Reptil
(Reptil Lover Tangerang)
Menjijikan, menggelikan, menyeramkan. Begitulah, reptil. Namun, Reptil Lover Tangerang berusaha mengubah anggapan ini, dengan menjadikannya sebagai hewan peliharaan yang menyenangkan dan aman bagi anak-anak, selain sebagai bisnis. Laiknya, bisnis hewan peliharaan. Karena, prospeknya sangat menjanjikan
e-preneur.co. Memiliki hewan peliharaan sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat kita. Ada beraneka jenis hewan peliharaan, semisal burung, ayam, ikan, kucing, dan anjing yang sebagian besar dipilih karena faktor keindahan warna, bentuk, bulu, maupun suaranya.
Namun, bagaimana jika binatang yang dipelihara itu reptil? Mendengar namanya saja, banyak yang merasa jijik, geli dan takut. Apalagi, beberapa jenis binatang ini masuk dalam kategori berbahaya.
Akibat dari stigma itu, terkadang, manusia memperlakukan reptil secara kelewat batas. Contoh, ketika menemukan ular, meski tidak berbisa, pasti akan kita bantai beramai-ramai. Begitu juga dengan perlakuan terhadap buaya, biawak, iguana, dan lain-lain.
Tanpa adanya edukasi yang baik sekaligus tindakan nyata untuk melindungi hewan-hewan tersebut, yang sebagian di antaranya kemungkinan digolongkan sebagai hewan langka, perlakuan masyarakat yang agak mencemaskan itu bisa jadi tidak akan berubah. “Untuk alasan itulah, kami berusaha berperan aktif dalam mensosialisasikan reptil. Terus terang, kami sangat miris melihat hewan-hewan ini banyak dibunuh, karena dianggap membahayakan,” ujar Cresensius Hanny Kurniawan.
Lalu, bersama kawan-kawannya, ia membentuk Reptil Lover Tangerang (RLT) pada Juli 2009. Tujuannya, selain agar hewan-hewan itu diperlakukan dengan baik, juga lantaran mereka menyukai keeksotisannya.
Masyarakat memberi tanggapan positif terhadap RLT. Terbukti dari jumlah anggota yang terus bertambah. Apalagi, tidak ada syarat khusus untuk menjadi anggotanya, kecuali suka dengan reptil.
Bisa dijadikan bisnis hewan peliharaan
Menurut Ketua RLT itu, anggota komunitas ini mencapai lebih dari 50 orang dan berasal dari berbagai latar belakang profesi. Seperti, pelajar, mahasiswa, karyawan, wiraswastawan, seller, breeder, dan lain-lain. Keinginan mereka hampir seragam yakni ingin memelihara dan melestarikan hewan-hewan yang “kurang diterima” dalam masyarakat ini.
Memang, sebagian besar reptil yang dipelihara anggota RLT termasuk jenis hewan yang menakutkan. Di antaranya, buaya, biawak, dan ular.
Untuk ular, ada beberapa jenis yaitu Python Reticulatus, Python Molurus, dan Boa. Bahkan, ada beberapa anggota RLT yang memelihara ular berbisa jenis Wagler, Gaboon Viper, dan Rattlesnake. Selain hewan yang menakutkan, ada juga beberapa reptil yang unik dan lucu, sepertil kura-kura, kadal, gecko, iguana, dan lain-lain.
Wawan, begitu ia biasa disapa, menjamin bahwa semua hewan yang dikoleksi anggota RLT ini legal dan tidak mempunyai masalah dalam perizinan. Sebab, hewan-hewan tersebut diperoleh dari penangkaran, bukan dari alam bebas.
Mengingat, sebenarnya, RLT ingin bisa mengoleksi hewan-hewan langka yang dilindungi. Karena, fakta di lapangan menemukan banyaknya perburuan dan penjualan hewan langka secara ilegal.
Ia mencontohkan, banyak satwa langka asli Indonesia begitu mudah ditemukan di luar negeri. Beberapa orang mengekspor reptil langka ini tanpa izin. Setelah berhasil dikembangbiakan, hewan-hewan itu dikirim kembali ke Tanah Air dan dijual dengan harga sangat tinggi.
“Kami ingin meminta kepada pihak yang berwenang, agar memberi kemudahan perizinan untuk mengoleksi hewan langka tersebut. Karena, kami bertujuan melestarikan, bukan memusnahkan,” tegasnya.
RLT memiliki kegiatan rutin setiap bulan berupa member gathering di mana setiap anggota dapat bertukar informasi seputar dunia reptil, mulai dari informasi pakan, penyakit, hingga jual beli koleksi. “Selain itu, para anggota juga saling berbagi pengalaman tentang peliharaannya dan info seputar dunia reptil yang sedang hangat dibicarakan. Pengalaman dari teman-teman sangat membantu. Sehingga, jika ada reptil yang sakit bisa cepat tertangani,” ujarnya.
Di samping itu, RLT juga rutin melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah untuk memberi informasi cara merawat, memberi makan, memegang, hingga membedakan reptil yang berbahaya dengan yang tidak.
Di luar dari misi pelestarian, prospek bisnis hewan ini ternyata cukup menggiurkan. Wawan memberi gambaran bahwa reptil yang mempunyai penampilan eksotis dan unik, dibanderol dengan harga yang terbilang tinggi. Misalnya, ular dijual dengan harga Rp50 ribu‒Rp100 juta atau kura-kura air yang ditawarkan dengan harga Rp50 ribu‒Rp5 juta. “Sedangkan harga gecko berkisar Rp100 ribu‒Rp75 juta,” ungkapnya.
Namun, ia melanjutkan, proses transaksi hewan ini tidak semata-mata bermotifkan bisnis, melainkan memberi alternatif kepada para anggota (dan calon anggota) agar mendapatkan hewan yang diinginkannya. “Saya piker, prospek bisnis reptil sangat menjanjikan. Karena, sejak tahun 2000an, perkembangan pencinta reptil di Indonesia mulai berkembang dengan pesat. Imbasnya, orang-orang yang menginginkan hewan ini pun semakin banyak,” pungkasnya.