Sirih Merah
Selama ini, pemanfaatan Sirih Merah untuk menyembuhkan berbagai penyakit, masih sebatas pengalaman yang disebarkan secara lisan dan turun temurun. Penelitian terhadap tanaman obat yang juga dapat dijadikan tanaman hias ini, masih sangat kurang. Terutama, dalam pengembangannya sebagai bahan baku biofarmaka. Di sisi lain, Sirih Merah gampang dibudidayakan
e-preneur.co. Tanaman sirih mempunyai banyak jenis, seperti Sirih Gading, Sirih Hijau, Sirih Hitam, Sirih Kuning, dan Sirih Merah. Semuanya, memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya merambat, serta bentuk daunnya menyerupai hati dan bertangkai yang tumbuh berselang-seling dari batangnya.
Berbicara tentang Sirih Merah (Latin: piper ornatum, red.), tanaman ini mempunyai penampakan yang sangat jelas berbeda dengan Sirih Hijau. Sebab, ia memiliki daun berwarna merah keperakan, bila daun itu disobek akan mengeluarkan lendir, dan aromanya lebih wangi.
Lantaran permukaan daunnya merah keperakan dan mengkilap itulah, pada tahun 1990-an, Sirih Merah dijadikan tanaman hias oleh para hobiis. Padahal, sejak zaman nenek moyang kita, tanaman yang termasuk dalamkeluarga piperaceae itu lebih dikenal sebagai tanaman obat. Di samping itu, juga memiliki nilai spiritual yang tinggi.
Sebab, dalam Daun Sirih Merah terkandung senyawa fitokimia yakni alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid. Secara empiris, daun ini dapat digunakan untuk menyembuhkan diabetes mellitus, hepatitis, batu ginjal, menurunkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, radang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi, dan memperhalus kulit. Dalam penggunaannya bisa dalam bentuk segar, simplisia, teh, serbuk, maupun ekstrak kapsul.
Melalui hasil uji praklinis pada tikus, diketahui bahwa Sirih Merah aman dikonsumsi dan tidak bersifat toksik. Karena itu pula, banyak digunakan di klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi penderita, yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia.
Antiseptik dan antimikroba
Sementara mengenai nilai spiritualnya yang tinggi, sejak dulu, Sirih Merah telah digunakan oleh Masyarakat Jawa sebagai bagian dari acara adat ngadi saliro. Di sini, air rebusannya yang mengandung antiseptik itu, digunakan untuk menjaga kesehatan rongga mulut dan menyembuhkan keputihan, serta bau tak sedap.
Dengan keunggulannya sebagai antiseptik dan antimikroba, tidak mengherankan jika kemudian banyak orang ingin membudidayakannya. Sirih Merah dapat diperbanyak secara vegetatif, baik dengan penyetekan maupun pencangkokan. Mengingat, tanaman ini tidak berbunga.
Penyetekan dapat dilakukan dengan menggunakan sulur dengan panjang 20 cm‒30 cm. Sulur, sebaiknya, diambil dari tanaman yang sehat dan telah berumur lebih dari setahun. Selain itu, pilih sulur yang telah mengeluarkan akar dan mempunyai 2 daun‒3 daun.

Selanjutnya, menyediakan media tanam berupa pasir, tanah, dan kompos dengan perbandingan 1:1:1. Lalu, media tanam tersebut dimasukkan ke dalam polybag berdiameter 10 cm, yang bagian bawahnya sudah dilubangi. Sulur yang telah dipotong-potong, direndam dalam air bersih selama lebih kurang 15 menit.
Berikutnya, setek ditanam pada polybag yang telah berisi media tanam. Letakkan setek di tempat yang teduh dengan penyinaran matahari lebih kurang 60%.
Sementara perbanyakan dengan pencangkokan, dilakukan dengan memilih cabang yang cukup tua, kira-kira 15 cm dari batang pokoknya. Kemudian, cabang tersebut diikat atau dibalut ijuk/sabut kelapa yang dapat mengisap air. Pencangkokan tidak perlu mengupas kulit batang.
Cangkok diusahakan selalu basah, agar akarnya cepat tumbuh dan berkembang. Cangkok dapat dipotong dan ditanaman di polybag, bila akar yang muncul sudah banyak. Penanaman di lapangan dilakukan pada awal musim hujan, dengan jarak tanam 1 m x 1 m; 1 m x 1,5 m; atau tergantung kondisi lahan
Untuk tempat menjalar, dibuat ajir dari batang kayu atau bambu. Sementara sebagai tiang panjat, dapat digunakan tanaman dadap atau kelor.

Sirih Merah dapat beradaptasi dengan baik di setiap jenis tanah dan tidak terlalu sulit dalam pemeliharaannya. Selama ini, tanaman ini tumbuh tanpa pemupukan. Yang penting selama pertumbuhannya di lapangan, penyiramannya baik (1‒2 kali dalam sehari atau tergantung cuaca) dan mendapat cahaya matahari 60%‒75%.
Sirih Merah siap dipanen saat berumur minimal empat bulan. Pada saat itu, tanaman tersebut sudah mempunyai daun 16 lembar‒20 lembar. Ukuran daunnya pun sudah optimal dan panjangnya mencapai 15 cm‒20 cm.
Daun yang akan dipanen harus sudah cukup tua, bersih, dan warnanya mengkilap. Karena, pada saat itu, kadar bahan aktifnya sudah tinggi.
Cara pemetikan dimulai dari daun tanaman bagian bawah menuju atas. Setelah dipetik, daun disortir dan direndam dalam air untuk membersikan kotoran dan debu yang menempel, kemudian dibilas hingga bersih dan ditiriskan.
Selanjutnya, daun dirajang dengan pisau yang tajam, bersih, dan steril dengan lebar irisan 1 cm. Hasil rajangan dikeringkan dengan cara dianginkan di atas tampah yang telah dialasi kertas, sampai kadar airnya di bawah 12% atau selama lebih kurang 3 hari‒4 hari.
Rajangan daun yang telah kering dimasukkan ke dalam kantong plastik transparan yang kedap air, bersama-sama dimasukan silika gel untuk penyerap air, kemudian ditutup rapat. Kemasan diberi label tanggal pengemasan, selanjutnya disimpan di tempat kering dan bersih. Dengan penyimpanan yang baik, simplisia Sirih Merah dapat bertahan sampai satu tahun.
Dengan melihat potensinya yang sangat besar sebagai tanaman obat multifungsi, maka penggunaan Sirih Merah sebagai bahan baku obat moderen seharusnya ditingkatkan. Tapi, yang terjadi justru penelitian terhadap tanaman ini masih belum banyak dilakukan.