Home / Inovasi / Ubah Sampah Menjadi Rupiah

Ubah Sampah Menjadi Rupiah

Kerajinan Limbah Kulit Telur

 

Limbah hanya akan menjadi limbah, termasuk limbah kulit telur. Kecuali berada di tangan orang-orang kreatif, seperti Morris. Imbasnya, berubahlah limbah kulit telur itu menjadi kerajinan tangan yang dinilai berseni tinggi hingga layak dihargai secara wah dan diminati konsumen mancanegara

 

e-preneur.co. Sampah kulit telur seringkali diremehkan keberadaannya. Padahal, benda sisa ini, bisa diubah menjadi barang berharga wah dan bernilai seni tinggi. Seperti, yang dilakukan Morris Alexander Siregar.

Morris, begitu ia akrab disapa, merangkai pecahan kulit telur tersebut satu demi satu. Lalu, menempelkannya pada berbagai media hingga menjadi benda yang bisa dijual dengan harga puluhan juta rupiah. Kegiatan itu. ia geluti sejak tahun 2009.

Semua itu, Bapak dua anak ini mengisahkan, berawal dari kegiatannya di dapur koki. Saat itu, ia menemukan banyak kulit telur yang terbuang percuma.

Sebagai konsultan restoran dan juga sempat membuka restoran, ia lebih banyak terlibat dalam proses belanja. Kala itu, di dapur, ia menemukan banyak kulit telur berserakan.

Begitu pula, saat ia belanja untuk interior restoran. Ia merasa bisa membuatnya sendiri jauh lebih indah.

“Akhirnya, saya memutuskan berhenti bekerja dan mengambil jalur seni limbah kulit telur,” tutur pria, yang membuka workshop di Jalan Nusa Indah Raya, Medan Helvetia, Sumatera Utara.

Workshop ini berupa bangunan berlantai tiga. Di lantai dua, ia menyusun rapi hasil karyanya. Seperti, di meja ada sebuah kendi yang sudah ditempeli kulit telur, di dinding ada lukisan dari kulit telur, hiasan dinding kreasi kulit telur dan buah mahoni, juga ada lampu kulit telur di tangga menuju lantai tiga.

Beberapa meter dari workshop itu terdapat tempat tinggal Morris. Di sini, juga ada lukisan wanita hamil yang apik, lukisan Marilyn Monroe dari arang, dan lukisan lain dari paku.

Morris merupakan orang yang kesekian yang memanfaatkan limbah kulit telur di Indonesia. Meski begitu, ternyata, tetap tidak mudah meyakinkan orang untuk menghargai atau sekadar mengerti karyanya, khususnya.

“Awalnya, banyak orang mengatakan kalau karya ini tidak akan berhasil. Tapi, saya tetap fokus membuatnya selama tahun 2009. Akhirnya, Dinas Koperasi Medan melirik dan langsung mengajak pameran pada tahun 2010,” kenang Morris, yang mempelajari seni limbah kulit telur secara otodidak.

Kulit telur itu kaya warna. Ia mempunyai 47 turunan warna

Karya pertama yang ia buat berupa lukisan. Prosesnya, pertama-tama, membersihkan kulit telur dengan membuang kulit arinya dan selanjutnya mencucinya. Berikutnya, menjemurnya sampai kering. Lantas, memberinya warna.

Sementara untuk merekatkan pecahan kulit telur itu, ia menggunakan perekat biasa. Sedangkan untuk medianya, ia memanfaatkan pengrajin keramik di kawasan Tanjung Morawa, Deli Serdang.

“Untuk kulit telurnya, kalau telur ayam lebih lembut, sedangkan telur bebek agak keras tapi cantik warnanya. Untuk catnya, hanya tambahan warna di medianya. Karena, pada dasarnya, kulit telur itu kaya warna. Ada 47 turunan warnanya,” jelas Morris, yang dalam berkarya menggunakan semua jenis kulit telur unggas.

Untuk karya sederhana, Morris bisa membuat 4–5 buah. Tapi, untuk lukisan wajah, ia membutuhkan waktu dua bulan. “Karena itu, jauh perbedaannya melukis dengan menempel. Yang membuat lukisan dari kulit telur tidak banyak, tapi banyak kalau sekadar menempelkan kulit telur di gerabah,” tegasnya.

Dalam perjalanannya, respon publik berubah. Imbasnya, Morris diminta mengajarkan keahliannya kepada masyarakat di dua tempat yakni Medan Helvetia dan Sei Agul. Bahkan, kemudian, ia juga mengajarkan keahliannya hingga ke Aceh dan Kalimantan.

Namun, Morris belum puas. Lalu, ia membuat mozaik kulit telur besar yang lantas tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI), Juni 2012. Dengan ukuran 3 m x 5 m, Morris menghabiskan sekitar 80 ribu butir telur dari berbagai unggas. Karyanya ini dipajang di Lapangan Merdeka, Medan.

Untuk harga, Morris mematok harga hasil karyanya dari Rp70 ribu sampai Rp25 juta. Sementara konsumen penikmat karyanya, tidak hanya datang dari Indonesia, tapi juga Belanda.

“Ada yang datang ke pameran dan langsung membeli. Ada yang dibawa ke Papua, Malaysia, dan Belanda,” pungkas alumnus Akademi Pariwisata Medan, jurusan tata boga, yang pernah memamerkan 20 lukisan kulit telurnya di Australia.

Ke depannya, Morris akan mengangkat bahan baku arang, biji kopi, dan beras. Alasannya, pada satu sisi, ia tidak ingin hanya dikenal sebagai Morris Si Kulit Telur, melainkan juga sebagai orang yang bisa berkarya dari berbagai bahan lain. Di sisi lain, di Jawa, belum ada yang memanfaatkan arang sebagai bahan baku karya seni.

Check Also

Cucian Bersih, Ekosistem Terjaga

Deterjen Minim Busa Isu ramah lingkungan membuat para pelaku usaha terus menggali ide untuk menciptakan …