Dari Bakso Malang Merambah Outlet Buah Segar dengan Maintenance dan Menjaga Brand

Dari Bakso Malang Merambah Outlet Buah Segar dengan Maintenance dan Menjaga Brand

Cak Eko

Keberhasilan mengembangkan Bakso Malang Kota “Cak Eko”, membuat Hengky Eko Sriyantono terus berekspansi ke bisnis kuliner lainnya. Setelah memperkenalkan menu ayam, bebek, soto dan es degan, ia merambah bisnis buah segar

[su_pullquote]Yang mampu bertahan yaitu bisnis makanan dan minuman yang bersifat tradisional atau memiliki ciri khas keindonesiaan yang kuat[/su_pullquote]

e-preneur.co. Selama manusia masih makan, maka selama itu pula bisnis kuliner tidak lengkang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Tapi, tidak berarti sembarang makanan dan minuman dapat bertahan dalam kancah bisnis ini.

Makanan tersebut, menurut Henky Eko Sriyantono, haruslah bersifat tradisional atau memiliki ciri khas keindonesiaan yang kuat. Seperti, soto, bakso, nasi goreng, ayam bakar, dan lain-lain.

Hal itu, sudah ditunjukkan oleh pemilik Bakso Malang Kota “Cak Eko” tersebut, sejak ia mendirikan usaha ini pada awal 2006 dengan modal Rp2,5 juta. Usaha yang dirintis dengan membuka gerai mungil di sebuah Pujasera (Pusat Jajanan Serba Ada) di Bekasi itu, ternyata berkembang pesat.

Buktinya, Bakso Malang Kota “Cak Eko” menutup tahun 2006 dengan membukukan 15 cabang. Dan, hingga penghujung tahun 2010, tercatat sudah ada 135 cabang yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air.

“Mengapa saya memilih bisnis bakso? Sederhana saja latar belakangnya. Suatu ketika, saya melihat gerai Bakso Malang di Bandara Soekarno–Hatta, Jakarta. Gerai itu begitu besar. Sehingga, saya tertarik untuk ikut terjun ke bisnis bakso. Kala saya mengetahui kalau harga sewa lokasinya Rp300 juta/tahun, saya berpikir ini bisnis yang prospektif. Di sisi lain, bakso kan makanan sepanjang masa yang dapat disantap siapa pun dan kapan pun. Dan, ternyata, pilihan bisnis saya tidak salah. Sekali pun, saat itu, orang tua saya sempat melarang. Karena, biasanya, bakso dijual dengan menggunakan gerobak yang didorong ke sana ke mari,” kisah Cak Eko, begitu ia akrab disapa.

Ya. Kini, Bakso Malang Kota “Cak Eko”, baik tipe food court, mini resto, maupun resto, telah mampu menggembungkan pundi-pundi keuangan kelahiran Surabaya, 5 Mei 1974 ini. Bukan cuma itu, Bakso Malang Kota “Cak Eko” juga memperoleh penghargaan dari berbagai pihak. Seperti, The Winner Indonesia Franchise Start-Up 2009 dan Bisnis Franchise Dengan Prospek Terbaik 2008 dari Asosiasi Franchise Indonesia dan Majalah Info Franchise.

Selain itu, pemerintah pun mulai melirik dan kemudian mengganjarnya sebagai salah satu produk unggulan untuk diekspor. Berkaitan dengan itu, pemerintah memfasilitasi Bakso Malang Kota “Cak Eko” untuk mengikuti berbagai pameran di luar negeri. Seperti, pameran di Vietnam, Manila (Filipina), Malaysia, dan Thailand guna mencari partner. Diharapkan, melalui pameran-pameran tersebut, Bakso Malang Kota “Cak Eko” bisa memiliki cabang di mancanegara.

“Hal ini, sekaligus juga mewujudkan mimpi saya yang ingin memperkenalkan Bakso Malang Kota “Cak Eko” di Asia pada tahun 2010. Lalu, membuka cabang, setidaknya, di salah satu negara tersebut di tahun 2011. Dan, memang satu gerai (franchisee) pada akhirnya saya buka di Manila awal tahun 2011 lalu. Karena, masyarakat Manila khususnya dan Filipina pada umumnya doyan makan. Di sisi lain, saat itu, di Manila tidak ada restoran Indonesia. Sehingga, peluang Bakso Malang Kota “Cak Eko” untuk ‘masuk’ sangat besar,” kata sarjana teknik sipil dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, ini.

