Raja Gerobak
UKM merupakan industri yang paling tahan krisis. Mereka yang masuk ke dalam industri itu, dijamin juga tidak akan kena krisis. Seperti, industri pembuatan gerobak atau booth yang dijalankan Sito. Apalagi, gerobak yang ia produksi di bawah PT BSA Indonesia tersebut, bukan hanya memiliki desain bagus yang dibutuhkan konsumen, melainkan juga applicable dan fungsional
e-preneur.co. Tahun 1997–tahun 1998, Indonesia dihantam badai krisis moneter plus chaos. Tapi, ternyata, tidak semua sektor ekonomi mampu dihempaskannya.
Mereka yang bergerak dalam usaha kecil menengah (UKM), terutama dalam bidang makanan dan minuman, tetap bertahan. Kendati, gerobak yang mereka gunakan sangat sederhana.
Sementara beberapa usaha—termasuk usaha yang dibangun Wasito bersama temannya sejak tahun 1996—hancur lebur dan membuat mereka habis-habisan. Hingga, pada tahun 1999, mereka memutuskan untuk berpisah baik-baik. Selanjutnya, masing-masing mendirikan usaha dengan modal seadanya.
Sito, begitu nama gaulnya, mendirikan PT Biru Sejahtera Abadi (BSA Indonesia), sebuah usaha yang bergerak di bidang pembuatan stainless steel equipment untuk restoran, hotel, dan kafe. “Dapur untuk commercial kitchen selalu memakai stainless steel. Food industry yang sudah mengarah ke ISO pasti memakai stainless steel dan saya berada di situ,” jelasnya.
Tahun 2002, BSA Indonesia berkembang dengan merambah dunia farmasi. Sebab, industri makanan dan farmasi juga menggunakan peralatan stainless steel.

Tahun 2006, muncul industri franchise. Dan, pamerannya diselenggarakan di Balai Sidang (sekarang: Jakarta Convention Center, red.).
“Waktu itu, desain gerobak sudah sangat cantik. Tapi, eksekusi di produksi gerobaknya sangat jelek,” tutur lulusan sebuah Sekolah Pendidikan Guru ini.
Pelaku industri franchise, ia melanjutkan, rata-rata anak-anak muda atau orang-orang yang sudah melek teknologi informasi atau bisa mengeksplorasi komputer. Mereka bisa membuat desain yang bagus, namun saat diaplikasikan ke tukang pembuat gerobak—yang rata-rata masih belum memahami pembuatan gerobak—hasilnya tidak bagus.
Berdesain applicable fungsional
“Dari sini, saya berpikir, kalau saya yang menangani pasti hasilnya luar biasa,” imbuhnya. Tapi, ternyata, ia masih ragu. Mengingat, biasanya, menangani peralatan untuk hotel, kafe, dan restoran dengan pemasukan yang besar, lalu harus menangani gerobak yang pemasukannya kecil.
Namun, kemudian, ia mempertimbangkan bahwa barang kecil pasti risikonya kecil dan kalau turn over-nya cepat akan menjadi lebih baik. Selain itu, UKM merupakan industri yang paling tahan krisis, kalau ia masuk ke dalam industri itu, mestinya ia juga tidak akan kena krisis. “Dan, masuklah saya ke sini,” ujarnya.
Di sisi lain, Jade Wasito, begitu nama komersialnya, merasa pekerjaan ini gampang. “Bukan cuma itu, saya juga membuat gerobak dengan pendekatan restoran. Sehingga, saya menjadi pionir dalam bisnis ini,” ucap pria, yang dijuluki konsumennya Raja Gerobak itu dan akhirnya menamai usahanya Raja Gerobak.
Mengingat, ia menambahkan, top table-nya harus menggunakan stainless steel di mana biasanya kayu, seng, dan lain-lain, yang notabene benda-benda yang mengandung zat kimia berbahaya yang bila sekian mikronnya masuk ke dalam tubuh manusia, maka sekian puluh tahun kemudian bisa memicu munculnya kanker. “Dengan kata lain, di sini saya sekaligus mengkampanyekan kesehatan, sekali pun biayanya lebih mahal,” paparnya.
Selain itu, Raja Gerobak juga memiliki beberapa keunggulan. Pertama, saat proses produksi, bahkan saat sedang desain, sudah ditanyakan secara detil gerobak seperti apa yang diinginkan konsumen.
Kedua, Raja Gerobak membantu dalam pemilihan gerobak dari yang besar hingga yang kecil, khususnya yang applicable. “Banyak orang yang bisa mendesain gerobak dengan indah, tapi mereka tidak berpikir tentang aplikasinya. Kami membuat desain applicable fungsional,” jelasnya.
Ketiga, Raja Gerobak menguasai pengetahuan tentang food and beverage. Sehingga, bisa menyarankan apa yang terbaik. Keempat, kualitas barang. “Kalau barang kita tidak berkualitas, konsumen yang bisa kita yakinkan pun suatu saat akan pergi,” imbuhnya.

Tapi, ia melanjutkan, Raja Gerobak juga tidak pernah mencegah konsumen yang akan pergi. “Saya tidak pernah ketakutan kehilangan konsumen. Sebab, itu justru cambuk bagi kami agar introspeksi. Namun, kebanyakan konsumen saya lari lantaran masalah harga. Mereka beranggapan kami mahal,” katanya.
Ya, Raja Gerobak memang termasuk mahal. Harga per gerobak ditentukan oleh material yang dipakai, ukuran, dan desain. “Raja Gerobak tidak membebankan minimal order. Karena, banyak UKM yang memulai usaha dengan modal pas-pasan, tapi mempunyai potensi untuk growing yang luar biasa. Hal itu, sudah terbukti pada konsumen-konsumen saya,” ucap kelahiran Kebumen, 9 November 1972 ini.
Untuk ketahanan produk, ia menambahkan, sekali pun sudah ringsek, Raja Gerobak yang membangun usahanya di kawasan Mustika Jaya, Bekasi Timur, (dan, lalu memindahkannya ke Jalan Pondok Gede Raya, Cipayung, Jakarta Timur, red.), masih bisa merekondisi/memperbaiki dengan kualitas yang hampir menyamai yang baru. Sementara harga servisnya, separuh harga yang baru.
Meski begitu, usaha ini tidak berjalan terlalu mulus. Sito terkendala pada menciptakan sumber daya manusia (SDM) untuk memproduksi dengan baik. “Saya kekurangan SDM seperti yang saya harapkan. Untuk itu, yang bisa saya lakukan hanya terus-menerus mencari SDM agar hasil pekerjaan semakin bagus,” jelasnya. Raja Gerobak menjalankan konsep learning by doing, selain ada supervisor yang membantu mengarahkan mereka agar dapat bekerja dengan baik.
“Tapi, jika berbicara order, tidak pernah sepi. Di penjualan pun tidak ada masalah,” lanjut Sito, yang mempekerjakan puluhan orang dan menerima puluhan gerobak pesanan per bulan. Sehingga, mampu membukukan omset ratusan juta rupiah.
Prospeknya? “Sangat prospektif!” Sebab, mereka yang bergerak dalam bidang franchise dengan konsep gerobak semakin banyak,” tegas Sito, yang juga membuat metal kitchen dengan garansi minimum 10 tahun.