Home / Agro Bisnis / Mahal Harganya, Meski Masih Cindhil

Mahal Harganya, Meski Masih Cindhil

Tikus Hias

Hewan ini jinak, kencing dan kotorannya tidak berbau menyengat, dapat diberi makan apa saja, serta perawatannya tidak rumit. Lebih dari semuanya, ia memiliki bulu berwarna-warni yang indah. Tidak mengherankan, bila harga tikus hias lebih ditentukan oleh warna bulunya. Bahkan, cindhil-nya pun dihargai relatif mahal bila mempunyai warna bulu yang unik dan langka

e-preneur.co. Tahukah Anda, bila mencit atau tikus putih merupakan mamalia terbanyak kedua di dunia setelah manusia? Sebab, anggota keluarga muridae (tikus, red.) ini sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia. Selain itu, sama halnya dengan manusia, diperkirakan jumlah mencit yang berdomisili di perkotaan jauh lebih banyak ketimbang yang hidup liar di hutan.

Bukan cuma itu, seiring dengan berjalannya waktu, mus musculus, demikian nama Latinnya, tidak lagi hanya “berprofesi” sebagai hewan pengganggu—yang tugas utamanya yaitu menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya—tapi juga menjadi hewan percobaan di laboratorium-laboratorium. Bahkan, sejak beberapa waktu lalu, hewan ini naik derajatnya dengan menjadi hewan peliharaan.

Namun, tikus peliharaan ini bukan sekadar mencit, dalam arti, berwarna putih seperti banyak dijumpai di pasaran. Melainkan, tikus-tikus mungil dengan bulu berwarna-warni.

Terbagi menjadi pertama, bulu yang tidak mengkilat seperti hitam pekat, hitam dengan bulu bagian bawah tubuhnya berwarna putih, cokelat tua, abu-abu, kuning atau cokelat keemasan, cokelat kemerahan, belang hitam‒putih, belang hitam−abu-abu, belang cokelat−putih, dan hitam atau cokelat dengan jidat putih. Kedua, bulu yang mengkilat/silk seperti putih metalik, kuning keemasan, hitam, cokelat, dan keperakan atau abu-abu mengkilat.

“Kemungkinan, warna asli mencit itu hitam pekat dan cokelat tua, bukan putih. Tapi, jangan diartikan bahwa tikus putih itu tikus albino/cacat, hanya warnanya saja yang resesif. Apa lagi, awalnya, tikus putih dikembangkan untuk penelitian. Nah, mungkin para peneliti lebih menyukai warna putih daripada hitam atau cokelat,” jelas Isroi, yang pernah menternakkan Tikus Jepang pada awal tahun 2010.

Tikus Jepang atau tikus hias, begitu istilahnya. “Tikus Jepang hanyalah sebuah istilah yang populer di pasaran. Meski, ketika di Inggris, saya pernah membaca di salah satu situs tentang tikus hias bahwa Jepanglah yang pertama kali mempopulerkan kehadiran tikus ini. Di samping itu, ada pula yang lebih suka menyebutnya tikus hias. Karena, memang tujuan utama tikus ini dipelihara yaitu sebagai hiasan,” jelas pria dari Magelang, Jawa Tengah, ini.

Di sisi lain, tikus hias (kita gunakan istilah ini saja, red.) bukanlah jenis baru dalam dunia tikus, melainkan perkembangan dari mencit yang hadir karena hasil keisengan manusia yang menyilangkan mencit baik yang berwarna putih, hitam, maupun cokelat. Dengan demikian, semakin canggih dan kreatif si breeder menyilangkan, semakin indah dan bervariasi pula warna-warna bulu yang dihasilkan.

Cindhil-cindhil ini dijual dengan harga puluhan ribu rupiah sampai ratusan ribu rupiah per ekornya

Namun, apa pun itu, alasan tikus yang satu ini menjadi peliharaan juga karena tidak menggigit atau jinak, kencing dan kotorannya tidak berbau menyengat, serta dapat diberi makan apa saja. Sementara dari segi perawatannya, tidak rumit.

Misalnya, untuk kandang, cukup menggunakan kandang yang biasa dipakai hamster mini. Dan, untuk alasnya, bisa menggunakan pasir zeolit, pasir kali, sekam kering, atau tahi gergaji kering.

Hewan imut nan lucu ini juga gampang diternakkan. Sebab, si “Jerry” ini mampu kawin sendiri. Sehingga, peternak tinggal menyediakan kandang dan perlengkapannya. “Biasanya, satu kandang saya isi dengan satu jantan dan 3−5 betina,” kata Ismanto, yang juga menternakkan tikus hias bersama sang Abang, Isroi.

