Siomay Aisha
Memitrakan, siomay yang notabene camilan tradisional Indonesia, yang hampir semua orang pernah merasakannya adalah masalah gampang. Tapi, lain perkaranya, jika ingin membuat usaha mitra bisa berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, Rinda menawarkan kemitraan Siomay Aisha yang konsepnya dibuat sendiri. Meski belum secanggih waralaba, tapi Siomay Aisha telah memiliki lebih dari 100 mitra aktif yang tersebar di seluruh Jawa dan Sumatra
e-preneur.co. Sama halnya dengan sebagian besar Ibu rumah tangga zaman sekarang, Rinda Kusumawinti pun ingin mengisi waktu senggangnya dengan membangun usaha, yang tidak membuatnya harus meninggalkan rumah. Sehingga, urusan rumah tangga tidak terbengkalai dan pundi-pundi keuangan bertambah.
Lalu, ia membangun usaha yang diberinya nama Siomay Aisha. “Saya membuat prototype-nya di sebuah toko swalayan, di dekat sekolah anak saya. Alhamdulillah, respon dari masyarakat bagus dan banyak yang memesan untuk katering,” tutur Rinda, tentang usaha yang dibangunnya Maret 2011 itu.
Sebenarnya, kelahiran Surabaya, 1 Februari 1978 ini melanjutkan, Siomay Aisha lebih mirip Siomay Bandung atau yang biasa disebut Baso Tahu. “Jadi, siomay kami tidak memiliki bentuk cantik seperti siomay pada umumnya, tapi hanya berbentuk bulat seperti bakso,” ungkapnya.
Di samping itu, dalam penjualannya, jika penjual siomay pada umumnya hanya menjual siomay kukus saja, maka dalam satu gerobak Siomay Aisha tersedia tiga menu yaitu siomay, batagor, dan bakso cuankie plus dua kuah yaitu kuah kacang dan kuah baso. Rinda menjual siomaynya dengan harga Rp6 ribu/porsi (1 porsi isi 5).

Namun, dalam perkembangannya, ia menjualnya dengan harga Rp10 ribu/porsi (1 porsi isi 5). Hal ini, dimaksudkan agar mitra-mitranya bisa menjualnya dengan harga Rp2 ribu/buah. Lantaran, konsumen tidak selalu membeli satu porsi, tapi kadang tujuh atau 10 buah. Bahkan, untuk anak-anak hanya membeli tiga buah.
Tentang mitra, setahun setelah usaha ini dijalankan, Rinda membuka kemitraan. “Pada awalnya, saya berjualan di beberapa titik. Dalam perjalanannya, saya susah ngontrol dan mencari SDM (Sumber Daya Manusia),” jelasnya.
Selain itu, agar usahanya bisa berkembang, dia mencari partner dengan menawarkan kemitraan. Saat ini, ia telah memiliki 95‒100 mitra aktif yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Malang, Tegal, Lampung, dan Yogyakarta.
Balik modal pada bulan ke-5 atau ke-12
Siomay Aisha menawarkan dua tipe kemitraan yaitu tipe mini dan tipe maksi. Kemitraan Mini hanya menyediakan satu menu yaitu siomay, sedangkan Kemitraan Maksi menyediakan tiga menu sekaligus (siomay, batagor, dan bakso cuankie atau siomay berkuah bakso) plus dua kuah yaitu kuah kacang dan kuah baso.
Sementara dari ukuran gerobaknya, jika Kemitraan Mini menggunakan gerobak berukuran 80 cm x 80 cm, maka Kemitraan Maksi memakai gerobak berukuran 180 cm x 80 cm x 180 cm. Sedangkan dari sisi display menu, perabotan pada tipe mini terbatas, mengingat ukuran gerobaknya kecil. Berbeda dengan tipe besar, yang terlihat jelas display menu-menunya.
Selain itu, mitra juga mendapatkan booth, perabotan, bahan baku, tabung gas, kompor, dan training untuk penyajian. Untuk bahan baku, mitra mendapat sebanyak 150 buah atau untuk satu hari penjualan. Jika bahan baku sudah habis, mereka bisa membeli lagi tanpa minimal pembelian.
“Di sini, tidak ada fee-fee yang lain. Kami mengusung sistem yang kami buat sendiri yang notabene belum secanggih franchise,” ungkap sarjana teknik informatika dari STT Telkom Bandung ini.

Dalam sehari, perempuan yang membangun usahanya dengan modal awal Rp3 juta ini menargetkan para mitranya agar bisa menjual 150 buah/hari. “Memang tidak selalu tercapai. Sebab, sangat tergantung pada lokasi mereka berjualan dan SDM. Sehingga, rata-rata penjualan 100‒125 buah/outlet,” ucapnya.
Dengan demikian, untuk balik modal, mitra baru bisa mencapainya pada bulan ke-5 atau ke-12. “Meski dapat dijalankan sendiri (tanpa SDM), tapi hal itu sangat tergantung pada mental wirausahawan yang notabene masih sering turun naik. Karena itu, setidaknya, dibutuhkan satu karyawan yang membantu atau menggantikan si pemilik usaha jika yang bersangkutan sedang ada keperluan lain,” ujarnya
Sayangnya, SDM itu sendiri juga sering keluar masuk. “Mengingat, ini hanya sebuah usaha kecil yang organisasinya belum solid. Sehingga, SDM sering tidak betah hanya menunggu pembeli,” imbuhnya.
Sedangkan tentang lokasi, menurut Rinda, mitra yang berlokasi di tempat yang ramai bisa segera balik modal. Bahkan, yang sangat bersemangat dengan menawarkan door to door untuk katering, dalam tempo tiga bulan sudah balik modal.
Prospeknya? “Mengapa saya memilih siomay, karena pertama, siomay merupakan makanan tradisional Indonesia yang hampir semua orang pernah merasakannya. Kedua, edukasi ke masyarakat tidak sulit. Ketiga, selain dapat dijual dengan konsep grobakan, juga dapat dijual melalui katering dengan bekerja sama dengan berbagai usaha katering atau warung makan. Artinya, secara prospek marketnya luas, masih akan ada terus,” ujarnya.
Rinda yang membangun usahanya di kediamannya yang terletak di kawasan Pondok Kirana Asri, Depok, juga mengembangkan usahanya dalam bentuk warung tongkrongan dalam sebuah kios mungil. Di sini, bukan hanya tersedia menu Siomay Aisha, tapi juga makanan dan minuman lain yang sejalan dengan siomay dan disukai masyarakat. “Alhamdulillah responnya bagus,” pungkasnya.