Home / Celah / Memanfaatkan Limbah yang Melimpah

Memanfaatkan Limbah yang Melimpah

Kupu-kupu dari Limbah Bulu Angsa

 

Bulu Angsa memiliki serat-serat yang lebih kuat daripada bulu-bulu binatang lain dan mempunyai warna dasar putih. Kelebihan-kelebihan inilah, yang memunculkan ide dalam benak Arief untuk mengolahnya menjadi aneka hiasan, seperti kupu-kupu, capung, dan Burung Nuri. Hasilnya, selalu diserap pasar dengan sukses

 

e-preneur.co. Sesuatu yang telah menjadi atau dianggap sampah, biasanya akan dibuang begitu saja. Padahal, bila sampah ini jatuh ke tangan orang yang kreatif dan terampil, ia bisa diolah menjadi komoditas yang menghasilkan pemasukan menjanjikan.

Ambil contoh, limbah Bulu Angsa. Biasanya, cuma dijadikan shuttlecock. Tapi, di tangan Arief Dwi Prasetyo, bulu-bulu unggas berleher panjang ini “diubah” menjadi kupu-kupu hias yang dengan tambahan peniti, magnet, tangkai kayu, atau mika sudah dapat digunakan sebagai hiasan baju (bros), kulkas, kaca, kelambu, dan sebagai pengganti rangkaian bunga dalam vas atau suvernir dalam berbagai acara. Tergantung, keinginan konsumen.

Selain itu, Bulu-bulu angsa ini juga “diubah” Arief menjadi capung dan Burung Nuri hias. Mengingat, secara fisik, hewan-hewan tersebut mirip dan semuanya memiliki sayap.

Mengapa Bulu Angsa yang digunakan? “Pertama, memanfaatkan limbah Bulu Angsa yang melimpah di Arjosari, Malang. Kedua, Bulu Angsa mempunyai warna dasar putih. Sehingga, dapat diwarnai sesuai selera. Ketiga, sebagai bahan dasar shuttlecock, serat-serat pada Bulu Angsa dijamin lebih kuat daripada bulu-bulu binatang lain. Misalnya, Bulu Ayam yang mudah rusak bila terkena air,” jelas Arief.

Arief membeli bulu-bulu ini dari pengrajin shuttlecock dengan harga Rp100 ribu/kuintal. Usai melalui proses seleksi untuk memilah dan memilih bulu mana yang sempurna digunakan dengan yang rusak, bulu-bulu ini diberi pewarna sesuai keinginan.

Kemudian, dimasukkan dalam mesin pengering. Setelah kering, bulu-bulu ini diluruskan sesuai teksturnya dan dipotong sesuai pola. Lalu, ditempelkan ke badan kupu-kupu yang terbuat dari Kayu Randu (Kayu Randu merupakan jenis kayu lunak. Sehingga, bulu bisa dengan mudah ditancapkan, red.). Terakhir, diberi hiasan mata, antena, tekstur sayap, dan gradasi warna.

Di home industry-nya yang seluas 7 m² x10 m², dalam sehari dihasilkan 2.500 pieces replika kupu-kupu, capung, dan burung. “Kerajinan tangan ini saya jual dengan harga Rp1.500,- sampai Rp2.500,-. Tergantung, jenisnya yaitu biasa, memakai glitter, atau daun,” ujar Arief, yang dalam sehari mampu menjual 1.000 pieces.

Bulu Angsa mempunyai serat-serat yang lebih kuat daripada bulu-bulu binatang lain

Jumlah produk yang terjual dan omset yang diperoleh itu, di luar pesanan yang datang dari Jakarta, Yogyakarta, Bali, Samarinda, Kendari, dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Mengingat, minimal pemesanan harus 100 pieces. Selain itu, melalui bantuan temannya, produk-produk ini juga dapat dijumpai di berbagai pameran di Amerika, Prancis, Inggris, Malaysia, Vietnam, dan Singapura.

“Kami pernah mendapat tawaran dari Venezuela. Tapi, masih belum dapat kami realisasikan. Karena, terbentur perizinan ekspor,” ucapnya.

Peserta pameran kerajinan juga sering membeli kupu-kupu Bulu Angsa ini untuk melengkapi jualan mereka, di samping individu yang memiliki ruang pamer, galeri, atau ingin menjadikannya sebagai suvenir pernikahan atau seminar.

Namun, seperti halnya gula. Bisnis yang manis ini pun segera dikerubuti semut alias mempunyai banyak pengikut. Akibatnya, khusus di Malang, terjadi kelebihan produksi. Sehingga, terjadi kehancuran harga.

Untuk mengatasi kondisi ini, usaha yang dibangun dengan modal Rp2 juta rupiah ini mengembangkan produknya dengan membuat kupu-kupu dari Daun Sirsak. “Daun Sirsak mempunyai tekstur yang mirip dengan sayap kupu-kupu,” jelasnya.

Dalam proses pembuatannya, usai melalui proses seleksi, Daun Sirsak yang dapat dijumpai di mana pun ini dijemur. Lalu, direndam guna menghilangkan warna aslinya. Selanjutnya, sama halnya dengan proses pembuatan kupu-kupu Bulu Angsa, daun-daun ini diwarnai dan dipotong sesuai ukuran.

Agar tidak patah ketika ditempelkan ke tubuh kupu-kupu, dipilih Daun Sirsak yang sudah tua. Sebab, tulang daunya sudah kuat. “Secara spesifik, yang membedakan kupu-kupu Bulu angsa dengan kupu-kupu Daun Sirsak cuma sayapnya,” ucap Arief, yang telah menerima pesanan dari Samarinda.

Dengan bantuan 40 karyawannya, Arief baru mampu memproduksi 1.000 pieces kupu-kupu Daun Sirsak per hari yang dijual dengan harga Rp2.500,- sampai Rp3.000,-.

 

Catatan

Saat ini, karena satu dan lain alasan, Arief tidak lagi menggeluti usaha ini. Tapi, idenya untuk memanfaatkan limbah Bulu Angsa dan Daun Sirsak bisa menjadi inspirasi siapa pun, yang ingin menjadi entrepreneur dengan memberdayagunakan limbah. Karena, celah usaha di bidang pengolahan limbah itu selalu ada.

Check Also

Banyak Peminatnya

Rental Portable Toilet Kehadiran toilet umum—terutama yang bersih, nyaman, wangi, dan sehat—menjadi salah satu kebutuhan …