Ayam Babe
Nama brand-nya menggelitik. Sementara penawaran konsep kerja samanya unik. Itulah, Ayam Babe milik Dafi yang bukan menjual proyeksi keuntungan, melainkan kesempatan yang sama untuk maju dalam usaha ini
e-preneur.co. Ayam Babe merupakan kependekan dari Ayam Bakar Betawi atau Jakarta. Tapi, sebenarnya, Ayam Bakar khas Jakarta itu tidak ada.
“Itu sekadar identitas kalau pemiliknya Anak Betawi. Di sisi lain, singkatan itu juga pas. Karena, Babe merupakan panggilan Bapak di kalangan Keluarga Betawi,” kata M. Muamar Khadafi.
Untuk membedakan Ayam Babe dengan Ayam Bakar yang lain, pria yang akrab disapa Dafi ini membuat konsep yang berbeda baik dari karakter rasa maupun penyajiannya. Contoh, dari karakter rasa, pada umumnya, Ayam Bakar hanya dibungkus dengan bumbu kecap. Sementara Ayam Babe, menggunakan Bumbu Barbeque khas Betawi yang dicampur dengan kecap. Untuk itu, Ayam Babe mempunyai dua macam rasa yaitu pedas dan manis.
Untuk penyajiannya, biasanya, Ayam Bakar dilengkapi dengan Daun Kemangi, timun, dan kol. Sedangkan Ayam Babe, menggunakan salad seperti di makanan cepat saji Jepang.
“Keberadaan salad berhubungan dengan mimpi besar kami yaitu ingin Ayam Babe sederajat dengan berbagai resto fried chicken. Termasuk, dalam sistem penyajiannya yang cepat,” jelas Sarjana Sastra Arab dari Universitas Indonesia ini.

Ayam Bakar ia jadikan pilihan bisnis, sebab setiap orang mengenal Ayam Bakar. “Saya percaya, lebih baik memanfaatkan yang sudah tenar di kalangan masyarakat, lalu melakukan inovasi, daripada harus membuat produk baru yang unik, yang tidak dimiliki pelaku bisnis lain, tapi membutuhkan pengenalan produk,” paparnya.
Ayam Babe dirintis pada tahun 2011, setelah Dafi gagal dengan dua bisnis sebelumnya. Dengan menjual telepon genggam, ia mendapatkan modal awal Rp400 ribu di mana Rp250 ribu di antaranya dibelikan ayam dan bumbu-bumbu, Rp50 ribu untuk mencetak brosur, dan Rp100 ribu disimpan. “Peralatan memasak pinjam dari mertua,” kisahnya.
Yang dibagi bukan cuma untung, melainkan juga rugi
Selanjutnya, dengan dibantu sang istri, ayam tersebut dipotong menjadi delapan bagian dan setiap potongan dijual Rp8 ribu. Lalu, untuk berjualan, ia menemukan tempat yang uang sewanya dibayar dengan bagi hasil. Dan, ngelapaklah mereka di teras Rumah Tahanan Militer Cimanggis, Depok.
Setelah itu, Ayam Babe berpindah-pindah dengan mendompleng toko swalayan yang satu ke toko swalayan yang lain. Lantas, pada tahun 2013, dengan modal Rp60 juta, Ayam Babe pun berubah menjadi mini resto di kawasan Pondok Duta, Cimanggis, Depok.
Mini resto yang berukuran 50 m² itu mampu menampung sekitar 20 orang. Sementara menu yang disajikan, bukan hanya Ayam Bakar yang kini dipotong menjadi empat bagian, melainkan juga Iga Bakar, Lele Bakar, Tempe Bakar, dan sebagainya.
Dalam perjalanannya, Ayam Babe yang ramai pengunjung saat makan siang dan makan malam itu, berkembang menjadi tiga outlet di mana satu outlet milik Dafi dan dua outlet yang lain hasil kerja sama. Ya, pada tahun itu pula, Ayam Babe menawarkan musharakah atau kerja sama.

Dalam sistem kerja sama tersebut, menurut kelahiran Jakarta, 15 Februari 1985 itu, terdapat dua pihak. Pertama, pemilik keahlian atau pemilik usaha di mana ia harus menyediakan modal untuk running/dana berputar/biaya operasional, seperti kebutuhan outlet, SDM (Sumber Daya Manusia), produksi, dan lain-lain. Kedua, pemilik modal atau investor di mana ia harus menyediakan modal untuk persiapan outlet.
Setelah itu, modal kedua belah pihak tersebut digabungkan. Nantinya, hasil penjualan dibagi dua. Tapi, hasil yang dibagi itu baik untung maupun rugi. “Saya bukan menjual proyeksi keuntungan, melainkan kesempatan yang sama untuk maju dalam usaha ini,” tegasnya.
Konsep kerja sama ini, ia menambahkan, sebenarnya, tidak boleh mematok berapa nilainya. Jadi, berapa pun uangnya ya sama-sama. Kalau tidak cukup ya dikurangi spesifikasinya.
Selanjutnya, setelah kerja sama berjalan, pemilik modal akan mengurusi bagian keuangan. Sedangkan pemilik keahlian, mengurusi produksi dan SDM.
Tentang balik modal, berdasarkan standar, Ayam Babe menjanjikan balik modal dalam tempo dua tahun. “Pada setiap orang, selalu saya katakan bahwa pada tahun pertama menjalankan usaha ini pasti akan ‘berdarah-darah’. Jadi, jangan berharap banyak. Sementara di tahun kedua, saya bisa menjamin akan ada keuntungan Sebab, bagi saya, proses branding membutuhkan waktu satu tahun,” pungkasnya.