Adenium
Ketika tanaman hias daun mengalami booming, tanaman hias bunga pun ikut meraup rezeki. Demikian pula, ketika pedar bisnis tanaman hias daun meredup. Seperti, yang dialami Adenium. Hingga, beberapa petani dan penjual Adenium pun gulung tikar. Untuk mengatasi kondisi ini, dirilislah jenis-jenis Adenium baru. Imbasnya, harga Adenium pun kembali stabil
e-preneur.co. Adenium adalah tanaman hias bunga yang dikenal masyarakat kita sebagai Kamboja Jepang. Kemudian, Godong Ijo, sebuah nusery besar yang berlokasi di Sawangan, Depok, mempopulerkannya dengan nama Adenium. Nama ini pula, yang disematkan masyarakat mancanegara terhadap tanaman gurun ini.
Namun, sebuah sumber mengatakan bahwa Adenium bukanlah Kamboja Jepang. Sebab, tanaman yang masuk ke Indonesia puluhan tahun silam ini bukan Bunga Kamboja, meski keduanya memiliki bentuk bunga yang sama.
Di samping itu, tanaman ini tidak berasal dari Jepang, melainkan dari Asia Barat dan Afrika. Sementara nama Adenium yang menempel pada tanaman yang di negara asalnya disebut Desert Rose ini, dicomot dari kata Aden, sebuah kota di Yaman.
Tapi, apa pun itu, laiknya tanaman hias bunga, kerabat jauh dari Bunga Kamboja ini memiliki berbagai kelebihan. Pertama, Adenium mempunyai bunga dengan aneka warna yang indah.
“Bahkan, bunganya pun dapat diganti-ganti dengan cara entres yaitu memotong batang bonggol (= akar yang membesar, red.) bunga yang satu untuk kemudian ‘ditempelkan’ pada bonggol bunga yang lain. Dalam satu bonggol dapat ‘ditempelkan’ sampai 10 batang yang berbeda-beda. Sementara ‘penempelan’ itu sendiri, dibantu oleh keberadaan getah pada tanaman ini,” jelas Furqon.
Kedua, ketika bunganya rontok, maka bonggolnya dapat dikreasikan menjadi aneka bentuk, seperti bentuk ular, gajah, kristata, dan lain-lain. Bonggol-bonggol tersebut dapat dibentuk sedemikian rupa, baik secara alamiah dengan sedikit sentuhan manusia maupun dirombak total sesuai dengan keinginan kreatornya.
Ketiga, batang-batangnya dapat dijalin atau disambung-sambung sedemikian rupa hingga menjadi suatu bentuk yang artistik. “Kesimpulannya, segala hal dalam Adenium tidak ada yang terbuang. Selain itu, Adenium dapat dikreasikan menjadi sejuta kreasi,” imbuh petani Adenium dan salah satu pemilik Muna & Fatih Nursey itu.
Berkaitan dengan itu, penggemar Adenium pun dibagi menjadi dua segmen yaitu pertama, segmen Ibu-ibu yang biasanya menyukai bunga. Dan, kedua, segmen Bapak-bapak yang selain menyukai bunga, juga menyukai karakter (bentuk bonggol dan percabangannya bagus, red.).
Di luar itu, terdapat segmen kolektor yang cenderung menginginkan bentuk yang benar-benar bagus. Bahkan, kalau perlu yang layak kontes.
Dengan demikian, keindahan Adenium sangat tergantung pada cara pandang masing-masing segmen tersebut di atas. Misalnya, segmen Ibu-ibu beranggapan bahwa Adenium yang bagus itu yaitu yang memiliki warna bunga yang belum pernah mereka lihat, seperti ungu atau putih. Di samping itu, harganya harus semurah mungkin atau di bawah Rp50 ribu.
Bunga, batang, dan bonggol dapat dikreasikan menjadi sejuta kreasi
Sedangkan segmen Bapak-bapak, cenderung beranggapan bahwa Adenium yang bagus yakni yang berukuran besar. Untuk harga berkisar Rp50 ribu–Rp150 ribu.
Sementara para kolektor, cenderung berpikir bahwa Adenium yang bagus yakni yang layak kontes dan hanya mereka yang memilikinya. “Harga tidak menjadi pertimbangan bagi mereka. Karena itu, Adenium untuk kontes harganya ‘gelap’. Dalam arti, bisa jutaan, puluhan juta, atau bahkan ratusan juta rupiah,” ungkap Bang Ipunk, sapaan akrabnya.
Sementara dilihat dari segi budidayanya, tanaman yang dijuluki Queen of Thousand Flowers ini juga gampang. “Adenium dapat dikembangbiakkan baik melalui bijinya maupun dengan cara entres,” ujarnya.
