e-preneur.co epreneurship online magazine
Related Articles
Komik Lawas
Eksistensi komik Indonesia sudah pulih, setelah sempat “dihajar” oleh kehadiran komik-komik Jepang. Hal ini, terlihat dari banyaknya orang yang memburu komik-komik lawas itu hingga ke tahap ingin mengoleksinya. Imbasnya, harganya terdongkrak naik di luar nalar. Seperti yang pernah terjadi pada Andy, yang menjual beberapa judul ciptaan komikus Hasmi ke seorang kolektor dengan harga Rp500 ribu/jilid!
e-preneur.co. Gundala Putra Petir, Godam, Si Buta dari Goa Hantu, dan sebagainya adalah superhero karya komikus Indonesia, yang pernah begitu digilai anak-anak dan remaja pada sekitar tahun 1970‒tahun 1980. Dan, ternyata, sampai sekarang, jumlah penggemar komik ini masih banyak. Bahkan, kemudian, mereka membentuk komunitas.
“Saya tidak menyangka, komik silat yang pernah saya baca lebih dari 20 tahun yang lalu itu masih banyak penggemarnya. Meski sempat tersisih oleh kehadiran komik-komik Jepang, tapi kini eksistensi komik Indonesia mulai pulih. Bahkan, untuk cetakan awal, harganya bisa selangit,” ujar Andy Wijaya, pemilik Anjaya Books, yang meyediakan aneka judul komik lawas.
Dulu, Andy melanjutkan, komik jadul (jaman dulu, red.) nyaris tidak ada harganya. Sama seperti buku-buku bekas lainnya, komik-komik tersebut dibandrol dengan harga super murah yaitu sekitar Rp5 ribu/jilid. Harga itu menjadi sedikit lebih mahal (Rp20 ribu/jilid, red.), jika memperolehnya langsung dari tangan kolektor komik.
Namun, beberapa tahun belakangan ini nostalgia terhadap komik-komik lawas kembali marak dan keinginan untuk mengoleksinya begitu besar. Imbasnya, harganya pun terdongkrak. Andy mencontohkan untuk beberapa judul ciptaan komikus Hasmi, yang bisa terjual dengan harga Rp500 ribu/jilid!
“Kalau komik ini saya tawarkan melalui media sosial, dalam waktu beberapa jam saja, pasti sudah laku terjual. Kenaikan harganya sepintas tidak wajar, mengingat tidak ada keseimbangan antara supply dan demand,” jelasnya.
Tingginya peminat komik lawas, boleh dikata, berkah bagi penggemar berat komik Indonesia ini. Tapi, imbasnya harga komik pun naik. “Pedagang komik di Malang, misalnya, karena terpengaruh gencarnya pemberitaan bisnis komik lawas di media massa lantas mencatut nama saya, ketika menawarkan komik-komik tersebut pada pembeli. Akhirnya, kondisi ini menjadi sebuah dilema,” ucapnya.
Untuk cetakan awal, harganya bisa selangit
Tidak hanya itu, saat berburu komik-komik lawas pun, Andy harus bersaing dengan penggemar komik lainnya. Bahkan, tidak jarang terjadi semacam sabotase di antara mereka. “Contoh, ketika saya memperoleh komik dengan harga murah dari seorang pedagang, lalu salah satu dari mereka meminta pedagang itu untuk menjual kepadanya, meski dengan harga yang lebih tinggi. tambahnya.
Sementara untuk bisa mendapatkan komik-komik incarannya, Andy tidak segan-segan memburunya hingga ke luar Jakarta. Beberapa kota yang sempat disinggahinya antara lain Padang, Bali, Madiun, Yogyakarta, Semarang, dan Cirebon.
Namun, menurut Andy, untuk kolektornya kebanyakan berada di Jakarta. Terbukti, ia pernah menjual koleksi komiknya yang berjudul Wiro Anak Rimba karangan Kwik Ing Hoo yang dicetak sekitar tahun 1956, dengan harga Rp10 juta (10 jilid, red.)!
Kini, Andy sudah memiliki kurang lebih 5.000 judul. Tumpukan komik yang ada di tokonya yang terletak di Mal ITC Kuningan, Jakarta Selatan, itu meski sepintas tampak seperti tumpukan barang bekas, tapi nilainya ditaksir tidak kurang dari Rp700 juta.
“Dari penjualan komik ini, setiap bulan saya bisa membukukan omset puluhan juta rupiah. Meski, secara pribadi, saya agak keberatan melepas judul-judul komik yang menjadi kegemaran saya,” pungkas penggemar komik klasik ini.
