Batik Kebumen
Batik Kebumen semakin lama semakin dikenal. Karena, batik ini mempunyai ciri khas yang unik, baik dari motif maupun warnanya. Lebih dari itu, juga dapat dijumpai di beberapa galeri di Jakarta
e-preneur.co. Setiap batik mempunyai ciri khas. Demikian pula, dengan Batik Kebumen. Misalnya, di Solo dan Yogyakarta terdapat batik bercorak Sekar Jagad, sementara di Kebumen terdapat corak Jagatan.
Selain itu, juga ada corak Srikit. Sebenarnya, nama aslinya Clorotan. Tapi, ketika Clorotan ini dipesan secara khusus oleh Sirikit (kini Ibu Suri Kerajaan Thailand, red.), maka namanya pun berubah menjadi Srikit.
Baik Jagatan maupun Srikit hanyalah dua dari sekitar 10 corak khas Kebumen atau yang diistilahkan Batik Klasik Kebumen. Saking terkenalnya, keduanya dibandrol dengan harga paling mahal.
Sementara dari sisi warna khasnya, Batik Klasik Kebumen memiliki warna biru, kuning, dan sogan. Sedangkan dari sisi motifnya, didominasi tumbuhan dan Burung Merak.
Menurut Yudi Alfian, sekitar tahun 2008 atau 2009, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen berupaya menumbuhkan kembali Batik Kebumen. Untuk itu, disyaratkan harus memiliki ciri khas. Dengan motif dan warna tersebut di atas, Batik Klasik Kebumen cenderung lebih sering dipakai sebagai kain panjang atau jarik.
Motif klasik atau yang khas Kebumen yang lebih disukai
“Karena itu, kemudian dikembangkan motif baru, seperti Burung Walet atau yang berkaitan dengan potensi lokal (genteng, bengkoang, dan sebagainya) yang disebut Batik Kontemporer Kebumen. Warna-warnanya pun cenderung lebih terang,” tutur pria, yang bersama sang istri (Pawitah), menjalankan Batik Pawitah.
Pasangan suami istri ini membangun Batik Pawitah pada tahun 2009 dengan modal awal Rp5 juta. “Suatu ketika, Pemkab Kebumen mewajibkan para PNS (Pegawai Negeri Sipil)-nya menggunakan batik lokal. Kami mencoba menangkap peluang tersebut dengan merintis usaha sendiri, yang dalam perjalanannya kami beri brand Batik Pawitah,” lanjutnya.
Batik Pawitah berproduksi secara rutin (enam hari per minggu), baik untuk batik tulis maupun batik cap. Selain itu, juga ada batik printing yang cuma dibuat jika ada pesanan.
Untuk batik tulisnya, Batik Pawitah membandrol dengan harga Rp200 ribu−Rp350 ribu per 240 cm untuk batik kontemporer, sedangkan untuk yang klasik berbahan primisima dipatok Rp500 ribu−Rp1 juta dan Rp1 juta−Rp2 juta untuk yang berbahan sutra. “Selisih harga kain tidak seberapa, tapi tingkat kesulitan membatik di kain sutra lebih tinggi daripada di primisima,” jelasnya.
Sementara dalam batik cap terdapat dua sistem pembuatan. Pertama, sistem standar di mana harga dibandrol Rp90 ribu per 2 meter. Kedua, sistem kombinasi dengan batik tulis yang dihargai Rp100 ribu per 2 meter.
Untuk batik printing, yang biasanya digunakan sebagai bahan seragam sekolah, dibuat dalam jumlah banyak. Harga per meter-nya tergantung pada bahan dan banyaknya pesanan.
Dalam pemasarannya, Batik Pawitah masih menggunakan sistem ider (dijajakan secara berkeliling) dengan menggunakan mobil. Selain itu, juga melalui media sosial dan sebuah galeri yang terletak di Jalan Karangsambung, Gemeksekti, Kebumen.
Namun, untuk batik tulis klasiknya lebih banyak dikirimkan ke berbagai galeri di Jakarta dan Yogyakarta. Salah satunya di Galeri Engrasia yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
“Karena, di sinilah prospeknya paling bagus. Terutama, untuk batik klasik. Saya melihat, setiap libur tahunan, permintaan semakin tinggi. Konsumen luar cenderung menyukai motif klasik atau yang khas Kebumen,” pungkasnya.