Di sisi lain, sebagai tanaman padang pasir, dalam pertumbuhannya, Adenium membutuhkan panas matahari sepenuhnya guna merangsang tumbuhnya bunga. Dengan demikian, jika ia kurang cahaya mentari, maka ia akan jarang berbunga atau bahkan tidak akan berbunga sama sekali. Tapi, ia tetap membutuhkan air. “Jadi, siangi ia sehari sekali saja,” lanjutnya.
Ya. Musim penghujan merupakan momok bagi petani Adenium. Karena, air yang terlalu banyak akan mengakibatkan tanaman ini membusuk dan akhirnya mati. Imbasnya, tingkat kematiannya jauh lebih tinggi ketimbang pada musim kemarau.
“Kondisi ini, sebenarnya dapat diatasi dengan memasang atap plastik UV (Ultraviolet). Tapi, kalau kebunnya sangat luas, tentu akan memakan biaya yang sangat besar. Seperti Muna & Fatih Nursery, yang berdiri di atas lahan seluas 3.000 m², berikut laboratorium khusus untuk melakukan penyilangan,” ucapnya.
Di Muna & Fatih Nursery yang berdiri pada tahun 2000-an itu, Anda dapat menjumpai Adenium dengan jumlah yang tidak terhitung dan dari berbagai jenis. Misalnya, Adenium Socotranum, Adenium Swazicum, Adenium Somalense, Adenium Bohemianum, Adenium Arabicum, Adenium Obesum, dan Adenium Thaisoco.
Namun, bersama dengan munculnya kejenuhan konsumen beberapa waktu lalu, pasaran Adenium menurun dengan tajam hingga beberapa petani dan penjual Adenium gulung tikar. Untuk mengatasi kondisi ini, cara satu-satunya yang dapat dilakukan sejauh ini yaitu merilis jenis-jenis Adenium baru. Dengan cara itu, maka harga Adenium—setidaknya—akan stabil.
Tahun 2006, muncul Doxon atau Dancing Lady (Adenium berkelopak ganda, red.) di Vitenam. Kemudian, dari Vietnam, Doxon dipasarkan ke Thailand, negara yang selama ini dikenal sebagai perintis budidaya Adenium.
Selanjutnya, Negara Gajah Putih tersebut berusaha menghasilkan berbagai Adenium baru dengan menyilangkan Doxon dengan Adenium kelopak tunggal. Sehingga, lahirlah 15 Adenium baru yang cenderung berbentuk mirip mawar. Karena, bunga-bunga ini memiliki 4–5 kelopak.
Usaha ini, sekaligus juga mengubah Doxon yang sebenarnya terbentuk karena mutasi alamiah menjadi terbentuk karena campur tangan manusia. Kemudian, Thailand memasarkan Doxon ke Indonesia.
Tidak mau kalah dengan Negaranya Ratu Sirikit itu, Muna & Fatih Nursery—dengan merekrut kolega-kolega mereka yang dapat melakukan persilangan—juga melakukan persilangan. “Kami bertekad mengangkat Adenium silangan Indonesia. Jadi, kalau suatu saat nanti Adenium booming lagi, kami tidak cuma bisa membeli dari luar negeri (impor) tapi juga menjualnya (ekspor),” tegasnya.
Hasilnya, nursery tersebut “melahirkan” 11 Adenium baru. “Baik Thailand maupun Indonesia, dalam menghasilkan Adenium tumpuk menggunakan indukan Doxon yang sama. Karena itu, bunga-bunga yang dihasilkan memiliki warna dasar yang sama pula yaitu merah atau pink,” jelasnya.
Adenium tumpuk ini selanjutnya dinamai sesuai dengan keinginan si penyilang, misalnya Triple Santa Clause (silangan Thailand) atau Fatih (silangan Indonesia). Prospeknya? “Peluangnya selalu ada!” pungkasnya, optimis.
Catatan
Untuk yang ingin membudidayakan Adenium single/satu kelopak:
- Luas lahan yang dibutuhkan cukup 50 m².
- Dengan luas lahan tersebut, tidak diperlukan tenaga kerja.
- Indukan Adenium masih dapat dipakai sampai lima kali.
Catatan
Untuk yang ingin membudidayakan Adenium triple/tumpuk tiga silangan Thailand, Bang Ipunk membelinya dengan harga Rp1,5 juta/pohon yang lalu disambungkan (di-entres) ke 30 pohon lain berukuran besar. Dua bulan kemudian, dari satu pohon saja bisa disambungkan lagi ke 10 pohon yang lain. Selanjutnya, dalam tempo 3–4 bulan dihasilkan 300 pohon.
“Sebagai pemula, biasanya Adenium yang dibudidayakan akan mengalami tingkat kematian hingga 50%. Kalau sudah berpengalaman, tingkat kematian akan menurun menjadi 10%–5%,” jelas Bang Ipunk. Dengan demikian, dengan tingkat kematian 50%, masih tersisa 150 pohon di mana anakannnya masih dapat dijual.
Di sini, pengeluaran terbesar yaitu pembelian pohon induk. Karena, masih langka. Tapi, hasilnya sangat menggiurkan.