Home / Agro Bisnis / Pilihan Terbaik dan Paling Menguntungkan Dalam Beternak Udang

Pilihan Terbaik dan Paling Menguntungkan Dalam Beternak Udang

Udang Vaname

Lebih mudah dalam pemeliharaan dan lebih cepat masa panennya, selain itu dapat dibudidayakan dengan teknologi intensif maupun secara tradisional, plus dapat ditumpangsarikan. Itulah, Udang Vaname. Karena itu, tidak mengherankan, bila banyak orang lebih memilih membudidayakan Udang Vaname ketimbang Udang Windu

e-preneur.co. Untuk membudidayakan Udang Vaname itu memang gampang, tapi tidak berarti menggampangkan. Untuk itu, sebelum membudidayakan udang favorit para penambak ini, ubahlah mindset Anda terlebih dulu. Dan, berikut merupakan bagian kedua paparan tentang budidaya Udang Vaname.

Kedua, tebar bibit. Minimal lahan untuk metode tradisional yakni 3‒5 ekor per meter persegi untuk mencapai SR (survival rate/angka kehidupan) terbaik dengan pengeluaran minimal. “Percuma memasukkan bibit sebanyak-banyaknya, misalnya 20 ekor per meter persegi, tapi dengan metode tradisional. Yang hidup hingga panen tetap hanya beberapa ekor. Akhirnya buang-buang uang saja. Karena itu, disarankan maksimal lima ekor. Sehingga, jika mati dua ekor, masih tersisa tiga ekor,” ungkap Luluk Muniroh.

Bibit yang ditebarkan yakni PL (Post Larva) 10 hingga 12. “Itu ‘umur’ yang paling aman. Sebab, kurang dari PL10 masih terlalu kecil dan di atas PL12 berisiko (kemungkinan kehabisan oksigen saat pengiriman atau sungut-sungutnya yang sudah keluar akan berbenturan hingga patah dan berimbas pada ketahanan tubuh, red.),” lanjutnya.

Tebar bibit juga harus memperhatikan tekniknya. “Kalau orang-orang di sini main lempar saja. Dengan pemikiran kalau hidup ya hidup, kalau mati ya biarkan mati. Pertanyaannya: bagaimana kalau bibit-bibit itu mati semua? Seharusnya, saat tebar bibit gunakan konsep adaptasi,” kata Luluk, sapaan akrabnya.

Untuk itu, sebelum ditebarkan, pindahkan bibit-bibit Udang Vaname dari kantong plastik ke baskom atau wadah apa pun. Lalu, tuangkan sedikit demi sedikit air kolam ke dalam baskom untuk penyesuaian salinitas (tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air) dan suhu.

Untuk mengetahui apakah suhu sudah sama atau belum, akan terlihat apakah bibit-bibit udang tersebut melompat-lompat atau tidak. Jika tidak, berarti masih ada perbedaan salinitas dan suhu. “Tanda kalau bibit udang itu sehat dan siap ditebar, serta nyaman dengan air yang ada, dia akan bergerak memutar untuk mencari ruang bergerak bebas,” ungkap penambak Udang Vaname dan ikan ini.

Dengan teknik tradisional plus sekali pun sudah sangat menguntungkan

Selain itu, jika bibit udang itu belum nyaman dengan lingkungannya, mereka akan cenderung diam bergerombol. Sebaliknya, bibit udang yang sehat akan bereaksi melawan atau menyebar.

Selanjutnya, masukkan bibit-bibit udang ke dalam petakan-petakan kolam. Setelah di dalam kolam dan mulai tumbuh, seharusnya ada beberapa penambahan lagi. Tapi, segala sesuatunya kembali ke pola pikir para penambak tradisional dan modal mereka yang seadanya. “Jadi, minimal yang dapat dilakukan yaitu menjaga ketinggian air minimal 80 cm dari kolam bagian tengah (pelataran),” imbuhnya.

Penambahan air baru seharusnya membutuhkan penyesuaian suhu lagi. Untuk itu, sebelum air ditambahkan ke dalam kolam harus melihat kondisi sumber airnya terlebih dulu apakah terlalu panas, terlalu asin, atau keruh. 

Namun, lebih disarankan memiliki tandon air. Sehingga, setiap saat sudah memiliki cadangan air. Selain itu, air dalam tandon sudah mengendap. Jadi, sudah aman.

Tapi, banyak yang tidak mau melakukan. Karena, hal ini berarti mengurangi lahan (untuk tandon dibutuhkan lahan lagi, red.) dan mengurangi pendapatan.

Padahal, tidak demikian. Karena, dalam tandon dapat “ditanami” ikan (bandeng/nila). Selain itu, kehadiran Ikan Nila juga bisa menjadi pertanda akan kondisi air. Misalnya, Ikan Nilanya banyak yang mati berarti airnya terlalu panas. Sementara saat panen udang, ikan yang di tandon juga sudah bisa dipanen.

