Maggot
Untuk mengatasi harga Tepung Ikan yang sudah tidak terjangkau lagi oleh para peternak ikan kita, para peneliti dari Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok (bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Prancis Untuk Pembangunan) mencarikan solusinya. Hasilnya, mereka menemukan maggot yang tidak kalah dengan Tepung Ikan, tapi dengan harga sangat terjangkau
e-preneur.co. Ikan seringkali dijadikan sebagai bahan pangan alternatif, pengganti ayam dan sapi. Sebab, satwa air ini merupakan sumber protein yang harganya dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Namun, harga Tepung Ikan yang notabene pakan ikan semakin lama semakin mahal. Sebab, pertama, sejauh ini masih diimpor dari Peru dan Chili.
Kedua, sumber protein makanan ikan ini terbuat dari ikan yang ditangkap, lalu diolah menjadi tepung, dan selanjutnya diberikan kepada ikan. Dengan kata lain, di sini terdapat proses “jeruk makan jeruk”, yang membutuhkan proses yang sangat lama dan biaya yang sangat besar. Atau, singkat kata, sangat buang-buang energi.
Untuk mengatasi kondisi ini, muncullah kesepakatan internasional bahwa jika kita membudidayakan ikan yang 100% makanannya berasal dari Tepung Ikan, maka ikan-ikan tersebut tidak boleh diekspor. Selain itu, Tepung Ikan yang boleh digunakan hanya 10% dari keseluruhan sumber protein.
Situasi ini, menimbulkan pertanyaan: Lantas, apa dong pengganti Tepung Ikan?
Kemudian, melalui berbagai macam penelitian, muncullah berbagai usulan. seperti, mengganti Tepung Ikan dengan Tepung Kedelai, Tepung Tulang, Tepung Darah, dan lain-lain. Tapi, ternyata ketersediaan tepung-tepung ini kalah jauh dibandingkan dengan Tepung Ikan, yang mencapai ribuan ton per tahunnya.
Akhirnya, digunakanlah limbah di mana sumber protein yang masih tersisa di dalam limbah itu di-upgrade menjadi sumber protein ikan. “Nama proyek ini yakni biokonversi. Tugas para penelitinya yaitu mengkonversi atau mengubah bahan organik menjadi sumber protein baru untuk makanan ikan,” jelas Melta Rini Fahmi, peneliti pada Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok.
Dalam proyek ini, diperkenalkanlah maggot. Maggot merupakan nama lain dari larva Serangga Bunga.

Meski jarang ditemui (lantaran tidak hidup di habitat manusia, red.), tapi serangga bernama Latin Hermetia illucens ini bersifat kosmopolitan atau dapat ditemui di mana pun. Asalkan, ada media untuk mereka bertelur. Media yang dimaksud yaitu limbah-limbah yang masih mengandung nutrisi.
Di sisi lain, walau termasuk anggota keluarga lalat yaitu black soldier fly atau Lalat Tentara, tapi ia memiliki fase hidup yang berbeda dengan lalat pada umumnya. “Lalat pada umumnya, masa dewasanya berlangsung selama empat bulan, sedangkan fase larvanya hanya 7 hari. Sementara fase Lalat Tentara sebagai serangga, cuma berlangsung selama seminggu,” papar Rini, begitu ia akrab disapa.

Lalu, ia melanjutkan, Indukan betina akan bertelur sebanyak 800 butir (hampir 100% bertahan hidup hingga tumbuh menjadi Lalat Tentara dewasa, red.) dan sesudahnya mati. Indukan jantan tak berlangsung lama juga akan mati
Kemudian, telur-telur itu menetas menjadi larva/maggot yang mempunyai kemampuan hidup lebih dari sebulan. Lantas, maggot itu mendedikasikan hidup mereka untuk mengolah limbah yang tersedia di alam ini, sekaligus menjadikan limbah-limbah tersebut sebagai sumber makanan mereka.
Low technology simple process
Setelah kenyang dan tumbuh besar (berukuran 1−1,5 cm), mereka dijadikan pakan ikan. Sedangkan limbah-limbah yang telah diserap nutrisinya akan mengering dan menghitam. Selanjutnya, bercampur dengan kotoran maggot, sisa-sisa limbah ini dapat digunakan sebagai pupuk.
“Berdasarkan uji coba yang kami lakukan, ketika pupuk tersebut kami gunakan pada tanaman jagung, hasilnya 3,5 kali lipat lebih banyak daripada biasanya,” kata doktor di bidang genetic population dari Institut Pertanian Bogor ini.
Selain itu, setelah menetas, telur-telur serangga ini akan meninggalkan cangkang-cangkang mereka—berdasarkan penelitian yang telah dilakukan—yang dapat digunakan sebagai bahan dasar kosmetika dan antibiotika. “Jadi benar-benar zero waste,” imbuhnya.
Dengan segala kelebihan yang dimiliki, tidak berarti di sini tidak ada kendala. Pertama, sulitnya menemukan limbah yang pas untuk pertumbuhan maggot.
“Ketika proyek ini dijalankan (tahun 2005), kami menggunakan limbah kelapa sawit (bungkil). Tiga tahun kemudian, kami sudah kesulitan memperoleh limbah ini. Karena, pabrik-pabrik kelapa sawit mulai mengetahui kalau limbah ini masih memiliki nilai jual dan menjualnya dengan harga yang mahal,” ujar kelahiran 11 Juni 1976 ini.
Lantas, ia melanjutkan, tim peneliti menggantinya dengan limbah apa pun, asalkan masih mengandung nutrisi. Meski, berbeda limbah yang digunakan, berbeda pula pengelolaan dan kualitas maggot-nya.
Kedua, sulitnya memperoleh Serangga Bunga. Terutama, di Jawa atau daerah perkotaan yang sudah padat penduduk. “Untuk itu, kami melakukannya dengan memelihara Serangga Bunga, kemudian membudidayakannya,” imbuhnya.
Caranya yaitu mengundang mereka dengan menyediakan Tanaman Selasih, tanaman favorit mereka. Lalu, menyediakan tempat untuk mereka bertelur. Selain itu, agar tidak merusak ekosistem, dilakukan restocking dengan mengembalikan 10% dari serangga yang dibudidayakan ke alam.
Namun, usaha yang memiliki prospek bagus ini baru dapat disebarluaskan melalui pelatihan yang dilakukan Petugas Penyuluh Lapangan. Seperti, yang pernah dilakukan di Jambi.
Di sana, masyarakat bisa menghasilkan maggot yang lalu dijual ke berbagai usaha perikanan dengan harga Rp2 ribu/kg. Padahal, harga Tepung Ikan berkisar AS $1,5−AS $2 dan harga pellet dengan kualitas paling rendah (kadar protein 20%) Rp7 ribu−Rp8 ribu per kilogram.
“Sekali pun nantinya maggot ini dikonversi lagi menjadi pellet, harganya cuma Rp3.500,- sampai Rp4 ribu untuk setiap kilogramnya,” pungkasnya.
Catatan
Lima Keunggulan Maggot
- Maggot menggunakan limbah yang tidak digunakan manusia.
- Kandungan nutrisi maggot sebesar 40%−45% dan itu sudah cukup baik bagi tumbuh kembang ikan.
- Maggot bersifat ramah lingkungan di mana label ini akan membuatnya mudah menembus pasar internasional.
- Low technology simple process.
- Ketersediaannya di alam tanpa batas.