Untuk mengawinkan tikus hias, sebaiknya si betina sudah berumur 40 hari dan si jantan 50 hari. Selanjutnya, si betina akan bunting dan beranak.

Untuk tikus hias betina yang baru pertama kali kawin hanya akan melahirkan 5−6 cindhil (Jawa: anak tikus, red.) per bulan. Dalam perkembangannya, ia mampu beranak hingga 12 cindhil/bulan. “Induk tikus hias mampu beranak hingga delapan kali, asalkan penyapihan dilakukan secara rutin,” ucap Isroi.

Kemudian, seiring dengan bertambahnya umur si induk, jumlah cindhil yang dilahirkan akan menurun sampai akhirnya ia tidak mampu beranak lagi dan nasibnya berakhir dengan menjadi pakan ular. Meski begitu, dalam penjualannya, tikus hias betina lebih mahal daripada yang jantan. Lantaran, ia mampu beranak.

80% dari cindhil-cindhil itu mampu bertahan hidup sampai besar. Sementara yang lain, harus mati karena satu dan lain hal atau dimakan oleh bapak mereka.

“Untuk mengatasi hal ini, saya biasanya menjaga sanitasi dan memberi cukup makan, melakukan penyapihan, memperhatikan kepadatan per kandang, dan melakukan sortasi. Terutama, untuk memisahkan cindhil yang sehat dari yang sakit atau cacat,” ujar Ismanto.

Setelah berumur 3 minggu−1 bulan, cindhil-cindhil tersebut sudah layak jual. Sebab, pada umur itu mereka sudah disapih. Selain itu, karena masih “berstatus single”, meski harus berdesak-desakan dalam satu kandang, mereka tidak akan berantem.

Cindhil-cindhil ini dijual dengan harga puluhan ribu rupiah sampai ratusan ribu rupiah per ekornya,” ucap Isroi. Sekadar informasi, sebelum populer, harga tikus hias sama dengan tikus pakan.

Tikus hias yang sedang menjadi favorit konsumen saat ini, ia melanjutkan, yaitu yang berwarna gold, silver, dan putih metalik. Mungkin, karena warna-warna seperti itu masih jarang ditemukan. Sedangkan dari segi harga, yang paling mahal harganya yakni yang berwarna emas mengkilap dan yang berjidat putih.

Tapi, yang jelas, semakin langka dan eksotik warnanya, semakin mahal pula harganya. Contoh, tikus hias yang berbulu belang putih−hitam−merah serta yang berwarna setengah hitam setengah putih. “Kalau nanti tikus-tikus ini sudah ada, harganya bisa ratusan ribu rupiah. Bahkan, hingga jutaan rupiah,” ungkap Isroi, yang memulai usaha ini cuma dengan memanfaatkan sisa makanan dari warung makan orang tuanya, selain uang Rp10 ribu untuk membeli indukan tikus hias.

Singkat kata, harga lebih ditentukan oleh warna bulu ketimbang umur. Dalam arti, semakin unik dan langka warna bulu mereka, semakin mahal pula harga mereka, meski masih cindhil.

Namun, mantan periset pada Bioteknologi Perkebunan Indonesia ini melanjutkan, walau tikus hias bisa dijadikan binatang peliharaan alternatif para hobiis hamster, sampai sejauh ini, hamster masih lebih disukai masyarakat awam. Sebab, sekali pun tikus hias, sebagian orang masih berkonotasi negatif. Mereka, khususnya kaum hawa, masih merasa jijik atau takut.

Mungkin, hal ini yang menjadi faktor penghambat penjualan tikus hias di Indonesia. Sehingga, harganya masih fluktuatif. Bahkan, kalah bersaing dengan penjualan tikus untuk pakan dan untuk penelitian.

Berbeda dengan di mancanegara di mana tikus hias sangat populer. Sehingga, terbentuk beberapa klub. “Setahu saya, klub-klub pecinta tikus hias ini terdapat di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada, serta tentu saja di Jepang,” pungkasnya.

Tapi, apa pun kendala yang masih dihadapi dalam usaha tikus hias, yang jelas usaha ini memiliki prospek yang bagus. Terutama, bagi mereka yang tinggal di perkotaan. Tidakkah Anda tertarik untuk mencoba usaha tikus yang mampu bertahan hidup selama tiga tahun ini?

Check Also

Menyehatkan Konsumennya, Menguntungkan Petaninya

Beras Hitam Organik Meski buruk rupa, tapi kaya manfaat kesehatan. Tidak mengherankan, bila peminat Beras …