Setelah itu, Bakso Malang Kota “Cak Eko” merambah Malaysia dengan sistem kerja sama dengan pengusaha Malaysia. Mengingat, peraturan tentang waralaba di negeri jiran itu agak ribet. “Di sana, bakso agak susah diperoleh. Kalau pun ada, rasanya sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia. Padahal, tak sedikit penduduk Indonesia yang tinggal di Malaysia,” tambahnya.

Keberhasilan Bakso Malang Kota “Cak Eko”, semakin memacu magister manajemen proyek dari Universitas Indonesia, Jakarta, ini untuk lebih menekuni bisnis kuliner. Lantas, pada tahun 2007, ia membuka Ayam & Bebek Goreng Sambel Bledeg “Cak Tri” yang hingga tahun 2010 telah mempunyai 12 cabang.

Tahun 2008, ia membuka Soto Ayam Kampoeng Suroboyo Jolali yang kemudian berkembang menjadi 25 cabang, dalam tempo dua tahun. Lalu, pada September 2010, ia membuka kedai Degan Coco Nyus. Dan, satu bulan berikutnya, ia membuka bisnis kulinernya yang terakhir (tapi belum tentu yang paling akhir) yaitu Griya Buah, sebuah outlet buah-buahan.

“Saya melihat banyak outlet buah-buahan berskala besar, yang kehadirannya cenderung ditujukan untuk kalangan atas. Sementara untuk kalangan bawah, cukup dengan mendatangi para penjual buah yang biasa menggelar dagangan mereka di pinggir jalan, dengan ‘outlet’ seadanya. Uniknya, para pedagang buah itu sama survive-nya dengan outlet buah-buahan berskala besar tersebut. Buktinya, mereka mampu meraup omset per hari jutaan rupiah,” ujar suami dari Astri Indrayana ini.

Dari situ, ia menyimpulkan bahwa berjualan buah tidak akan pernah bangkrut. Sebab, meski buah cepat busuk, tapi pembelinya banyak serta margin dan net profit-nya besar sekali. Bahkan, para penjual buah yang berjualan di bedeng-bedeng, bisa memperoleh margin 100%.

“Lantaran, di satu sisi, buah yang akan busuk biasanya sudah dipilah-pilah, lalu dijual secara obral. Di sisi lain, sebelumnya, penjual buah sudah memperoleh keuntungan 50%. Soalnya, mereka mengambil buah itu dari produsen. Sehingga harganya murah, misalnya Rp5 ribu/kg. Tapi, mereka menjualnya dengan harga Rp10 ribu/kg,” jelas pria, yang juga bergerak di bisnis laundry kiloan (Simply Clean) dan usaha pembuatan booth (Rajane Gerobak) ini.

Kondisi itu, tentu saja membuat banyak orang tertarik untuk berjualan buah. Sayang, mereka tidak mengetahui jalur distribusinya. Tapi, bukan itu yang menjadi pikiran Cak Eko. Ia justru berpikir mengapa tidak ada outlet buah untuk kalangan menengah.

Berkaitan dengan itu semua, ia membuka Griya Buah di kawasan Ciledug, Tangerang. Outlet seluas 21 m² tersebut ditata seperti outlet buah-buahan kelas atas. “Tapi, nantinya akan seperti Indomaret,” ucapnya. Di sini, juga tersedia aneka buah-buahan baik lokal maupun impor dengan harga kakilima.

Sementara untuk mengatasi masalah buah-buahan yang cepat busuk, Griya Buah menyediakan blender dalam jumlah banyak. Dengan blender-blender itu, buah-buahan yang sudah tidak segar lagi, nantinya akan diolah menjadi jus. Selanjutnya, jus-jus segar tersebut ditempatkan dalam wadah gelas atau botol plastik kecil. Konsumen pun diperbolehkan membuat jus mereka sendiri. Dalam perkembangannya, sama dengan “saudara-saudaranya”, Griya Buah juga diwaralabakan.

Berbicara tentang prospek semua bisnisnya, menurut Cak Eko, bagus. “Akan terus bertahan, sepanjang selalu di-maintenance dan dijaga brand-nya,” tegasnya.

Check Also

“Naik Kelas” dengan Mengganti Gerobak Dorong dengan Outlet Permanen Berkonsep Restoran

Bakmi Gila Usaha kakilima banyak diminati para pelaku usaha. Selain itu, konsep PKL mempunyai potensi …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *