Hasil Panen Organik
(Golden Organic)
Seiring waktu berjalan, kesadaran masyarakat akan arti penting hidup sehat, terutama bagi anak-anak mereka, membuat mereka mulai beralih ke sayuran dan buah organik. Imbasnya, pasar sayuran dan buah organik pun mulai terbuka lebar-lebar
e-preneur.co. Siapa pun mengetahui dan prihatin dengan kehidupan para petani, yang notabene kurang sejahtera. Tapi, tidak banyak yang lalu mengambil tindakan guna mengangkat atau bahkan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Dari yang cuma beberapa gelintir itu, adalah seorang Ibu yang bekerja di Kementerian Pertanian. Ibu ini, membina para petani agar beralih ke sistem penanaman organik.
Mengingat kesadaran orang-orang dalam berorganik masih rendah, program organik Ibu tersebut diragukan. Tapi, beliau tetap yakin. Karena, sistem penanaman konvensional itu berdampak “luar biasa” bagi lingkungan.
Berbeda dengan sistem penanaman organik di mana oke untuk lingkungan, maupun orang-orang yang mengonsumsi hasil tanamnya. Di sisi lain, cara ini bisa membuat para petani kaya, sejahtera.
Keraguan orang-orang terhadap organik, sebenarnya lebih kepada masalah pasarnya. Apalagi, produk-produk tanaman organik agak sulit perawatannya dan sedikit lebih mahal harganya.
“Untuk itu, Ibu saya menantang Bapak saya agar membantu para petani dalam memasarkan produk organik mereka,” kisah Akhmad Muttaqin. Sang Bapak yang konsultan perikanan, sebenarnya pesimis.
Mengingat, pengiriman ke Hypermart, misalnya, sedikit sekali yaitu 20–30 item dari 68 item yang dimiliki atau tidak lebih 200 kg/minggu. Bahkan, omsetnya pun hanya sekitar Rp15 juta–Rp20 juta per minggu. Meski begitu, usaha yang hadir pada tahun 2006 dan diberi nama Golden Organic ini terus berjalan.
Selama dua tahun pertama, kondisi usaha ini berjalan stag, standar. Pada tahun keempat atau kelima setelah lulus dari kuliahnya di fakultas ekonomi, Universitas Airlangga, Surabaya, Kikin, begitu ia akrab disapa, membantu usaha keluarga ini dan fokus di pemasaran.
Sejahterakan petani, sehatkan konsumen
Ber-partner dengan sang Bapak, ia berhasil menembus KemChick, Healthy Choice, dan Ranch Market. Imbasnya, omset melonjak menjadi Rp160 juta–Rp200 juta per bulan.
Sementara dari sisi quantity—Golden Organic biasanya mengirim sayuran seminggu tiga kali yaitu pada Senin, Rabu, dan Jumat—kurang lebih sebanyak 700 kg per sekali kirim. Sedangkan dari sisi item, usaha yang terletak di kawasan Puspitek Raya, Serpong, Tangerang, itu kemudian mengirimkan 60-an item yang terdiri dari sayur-mayur dan palawija.
“Dulu, binaan kami hanya ada di kawasan Kopeng, Semarang. Sekarang, kami juga memiliki binaan di Sukabumi, Puncak, dan kaki Gunung Bromo. Untuk yang di Sukabumi dengan lahan seluas 3 ha merupakan milik kami sendiri,” ungkap kelahiran Ponorogo, 27 Mei 1989 ini.
Dalam penjualannya, awalnya, Golden Organic menggunakan sistem tukar guling. Contoh, Golden Organic mengirim brokoli ke Hypermart sebanyak 5 kg yang dibayar langsung. Lalu, dalam perjalanannya, ada 1–2 kg yang tidak laku. Maka, yang tidak laku ini harus diganti dengan sayuran lain. Selain itu, yang tidak laku tersebut, karena kondisinya sudah agak busuk, dimusnahkan oleh pihak toko.
“Tapi, sekarang, kami tidak mau lagi tukar guling. Kami menggunakan sistem beli putus,” kata Kikin, yang usahanya ini sudah BEP (break even point) sekitar akhir tahun 2011.
Namun, tidak berarti Golden Organic tidak lagi mempunyai kendala. Kendala tetap ada, terutama di musim hujan, di mana hal ini berpengaruh pada beberapa sayuran, seperti brokoli dan wortel. Imbasnya, quantity menurun. Padahal, permintaan pasar tetap, kadang malah naik.
Meski begitu, jika berbicara tentang prospek, Kikin menjawab tegas bahwa prospeknya bagus. “Sebab, organik masih dalam proses tumbuh. Di sisi lain, orang-orang sudah mulai melirik produk-produk sehat. Saya melihat prospeknya luar biasa dari tahun ke tahun,” pungkasnya.