Oleh: Meredith Grey
e-preneur.co. Sebuah perusahaan pembuat sisir ingin mengembangkan bisnisnya. Untuk itu, manajemen akan merekrut seorang sales manager yang baru.
Lalu, perusahaan itu memasang iklan di sebuah surat kabar. Tiap hari, banyak orang yang datang mengikuti wawancara yang diadakan. Jika ditotal, jumlahnya hampir 100 orang hanya dalam beberapa hari.
Imbasnya, perusahaan itu menghadapi masalah untuk menemukan calon yang tepat di posisi tersebut. Untuk itu, pewawancara membuat sebuah tugas yang sangat sulit untuk setiap orang yang akan mengikuti wawancara terakhir.
Tugas tersebut yakni “menjual sisir pada para biksu di wihara”. Dan, ada tiga calon (Pak A, Pak B, Pak C) yang bertahan untuk mencoba tantangan di wawancara terakhir itu.
Pewawancara memberi tugas, “Sekarang, saya ingin kalian bertiga menjual sisir dari kayu ini kepada para biksu di wihara. Kalian hanya diberi waktu 10 hari dan harus kembali untuk memberikan laporan setelah itu”.
Sepuluh hari kemudian, mereka memberi laporan. Pewawancara bertanya pada Pak A, “Berapa banyak yang sudah Anda jual?” Pak A menjawab, “Hanya SATU”.
Pewawancara bertanya lagi, “Bagaimana caranya Anda menjual?” Pak A menjawab, “Para biksu di wihara itu marah-marah saat saya menunjukkan sisir pada mereka. Tapi, saat saya berjalan menuruni bukit, saya berjumpa dengan seorang biksu muda. Dia membeli sisir itu untuk menggaruk kepalanya yang ketombean”.
***
Pewawancara bertanya kepada Pak B, “Berapa banyak yang sudah Anda jual?” Pak B menjawab, “SEPULUH buah. Saya pergi ke sebuah wihara dan memperhatikan banyak peziarah yang rambutnya acak-acakan, karena angin kencang yang bertiup di luar wihara. Biksu di dalam wihara itu mendengar saran saya dan membeli 10 sisir untuk para peziarah, agar mereka menunjukkan rasa hormat pada patung Sang Buddha”.
***
Kemudian, pewawancara bertanya kepada Pak C, “Bagaimana dengan Anda?” Pak C menjawab, “SERIBU buah!”
Pewawancara dan dua pelamar lain terheran-heran. Pewawancara bertanya, “Bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?”
Pak C menjawab, “Saya pergi ke sebuah wihara terkenal. Setelah melakukan pengamatan beberapa hari, saya menemukan bahwa banyak turis yang datang berkunjung ke sana. Kemudian, saya berkata pada biksu pimpinan wihara, ‘Sifu, saya melihat banyak peziarah datang ke sini. Jika sifu bisa memberi mereka sebuah cinderamata, maka itu akan lebih menggembirakan hati mereka’. Saya bilang padanya bahwa saya punya banyak sisir dan memintanya untuk membubuhkan tanda tangan pada setiap sisir, sebagai sebuah hadiah bagi para peziarah di wihara itu. Biksu pimpinan wihara itu sangat senang dan langsung memesan 1.000 buah sisir!”
Catatan
Universitas Harvard telah melakukan riset, dengan hasil:
- 85% kesuksesan itu karena SIKAP dan 15% karena kemampuan.
- SIKAP itu lebih penting daripada kepandaian, keahlian khusus, dan keberuntungan.
Dengan kata lain, pengetahuan profesional hanya menyumbang 15% dari sebuah kesuksesan seseorang dan 85% berasal dari pemberdayaan diri, hubungan sosial, dan adaptasi. Kesuksesan dan kegagalan bergantung pada bagaimana sikap kita menghadapi masalah.
Dalai Lama pernah berkata, “Jika Anda hanya mempunyai sebuah pelayaran yang lancar dalam hidup, maka Anda akan lemah. Lingkungan yang keras membantu untuk membentuk pribadi Anda. Sehingga, Anda memiliki nyali untuk menyelesaikan semua masalah”.
Anda mungkin bertanya mengapa kita selalu berpegang teguh pada harapan. Karena, harapan adalah hal yang membuat kita bisa terus melangkah dengan mantap, berdiri teguh—di mana pengharapan hanyalah sebuah awal. Sedangkan segala sesuatu yang tidak diharapkan adalah hal yang akan mengubah hidup kita.
Foto: janganmenyerah.org