Home / Kiat / Selektif Memilih Mitra Bisnis

Selektif Memilih Mitra Bisnis

Hot Cwie Mie Malang

 

Meski dikenal sebagai bisnis yang kagak ade matinye, tapi tidak mudah menjalankan bisnis kuliner. Termasuk, bisnis mie seperti Hot Cwie Mie Malang. Namun, dengan inovasi dan pelayanan, serta selektif dalam memilih mitra, resto ini pun bertahan, bahkan menggurita dengan puluhan cabang

 

e-preneur.co. Bisnis kuliner dijuluki bisnis yang kebal krisis. Sebab, sedahsyat apa pun krisis ekonomi yang terjadi, makanan tetaplah kebutuhan wajib yang harus dipenuhi

Di sisi lain, perputaran uang dalam bisnis makanan dan minuman ini begitu cepat. Sehingga, modal yang ditanamkan dapat kembali dalam waktu singkat.

Jadi, tidak mengherankan bila banyak pebisnis yang tertarik menekuni dunia bisnis kuliner. Meski, tidak segampang itu menjalankannya.

Faktanya, tidak sedikit pebisnis kuliner yang kemudian gulung tikar. Sementara faktor penyebabnya, di antaranya menjadikan bisnis kuliner sebagai batu loncatan untuk menjadi entrepreneur, tidak mempunyai keahlian dan pengetahuan yang cukup tentang bisnis kuliner, hanya mengandalkan koki, dan sebagainya.

“Kalau terjun ke bisnis ini harus mempunyai konsep: apakah mau warung, restoran, kafe, atau yang lainnya. Selain itu, harus belajar memasak, belajar melayani, dan belajar mengelola keuangan. Mereka yang gagal di bisnis ini, lantaran menyerahkan itu semua ke orang lain,” ujar Chairul Rivai, pemilik restoran Hot Cwie Mie Malang (CMM) dan Roellie’s Steak.

Di samping itu, kebanyakan pebisnis silau dengan keberhasilan pebisnis lain, tanpa mau memperhatikan prosesnya. Hot CMM, misalnya, kini memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. Keberhasilan ini, menurut pria yang akrab disapa Rully itu, tidak diperoleh dengan mudah.

Alumnus NHI Bandung ini, harus menjual rumahnya untuk membangun bisnisnya pada tahun 1995. Belum lama restonya berjalan, krisis moneter menghatam Tanah Air. Imbasnya, usaha yang diberi nama Roellie’s Steak itu sedikit demi sedikit tergerogoti.

“Kami menggunakan daging sapi impor. Tingginya kurs dolar atas rupiah menyebabkan kenaikan harga bahan baku hingga tiga kali lipat,” jelasnya.

Dalam situasi yang tidak menguntungkan itu, Rully banting kemudi dengan berjualan makanan yang tidak tergantung pada bahan baku impor. Dan, pilihannya jatuh pada mie yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia setelah nasi.

Rully menawarkan resep mie dari daerah asalnya yakni Malang. Sementara produknya, ia beri nama Hot Cwie Mie Malang.

Lihat kemampuan finansial dan tingkat keseriusan calon mitra, serta lihat apakah calon mitra bisa dipercaya/tidak

“Saya mempunyai beberapa pertimbangan menggunakan brand ini. Pertama, jika ingin membuka usaha mie di Jakarta, saya harus memunculkan nama yang berbeda. Karena itulah, saya angkat cwie mie ini di Jakarta dengan menambahkan kata Malang. Akhirnya, orang-orang Jakarta mengetahui kalau cwie mie itu dari Malang,” paparnya.

Kedua, dengan menggunakan brand tersebut, minimal orang-orang Malang mengetahui jika cwie mie sudah ada di Jakarta. Ada perasaan nostalgia dalam diri mereka.

Terbukti, ketika Rully membuka resto cwie mie yang pertama di Kelapa Dua, Depok, yang pertama kali datang yakni orang-orang Malang. “Tapi, saya membuka resto ini bukan hanya untuk orang-orang Malang, melankan juga untuk orang-orang Jakarta dan orang-orang yang berasal dari mana saja,” tegasnya.

Uniknya, kalau boleh dibilang begitu, meski sudah memiliki puluhan cabang, tapi tidak ada satu pun yang berlokasi di pusat perbelanjaan atau mal. “Biaya sewa di mal sangat mahal, tidak sebanding dengan omset yang diperoleh. Setelah dihitung-hitung, keuntungan yang diperoleh tidak seberapa. Akibatnya, balik modalnya lama,” ungkapnya.

Rully lebih memilih lokasi di pinggiran, dekat pemukiman, dan beberapa di antaranya dekat dengan jalan tol lingkar luar Jakarta. Sebab, dengan biaya sewa yang murah, ia bisa menyajikan makanan dengan harga terjangkau.

Imbasnya, nama Hot CMM terus berkibar dan membuat banyak pihak tertarik untuk menjalin kerja sama. Namun, Ruly tidak mau sembarangan membuka cabang. Ia harus melihat dulu kemampuan finansial calon mitra dan tingkat keseriusannya, serta bisa dipercaya atau tidak.

“Saya paham tentang franchise dari pengalaman saya. Karena itu, saya tidak mau ceroboh menawarkan konsep itu. Sehingga, nantinya malah menyusahkan mitra. Saya akan mengatakan itu kerja sama, mungkin bentuknya franchise. Saya juga selalu menekankan kepada calon mitra ada risiko yang tidak enak. Untuk itu, kedua belah pihak harus serius dalam mengelola bisnis ini,” jelas Rully, yang kini mempunyai cabang di antaranya di Padang, Medan, Bali, Yogyakarta, Semarang, Batam, Jambi, Makassar, Jakarta, dan Tangerang.

Sementara untuk mengatasi persaingan yang sangat ketat di bisnis ini, Rully melakukannya dengan memperkuat training untuk menghasilkan tenaga-tenaga trampil yang loyal. Selain itu, agar usahanya tetap bertahan atau tidak ditinggalkan konsumen yang jenuh, ia melakukan inovasi produk.

Rully juga melakukan perubahan konsep pada cabang-cabang baru yaitu mengubah desain tradisional menjadi moderen, mulai tahun 2011. Di samping itu, juga melakukan pengembangan outlet. “Jadi, ketika orang lain jenuh membuka resto, saya justru sebaliknya,” pungkasnya.

Check Also

“Naik Kelas” dengan Mengganti Gerobak Dorong dengan Outlet Permanen Berkonsep Restoran

Bakmi Gila Usaha kakilima banyak diminati para pelaku usaha. Selain itu, konsep PKL mempunyai potensi …