Teripang
Untuk memenuhi permintaan pasar dunia yang terus naik, selama ini teripang diambil begitu saja dari laut. Jika hal ini terus-menerus dilakukan, maka teripang pun punah. Padahal, sebenarnya, teripang dapat dibudidayakan dalam bak semen tanpa menghilangkan unsur habitatnya. Imbasnya, hasil panennya melimpah, ekosistemnya juga tidak rusak
e-preneur.co. Teripang, selain lezat, juga berkhasiat untuk menyembuhkan asma, darah tinggi, dan diabetes. Tidak mengherankan, bila permintaan terhadap hewan laut ini sangat tinggi.
Menurut As Santoso, permintaan Teripang Pasir datang dari Hong Kong, Taiwan, dan Korea sebanyak 2 ton‒3 ton per bulan. Sementara dari Timur tengah, sebanyak 2 ton/bulan.
“Karena produksi kami masih sedikit, kami belum mampu memenuhi semua permintaan tersebut,” kata salah satu pembudidaya Teripang Pasir ini.
As dan sang suami, Ata Santoso, membudidayakan Teripang Pasir dengan menggunakan sistem bak, bukan laut/alami. “Ini cara baru yang kami kembangkan,” ucap As, yang telah memiliki puluhan petani teripang binaan di Makassar.
Sudah dapat dipanen dalam waktu 6 bulan‒8 bulan
Budidaya teripang secara alami, Ata menambahkan, sangat rentan terhadap kondisi laut. “Kalau teripang sudah dimakan kerang atau kepiting, kami akan mengalami kerugian. Karena, harus panen dini,” ujarnya. Karena itu, ia tertarik untuk membudidayakan Teripang Pasir di bak semen.
Pada dasarnya, prinsip budidaya di bak semen mirip dengan di laut. Hanya, untuk bak semen, petani harus rajin mengganti air laut yang ada.
Dalam bak semen berukuran 2 m x 5 m dapat ditampung sekitar 1.000 teripang. Tapi, jika teripangnya mulai membesar, maka bak itu cuma mampu menampung 300 teripang siap panen.

Untuk bibitnya, sebaiknya menggunakan teripang hibrid atau yang sudah melalui proses rekayasa genetika. Sehingga, teripang sudah dapat dipanen dalam waktu 6 bulan‒8 bulan.
“Kalau memakai teripang alam, sampai dua tahun beratnya hanya 1,4 kg. Berbeda jika menggunakan teripang hibrid, yang dalam tempo 6 bulan‒8 bulan bisa mencapai 2 kg,” jelasnya.
Untuk pakannya, petani teripang biasanya menggunakan pelet SL1‒ SL8. “Teripang hibrid hanya membutuhkan 3 kg pakan per ekor sampai siap panen. Kalau teripang alam, bisa sampai 6 kg per ekor sampai siap panen,” tambahnya.
Setiap kali panen, pasangan suami istri ini bisa mengeskpor sampai 2 ton Teripang Pasir di mana harga per kilogramnya saat itu mencapai Rp2 juta. “Setelah enam bulan dikembangbiakkan, maka setiap bulan kami bisa panen. Karena, setiap bak berbeda-beda masa panennya,” pungkas As.

Ke depannya, melalui perusahaannya yang telah berdiri sejak tahun 1999 juga diproduksi Minyak Teripang. Minyak ini mempunyai kadar minyak bermutu tinggi dan lemak tak jenuh, yang baik untuk kesehatan dan kecantikan.