Rempah Spice
Bisnis bumbu masak instan mempunyai peluang yang sangat lebar. Mengingat, semakin banyak perempuan yang disibukkan oleh berbagai kegiatan di luar rumah, tapi masih ingin tetap dapat memasak untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. PT AGFI menangkap peluang ini dengan spicy, dengan memproduksi Rempah Spice
e-preneur.co. Di zaman yang serba praktis seperti saat ini, tidak bisa memasak atau tidak sempat memasak bukan lagi sesuatu yang perlu dirisaukan. Sebab, kini, telah tersedia aneka bumbu masak instan yang notabene dapat membantu dan mempersingkat proses memasak.
Terutama, bumbu masak sudah jadi yang berwujud serbuk. Seperti, yang diproduksi oleh Rempah Spice.
Menurut Johan Wahyudi, Direktur Utama PT Ayam Goreng Fatmawati Indonesia (AGFI), bumbu masak instan yang berbentuk serbuk memiliki kadar air yang rendah. Sehingga, tidak memerlukan bahan pengawet. Dan, bumbu semacam ini masih jarang ditemui di pasaran.
“Selama ini, bumbu masak instan memang dikenal mampu membantu mempercepat proses memasak. Tapi, juga diketahui sebagai produk yang tidak sehat. Karena, ada penambahan bahan pengawet,” kata Johan.
Berkaitan dengan itu, ia melanjutkan, PT AGFI sebagai perusahaan yang memayungi Rempah Spice, mencoba menawarkan alternatif produk bumbu instan dengan menggunakan bahan alami, tanpa bahan pengawet, dan bahan pewarna.
Di samping itu, juga memiliki umur simpan yang relatif lama (12 bulan). Karena, kadar airnya di bawah 7%. Dengan catatan, disimpan di tempat yang kering dan tidak lembab. Sementara dari sisi fungsional, Rempah Spice tetap merupakan bumbu instan yang mudah digunakan.
“Singkat kata, Rempah Spice adalah produk rempah bubuk dan bumbu masak yang diproduksi dari rempah segar alami dan melalui proses pengeringan dengan suhu rendah dalam oven. Sehingga, produk ini lebih higienis, serta mempunyai warna, aroma, dan rasa sebaik rempah segar,” jelas sarjana teknologi industri pertanian dari Institut Pertanian Bogor ini.
Mempunyai warna, aroma, dan rasa sebaik rempah segar
Sementara agar dapat bertahan hingga tiba masa kadaluarsa, Rempah Spice diproduksi dalam bentuk bubuk. Sehingga, mikroorganisme tidak akan berkembang. Selain itu, kunyit, laos, dan beberapa rempah lain pada dasarnya merupakan antibiotika alami. Dengan demikian, tidak perlu menambahkan pengawet kimia tambahan.
“Untuk menjaga kelembaban dan langkah pengawetan, konsentrasi gula dan garam ditambahkan pada beberapa jenis bumbu. Karena, gula dan garam dapat pula dijadikan bahan pengawet alami,” imbuhnya.
Rempah Spice yang hadir pada tahun 2004, sebenarnya terlahir karena adanya kebutuhan restoran franchise Ayam Goreng Fatmawati akan standar rasa masakan untuk setiap outlet-nya. Lalu, dibentuklah unit khusus untuk memproduksi bumbu yang dinamai Rempah Spice.
Pada mulanya, Rempah Spice hanya berupa bumbu masak untuk kebutuhan restoran yang berdiri sejak awal tahun 2000 itu. Tapi, lantaran prihatin melihat masih kurangnya produk bumbu masak yang mempunyai citarasa dan bahan baku yang sehat, maka sejak tahun 2004 diproduksilah bumbu untuk kebutuhan ritel.
Mengenai bumbu-bumbunya, Rempah Spice yang dibuka dengan modal awal Rp10 juta itu memproduksi dua jenis rempah serbuk yaitu bumbu rempah (satuan/dasar) dan bumbu masak.
Bumbu rempah (satuan/dasar) merupakan rempah kering giling dan bentuknya berupa kunyit, jahe, laos, bawang putih, bawang merah, ketumbar, cabe merah, cabe rawit, dan lain-lain. Produk rempah tunggal ini dibungkus dalam kemasan plastik berukuran 100 gr dan 1 kg.
Sedangkan bumbu masaknya, saat ini ada 18 jenis yakni bumbu ayam kuning, ayam pedas, ayam bakar, ayam laos, tempe goreng, pepes jamur, udang goreng/bakar, cumi goreng/bakar, opor ayam, mie goreng, nasi goreng, sayur asem, pesmol ikan, empal gepuk, sop iga/buntut, rendang, kalio, dan tepung kremes. Bumbu masak ini dikemas dalam sachet dengan bobot beragam.
Bumbu masak Rempah Spice, selain disebarkan ke setiap restoran Ayam Goreng Fatmawati, juga dijual secara ritel ke beberapa agen dan pedagang sayuran di Bogor. Sebaliknya dengan bumbu rempah Rempah Spice, cuma diproduksi berdasarkan pesanan.
Menurut kelahiran Ciamis, 20 Februari 1981 ini, margin yang dihasilkan dari penjualan produk yang telah memperoleh sertifikasi halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jakarta ini sebesar 20%–40%. Tergantung, pada bahan baku. Sementara, pada peak season yang terjadi menjelang puasa dan lebaran, terjadi peningkatan permintaan mencapai 30% ketimbang hari-hari biasa.
“Jadi, kalau berbicara tentang prospeknya, sangat bagus. Apa lagi, bila bentuknya sudah bubuk. Dan, dengan semakin banyak perempuan yang memilih menjadi wanita karir, tapi tetap menginginkan sentuhan kasih sayang pada setiap menu makan keluarga, maka bumbu instan akan terus menjadi pilihan,” pungkasnya.