Cara yang lain yakni membuat sekat pada satu petak. “Saya mempunyai tiga petak, tapi hanya meletakkan udang dalam satu petak, sementara dua petak yang lain untuk tandon. Begitu sekat-sekat dibuka pada umur 20‒21 hari, udang-udang akan menyebar dan mencari tempat yang lebih nyaman. Di umur itu, ikan-ikan yang di dalam tandon juga sudah tidak mau atau tidak bisa memakan mereka,” papar sarjana peternakan dari Universitas Dipenegoro, Semarang, ini.

Sementara bibit Udang Vaname dapat diperoleh di mana-mana, seperti hatchery (tempat pembenihan) di Tuban, Rembang, Juwana (Pati) dengan harga tergantung strain-nya yaitu Nusantara dan F1. Untuk Vaname F1(indukannya berasal dari habitat aslinya yakni Panama, Amerika Tengah, red.) dijual dengan harga Rp50,- sampai Rp55,- per ekor. Sedangkan Vaname Nusantara dijual dengan harga Rp15,- sampai Rp25,- per ekor. “Kalau mau main intensif pasti memilih F1. Karena, unggul, tahan terhadap penyakit, dan lebih cepat besar,” katanya.

Luluk menggunakan Vaname F1 dalam ukuran sudah cukup besar (tokolan, red.). Sehingga, dalam tempo 1‒1,5 bulan sudah dapat panen. “Mahal sedikit tidak apa-apa, tapi bibit Vaname F1 memiliki surat pengantar atau sertifikat tahan uji dari penyakit atau bebas dari penyakit,” kata perempuan, yang membangun usahanya di Kampung Bogorame, Desa Mangun Jiwan, Demak.

Ya, untuk masa panen, dapat disiasati. Misalnya, jika ingin dipanen dalam tempo 1,5 bulan, maka belilah bibit tokolan yakni PL12 yang sudah ditangkarkan selama 1‒2 minggu hingga memiliki ukuran sebesar diameter sedotan air mineral dalam gelas.

Berbicara tentang SR dari tebar benih hingga dipanen, jika dengan sistem tradisional, mencapai SR lebih dari 50% sangat sulit. Apa lagi, jika bibitnya berasal dari Vaname Nusantara. Berbeda dengan sistem intensif di mana SR minimal 80%.

Dalam pemasarannya, biasanya dijual ke Pasar Kobong, Semarang. Sekali pun harga turun naik, tapi di pasar induk khusus ikan-ikan segar ini skala harganya lebih tinggi dan mampu menampung sebanyak apa pun udang atau ikan yang dipanen. Namun baik Vaname Nusantara maupun F1 ketika dijual akan mempunyai harga pasar yang sama.

Luluk memiliki enam kolam dengan teknik budidaya tradisional dengan luas total 5 bahu (menurut ukuran yang telah disepakati secara nasional, 1 bahu = 0,7 ha, red.). Sedangkan yang dikerjakan dengan teknik intensif seluas 2.000 m² yang terbagi menjadi empat kolam, plus kolam untuk tandon.

Untuk panen dengan teknik intensif, dilakukan per tiga bulan (75‒90 hari) sebanyak rata-rata 1 ton untuk empat kolam. Sementara yang dengan teknik tradisional bersifat kondisional yakni sekitar 2‒3 kwintal, dengan masa panen 1,5 bulan setelah tebar bibit. “Untuk hasil panen dengan teknik intensif, saya pasarkan ke supplier dari Pati. Untuk yang dengan teknik tradisional, saya pasarkan ke Pasar Kobong,” ungkap Ibu tiga anak ini.

Bagi mereka yang ingin menjadi penambak Udang Vaname dengan modal pas-pasan, perempuan yang telah menjadi penambak Udang Vaname selama kurang lebih lima tahun ini menyarankan untuk menggunakan teknik tradisional plus. Pengertian tradisional plus yakni cara budidayanya masih sederhana, petakan atau lahannya juga sederhana, tapi memberi tambahan makanan. Karena, dengan teknik itu saja sudah sangat menguntungkan. “Tapi, setelah panen pertama hingga ketiga, belilah pompa,” katanya.

Sementara berbicara tentang prospek bisnisnya, Luluk menegaskan bahwa sangat bagus. “Kalau tidak, untuk apa berbagai perusahaan itu membuka tambak-tambak udang?” pungkasnya.

Check Also

Menyehatkan Konsumennya, Menguntungkan Petaninya

Beras Hitam Organik Meski buruk rupa, tapi kaya manfaat kesehatan. Tidak mengherankan, bila peminat Beras …