Ayam Bakar Gus Pur
Setiap tempat makan, terutama yang berbahan baku ayam, tentu mempunyai cirikhas masing-masing. Termasuk, Ayam Bakar Gus Pur yang dihasilkan dari padu padan berbagai resep yang sudah terkenal, yang lalu dimodifikasikan. Dan, hal ini, ternyata diterima oleh Masyarakat Batam yang notabene sudah mempunyai selera sendiri
e-preneur.co. Jangan pandang sebelah mata pada usaha berskala kecil. Sebab, usaha semacam itu bisa berkembang menjadi usaha berskala menengah atau bahkan menengah ke atas. Contoh, warung-warung tenda (warten) yang biasa ditemui di pinggir-pinggir jalan.
Warten Ayam Bakar Gus Pur atau yang populer dengan singkatan ABG, telah membuktikan itu. Seiring berjalannya waktu, usaha kakilima yang dibangun Bagus Purwanto ini berkembang menjadi warung makan. Selanjutnya, menjadi rumah makan berikut pendingin ruangannya.

“Semula, saya ini karyawan sebuah warten dengan gaji Rp15 ribu/malam. Suatu ketika, pemilik warten yang merupakan salah satu tukang masak pertama di sebuah rumah makan franchise, ingin kembali ke kampung halamannya,” kisah Gus Pur, begitu sapaan akrabnya.
Lalu, Gus Pur meyakinkan teman-temannya untuk meneruskan usaha itu. Apalagi, pemilik warten sudah menurunkan keahliannya kepada anak buahnya.
“Meski, sebenarnya kami tidak yakin. Karena, keuangan kami tidak memungkinkan. Tapi, pada akhirnya, warten tersebut bisa kami ambil alih semuanya dengan harga Rp7 juta,” lanjutnya.
Selang beberapa waktu, warten yang dibuka pada tahun 2007 tersebut pindah lokasi ke sebuah kios. Lantas, pindah lagi ke kawasan Ruko Paradise, Taman Raya, Batam, dengan luas 5 m x 20 m.

ABG didesain dengan penataan sebagian menggunakan meja dan kursi (di sini, tersedia sekitar 50 kursi, red.), sebagian yang lain secara lesehan. Kehadiran lesehan, menurut Gus Pur, disesuaikan dengan karakter orang Batam yang terbiasa dengan alam lepas. “Bahkan, jika cuaca sedang bagus, kebanyakan pengunjung lebih memilih lesehan,” jelasnya.
Untuk menunya, selain ayam bakar, juga tersedia bebek, udang, sotong, mujair, bawal, sop tulang (sapi), dan iga bakar. Sementara untuk sayurannya, ada berbagai macam ca, capcay, dan lain-lain. “Kalau berbicara tentang bedanya dengan berbagai warung makan sejenis, bumbu ayam bakar saya dihasilkan dari memadupadankan berbagai resep yang sudah terkenal, lalu kami modifikasi,” ungkapnya.
Hasil dari modifikasi padu padan berbagai resep
ABG yang buka pada jam 12.00–24.00, ramai pengunjung pada jam 19.00–21.00 seperti orang-orang dulu mengenalnya. Menurut kelahiran Pacitan, 21 Agustus 1973 ini, untuk siang hari, ABG belum berhasil.
“Boleh dibilang, kami ini ‘pemain malam’. Sehingga, belum menemukan jalan keluar untuk mengeluarkan menu-menu siang. Apalagi, lokasi kami jauh dari perkantoran. Jadi, yang sering datang ya orang-orang di sekitar sini saja atau yang sedang lewat,” jelasnya. Karena itu, harap maklum jika omset yang dihasilkan pada siang hari ¼ dari yang dihasilkan malam hari pun tidak.

Untuk mengatasi masalah tersebut, warung makan ini terus mencoba mengeluarkan berbagai promo. Sehingga, pelan tapi pasti masalah terurai.
“Promo berupa diskon tidak berpengaruh bagi orang-orang Batam. Mereka harus diberi suatu kreasi yang seolah-olah memberi nilai tambah terhadap mereka,” beber Gus Pur, yang membawahi belasan karyawan.

Prospeknya? “Usaha kuliner di Batam mempunyai prospek yang bagus. Meski begitu, Batam mempunyai selera sendiri. Sehingga, terbentuk menjadi pasar tersendiri yang tidak dapat ditembus oleh usaha-usaha kuliner dari luar Batam,” ungkapnya.
Berkaitan dengan itu, ABG pun melakukan pengembangan dengan menawarkan konsep waralaba. “Selain melakukan ‘penggemukan’ usaha, kami juga melakukan pengembangan usaha melalui proses waralaba,” pungkasnya.