Pizza Rakyat
Pizza, bagi masyarakat menengah ke bawah, hanyalah salah satu camilan asing yang harganya tidak terjangkau oleh isi dompet mereka. Tidak kekurangan akal, Budi pun menurunkan “derajatnya” dengan mengeluarkan Pizza Rakyat. Imbasnya, bukan cuma konsumen yang menyukai, melainkan juga menarik para pelaku usaha untuk menjadi mitranya
e-preneur.co. Kudapan seperti fried chicken, burger, dan lain-lain, dulu hanya dapat dijumpai di berbagai restoran cepat saji. Sementara konsumen yang dituju yakni masyarakat menengah ke atas. Tapi, kini, makanan-makanan ringan dari Barat itu sudah dapat ditemui di pinggir-pinggir jalan, dalam bentuk gerobak kakilima.
Berbeda dengan pizza. Untuk jangka waktu yang relatif lama, camilan dari Italia ini belum dapat dijumpai di kakilima.
Hingga, terbetik ide dalam benak Budi Kusworo untuk menjual pizza versi kakilima. Tujuannya, agar semua orang, terutama dari kalangan menengah ke bawah, juga dapat merasakan makanan ringan yang relatif mahal ini. Di sisi lain, adonan pizza lebih gampang dibuat ketimbang camilan-camilan asing lainnya.
Namun, ternyata, tidak semudah itu membuat pizza seperti yang ia inginkan. Untuk itu, pria yang tidak memiliki latar belakang kuliner itu harus melakukan trial and error hingga dua bulan.
Hingga, akhirnya, ia berhasil menemukan rasa pizza yang cocok dengan lidah orang Indonesia. “Karena itulah, tagline-nya: Pizza Rakyat Cocok dengan Lidah Orang Indonesia,” tutur Budi, yang menamai hasil karyanya “Pizza Rakyat” (PR).
PR memiliki lima jenis topping yaitu sosis, sayur, sosis sayur, daging, dan kombinasi. Untuk pizza dengan loyang berdiameter 20 cm yang dapat dipotong menjadi delapan slices, PR termasuk terjangkau harganya oleh seluruh lapisan masyarakat. “Kalau saya boleh mengklaim, PR adalah pizza yang paling murah,” ucap sarjana psikologi dari Universitas Islam Negeri Jakarta, ini.
Pizza paling murah
Tidak mengherankan, di awal berdirinya (Agustus 2009), PR mampu menjual 60−100 loyang per hari. Kendati, kemungkinan, hal itu berkaitan dengan bulan puasa.
“Per hari, kami mampu menjual rata-rata 30−50 loyang. Tapi, untuk mitra, saya menargetkan 25 loyang/hari saja agar mereka bisa balik modal dalam tempo 5−6 bulan,” jelas Budi, yang membangun PR dengan modal awal Rp3 juta.
Ya, meski baru seumur jagung, PR sudah dimitrakan pada tahun 2010. “Pada satu sisi, saya melihat bagus juga jika usaha ini dimitrakan. Karena, harga jualnya terjangkau. Di sisi lain, saya ingin setiap orang memiliki usaha. Walau, dalam kapasitas kecil-kecilan,” katanya.
Dengan kemitraan tanpa franchise fee, royalty fee, dan advertising fee, kecuali supporting fee, PR pun berkembang menjadi 97 cabang (lima di antaranya milik pribadi, red.) yang tersebar hampir di seluruh Tanah Air. Namun, apakah ini berarti usaha ini prospekti? Ternyata, menurut kelahiran Jakarta, 14 November 1982 ini, sebagai produk fashion, makanan-makanan semacam fried chicken, burger, pizza, dan lain-lain pada satu masa akan mengalami booming, anjlog, stagnant, dan pada akhirnya berada pada masa stabil.
“Untuk menjaganya tetap stabil, saya mengeluarkan produk baru berupa pizza dengan ukuran yang lebih kecil (loyang berdiameter 12 cm, red.). Sehingga, anak-anak bisa lebih menikmati. Selain itu, mengubah perwajahan kardusnya,” pungkasnya.