HEMA Resto
Restoran asing membanjiri negara kita. Tidak terkecuali, restoran Belanda. Agar mampu menembus pasar, harus mempunyai strategi. HEMA Resto lebih memilih mengusung konsep suasana yang kental dengan Negara Bunga Tulip daripada makanannya. Imbasnya, resto ini pun menggurita
Suasana cozy-nya yang justru dicari oleh konsumen
e-preneur.co. Tidak bisa disangkal, kalau masa penjajahan Belanda tidak hanya meninggalkan kenangan pahit bagi Masyarakat Indonesia, tapi juga kenangan manis. Salah satunya, tampak dari peninggalannya yang berupa berbagai bangunan tua nan indah sekaligus misterius. Sehingga, mengulik rasa penasaran kita―terutama yang terlahir setelah bumi Nusantara ini merdeka―untuk mengetahuinya lebih jauh.
Namun, jika kita berbicara tentang Negara Kincir Angin tersebut tentu saja tidak melulu tentang itu, melainkan juga tentang makanannya. Walau, Belanda tidak dikenal karena kulinarinya. Berbeda dengan Italia, misalnya, yang identik dengan pizza, pasta, atau spaghetti.
Tapi, kebersamaan selama 350 tahun, tanpa disadari, telah menyatukan kebudayaan dua negara yang pada akhirnya bermuara pada kesaman selera makan. Contoh, nasi goreng yang juga dapat dijumpai di Belanda dan menjadi salah satu makanan favorit mereka.
“Belanda, memang bukan negara yang terkenal dengan makanannya. Namun, ia merupakan salah satu negara terindah di Eropa. Selain itu, Belanda juga memiliki ciri khas. Misalnya, kita pajang saja tulip, klompen, atau windmolen di rumah kita. Maka, orang-orang yang melihatnya akan segera berpikir bahwa pemilik rumah tersebut orang Belanda atau pernah tinggal di Belanda,” kata Ratna Savitri Umar, pemilik HEMA Resto.
Dan, hal itu pulalah yang terjadi pada HEMA (singkatan dari kata Halal, Enak, Murah, dan Artistik) Resto. Rumah makan yang untuk pertama kalinya dibuka di Kemang Pratama, Bekasi, ini pada awalnya hanyalah sebuah kantin yang menjual bakso.
Tapi, kantin yang dibuka pada tahun 2000 ini, dihiasi atau memajang hal-hal yang berbau Belanda, seperti kuntum-kuntum tulip, klompen, dan pajangan keramik khas Belanda (keramik Blue Delf). Hal ini, memancing pertanyaan dari para konsumennya sekaligus menimbulkan inspirasi sang pemilik kantin, untuk menjadikannya resto yang menyajikan makanan Belanda.
“Namun, makanan-makanan yang kami sajikan yang gampang-gampang dulu dan sudah disesuaikan dengan lidah kita, seperti poffertjes/Belgian Fries (kentang goreng ala Belanda), kroket, dan huzarensla (salad ala Belanda). Lalu, kami menambahinya dengan makanan-makanan Barat lain, seperti sandwich, burger, hotdog, dan lain-lain,” tutur Titi, begitu ia akrab disapa.
Dalam perkembangannya, ia memantapkan diri untuk menjadikan tempat tersebut sebagai restoran Belanda plus dekorasi yang kental dengan suasana Belanda. Di samping itu, juga mengubah nama resto ini dari HEMA Dutch Family Restaurant menjadi HEMA Dutch Resto, hingga akhirnya HEMA Resto. “Kami juga berkali-kali mengganti logonya,” lanjutnya.
Ternyata, masyarakat menyambutnya dengan antusias. Meski, pada mulanya, konsumen yang datang ke resto ini masih sebatas orang-orang Indonesia yang pernah bermukim di Belanda, yang pernah mengalami kehidupan di zaman penjajahan Belanda, dan orang-orang tua yang sekadar ingin bernostalgia.
