Home / Celah / Pasarnya Masih Sangat Luas

Pasarnya Masih Sangat Luas

Peralatan Sholat untuk Anak-anak

Mukenaqu

 

Peralatan sholat untuk anak-anak, ternyata masih mempunyai pasar yang amat luas. Sebab, sebanyak apa pun mereka yang “bermain” di usaha ini, baru mampu memenuhi kebutuhan dua juta dari enam juta anak, yang orang tuanya mampu membelinya. Tidak mengherankan, bila Mukenaqu mampu membukukan omset yang menjanjikan

 

e-preneur.co. Pada dasarnya, setiap orang tua ingin agar putra-putri mereka mengenal dan menjalankan ibadah, dalam hal ini sholat, sedini mungkin. Untuk itu, mereka akan mengajari dengan berbagai cara dari yang mulai agak memaksa hingga dengan iming-iming hadiah.

Namun, tidak banyak orang tua yang menyadari bahwa anak-anak dalam usia tertentu mempunyai sikap suka meniru. Dalam arti, mereka akan secara otomatis mengikuti apa pun yang dilakukan atau diucapkan orang tua mereka.

Termasuk, ketika sedang menjalankan sholat. Seperti, yang dialami oleh Wisnu Sanjoyo Singowidjojo dan Ashilla, putrinya.

Bertolak dari pengalaman itu, Wisnu meminta istri dan adiknya untuk membuat mukena bagi Shilla, begitu buah hatinya biasa dipanggil. Lalu, mereka membuat bukan hanya mukena, melainkan juga sajadahnya.

Dari situ, terlintas dalam benak Wisnu untuk membuka bisnis peralatan sholat bagi anak-anak umur 1 tahun hingga Sekolah Dasar (SD). Dan, usaha itu pada tahun 2008 terbentuk, dengan dibukanya outlet di ITC Cempaka Mas, Jakarta Pusat, dengan nama Ashilla Collection.

“Awalnya, kami hanya membuat mukena dengan model yang paling standar dan sajadah berukuran kecil. Dalam perkembangannya, kami juga membuat mukena yang penuh dengan aplikasi dan sajadah berukuran lebih besar,” kisah Wisnu, yang menjalankan usaha ini bersama sang adik, Yuliana Fitri (Yuli).

Masih ada 70% pasar peralatan sholat untuk anak-anak

Dua tahun kemudian, karena adanya masukan dan permintaan dari konsumen, usaha mereka melebar ke sajadah untuk anak laki-laki. Selanjutnya, semakin melebar ke sarung atau lebih tepatnya sarung celana (bagian depannya dibentuk seperti sarung, sedangkan bagian belakangnya berbentuk celana panjang, red.).

Namun, dalam pemasarannya tidaklah semudah seperti yang dibayangkan. Meski, juga tidak sulit.

Sebab, ternyata, mereka yang bergerak dalam usaha ini sangat banyak. Sehingga, sangat memungkinkan timbulnya peniruan dan banting harga. Kendati, tidak saling menjatuhkan.

“Mulanya, saya menjual Mukenaqu (merek produk ini, red.) di sekolah-sekolah, melalui teman, by online, dan sebagainya. Suatu ketika, seorang teman mengatakan bahwa produk semacam ini sudah ada di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, dengan harga yang lebih mahal,” tutur sarjana hubungan internasional dari Universitas Jayabaya, Jakarta, ini.

Ironisnya, kalau boleh dibilang begitu, produk yang dimaksud si teman merupakan barang milik Wisnu yang selama ini “ditaruh” di Tanah Abang, dengan sistem konsinyasi. “Di sisi lain, produk saya sudah banyak ditiru oleh outlet-outlet di sebelah outlet saya,” lanjutnya.

Wisnu pun menarik produknya, dengan alasan belum terlalu serius dengan usaha ini dan hanya bermodalkan kemauan untuk maju. Selain itu, karena merasa tidak mampu mengimbangi gerakan para pedagang di Pasar Tanah Abang.

Lalu, ia mengubah segmen dengan membangun usaha yang lebih besar. Kemudian, ia “menaruh” produknya di Mal Ambasador, Jakarta Selatan. “Ternyata, di sana animonya besar sekali,” ujarnya.

Sementara untuk produknya, ia membuat sajadah anak perempuan yang dapat dilipat-lipat hingga membentuk semacam beauty case. Demikian pula dengan sajadah anak laki-laki, yang bila dilipat-lipat akan membentuk semacam tas ninja atau tas yang biasa disandang para mahasiswa desain grafis. Produk ini, sampai sekarang belum ada tiruannya,

Dalam satu kali masa produksi, yang dikerjakan di konveksi pribadi yang terletak di Kawasan Sunter, Jakarta Utara, bisa dihasilkan 100 lusin Mukenaqu di mana 85% di antaranya diserap pasar. “Dalam pemasarannya, kami menyebarkan Mukenaqu ke ITC Cempaka Mas, Mal Ambasador, para agen, dan Ibu-ibu pedagang yang target market-nya sekolah-sekolah, serta melalui internet,” kata Yuli.

Wisnu menambahkan, “Kami termasuk produsen yang menutup diri. Selama ini, justru agen-agen kami yang aktif. Karena, selain merasa belum mampu berproduksi dalam jumlah banyak, kami juga ingin menguatkan jaringan terlebih dulu. Baru tahun 2010, kami serius dengan usaha ini”.

Meski begitu, Mukenaqu telah tersebar ke beberapa kota di Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Ternate. Di samping itu, usaha yang dibangun dengan modal awal Rp3 juta ini, mampu membukukan omset yang lumayan per bulannya.

Sementara jika berbicara tentang prospek, mereka berdua dengan kompak mengatakan sangat bagus. “Kebutuhan akan perangkat sholat tidak akan pernah habis sampai akhir zaman!” tegas pria kelahiran Jakarta, 17 September 1977 ini.

Sebab, anak-anak Indonesia sangat memerlukan Pendidikan Usia Dini (PAUD). Termasuk, yang berkaitan dengan pendidikan spiritual.

“Ketika produk kami masuk ke sekolah-sekolah, animo para guru bagus sekali. Karena, kami dianggap turut mendorong upaya mereka mencerdaskan anak didik mereka di bidang spiritual,” tambahnya.

Di sisi lain, ia melanjutkan, jika diasumsikan di Indonesia terdapat sekitar 20 juta anak-anak dari usia PAUD sampai SD, maka baru 30% (= sekitar 6 juta anak-anak, red.) yang dibelikan orang tua mereka. Lantaran, mampu membeli peralatan sholat tersebut. Sementara yang bergerak dalam usaha ini, baru mampu memenuhi permintaan kurang lebih 2 juta anak-anak. “Jadi, sebanyak apa pun pemain dalam usaha ini, kami tidak takut. Sebab, peluangnya masih sangat luas,” pungkasnya.

Check Also

Banyak Peminatnya

Rental Portable Toilet Kehadiran toilet umum—terutama yang bersih, nyaman, wangi, dan sehat—menjadi salah satu kebutuhan …