“Mereka pun sebenarnya lebih menyukai desain resto ketimbang makanan-makanan yang kami sajikan. Lantaran, menu yang kami sajikan tidak banyak dan itu pun bersifat umum atau yang sudah banyak dikenal,” ujar sarjana hukum dari Universitas Pancasila, Jakarta, ini.
Ya. Dari total menu yang tersedia di HEMA Resto, hanya 25% yang berupa makanan Belanda. Selebihnya, makanan western. Tapi, ternyata, itu pun sudah dianggap lebih dari cukup (oleh konsumen) untuk mempresentasikannya sebagai restoran Belanda.
Apalagi, rumah makan yang berbentuk mirip rumah pedesaan di Belanda itu, dipercantik dengan dekorasi yang sedemikian rupa. Sehingga, menambah suasana cozy. Dan, suasana itu pula yang dicari konsumen.
Konsumen HEMA Resto memang bukan hanya diajak untuk menikmati hidangan yang tersedia, melainkan juga berwisata menikmati keindahan negara kerajaan itu, melalui enam bingkai besar yang menghiasi dinding. Keenam bingkai yang disebut wahana itu, menceritakan ciri khas negaranya Raja Willem-Alexander ini, seperti Wahana Dinasti Nassau Orange, Wahana Klompen, Wahana Tulip, Wahana Windmolen, Wahana Blue Delf, dan Wahana All About Holland.
Selain itu, kita juga dapat “mengunjungi” tiga wilayah/kota besar di Belanda yaitu Wilayah Amsterdam, Volendam, dan Rotterdam. “Kami memperoleh dukungan penuh dari Kedutaan Besar Belanda untuk melengkapi koleksi ini,” kata mantan Sekretaris Eksekutif Asosiasi Industri Mebel Indonesia ini.
Selain itu, di resto yang beroperasi pada jam 10.00–22.00 tersebut, konsumen juga diberi kesempatan berfoto dengan latar belakang perapian khas Belanda, lengkap dengan kostumnya yang tersedia dalam berbagai ukuran. Sementara, pada akhir pekan, para waiter dan waitress hadir dengan mengenakan pakaian khas Belanda dan memakai nama dada ala Belanda, seperti Karel, Anneke, Esther, Pieter, dan lain-lain. Dan, untuk lebih memperkental lagi suasana Belanda, para konsumen akan bersantap sembari ditemani lagu-lagu berbahasa Belanda.
Di samping itu, resto yang mirip museum kecil ini memberi diskon 10% kepada pengunjung yang datang pada jam 15.00−17.00. Diskon yang sama juga diberikan kepada para pelajar, baik yang masih mengenakan seragam atau yang menunjukkan kartu pelajar.
Tapi, diskon ini hanya diberikan kepada para pelajar di lingkup Kemang Pratama. Mengingat, resto yang menu favoritnya zuppa soup (sup krim yang disajikan dengan croissant, roti ala Prancis) ini, berada di tengah-tengah lingkungan sekolah.
Imbasnya, jumlah pengunjung semakin lama semakin banyak. Pada weekdays, jumlah pengunjung untuk tiga outlet HEMA Resto yang paling besar (outlet Kemang Pramata, TIS Square, dan Kebayoran Baru) berkisar 200−250 orang/outlet. Sedangkan pada weekends, mencapai 400−600 orang/outlet.
Bahkan, pada special events, seperti Valentine Day, jumlah pengunjung bisa berlipat-lipat banyaknya. “Karena, harga menu kami sangat terjangkau,” ungkap kelahiran Yogyakarta ini.
Tidak mengherankan, jika HEMA Resto pun menggurita hingga memiliki enam cabang (termasuk outlet Kemang Pratama) yaitu outlet Kebayoran Baru yang dibuka pada tahun 2004, outlet TIS Square-Tebet (tahun 2006), outlet Kedutaan Besar Belanda (tahun 2008), outlet Menteng Huis-Cikini (Maret 2009), dan Green Terrace-Taman Mini. Bahkan, kini, juga dapat ditemui di Bandung. “Kami ingin menjadikan HEMA Resto jaringan restoran Belanda yang terkemuka di Indonesia,” pungkasnya.