Aboengamar
Berbicara tentang Genteng Sokka, maka yang terlintas dalam benak yakni Aboengamar. Dikatakan begitu, sebab, pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, kerajaan bisnisnya mampu menghasilkan ratusan ribu genteng dan batu bata. Imbasnya, mampu memenuhi pasokan bukan hanya lokal, melainkan juga nasional dan bahkan internasional. Sehingga, ia dikenal sebagai pengusaha genteng pribumi pertama, sekaligus eksportir pribumi Kebumen pertama
e-preneur.co. Jika kita membuka kembali sebuah koran berbahasa Belanda yang terbit pada 29 Agustus 1917, terdapat sebuah iklan tentang salah satu produk dari Desa Sokka, Kebumen, Jawa tengah. Ya, iklan dalam Koran Het Nieuws van den dag voor Nederlandsche Indie itu, mengangkat judul “De Klei Uit De Loopgraven van Sokka (Tanah Liat dari Parit Sawah Sokka)”.
Atau, dengan kata lain, mengiklankan genteng dan batu bata yang diproduksi oleh perusahaan yang dimiliki Aboengamar di mana perusahaan ini, mampu menyediakan 500.000 dakpannen (genteng) dan 1.000.000 baksteenen (batu bata). Bahkan, untuk pembelian dalam jumlah tertentu, perusahaan ini memberikan fasilitas franco waggon Sokka (pengiriman gratis dengan gerobak Sokka).
Sementara Aboengamar yang memasang iklan itu terus-menerus sepanjang tahun 1917-tahun 1930, konon, konon, satu-satunya pengusaha pribumi yang memproduksi genteng dan batu bata saat itu. Mengingat, jejak para pengusaha pribumi lain tidak terlacak.
Perusahaan yang dimiliki Aboengamar ini, mampu menyediakan 500.000 dakpannen (genteng) dan 1.000.000 baksteenen (batu bata)
Siapa Aboengamar
Nama Haji Aboengamar sayup-sayup terdengar di sebagian Masyarakat Kebumen sebagai pengusaha genteng pertama di Sokka, pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Tapi, bagaimana sepak terjangnya pada saat itu, belum banyak yang mengulas.
Namun, dari riset literatur yang dilakukan, di samping meninjau lokasi pabrik yang beberapa di antaranya masih difungsikan, dan melihat bentuk bangunannya, serta luasnya area pabrik, terlihat jelas kesuksesan bisnis Aboengamar di masa itu. Selain itu, berdasarkan analisa terhadap dua artikel di sebuah koran berbahasa Belanda, diperoleh gambaran bahwa Aboengamar bukan sekadar pebisnis genteng dari kalangan pribumi, melainkan juga eksportir genteng.
Sebuah artikel lain berjudul “Uit Zuid-West-Kedoe (Berita dari Barat Daya Kedoe)”, yang diterbitkan Bataviaasch Nieuwsblad pada 17 Oktober 1919 menyatakan bahwa Aboengamar mewarisi perusahaan ini dari sang Ayah. Tapi, ia tidak sekadar melanjutkan bisnis Ayahnya, melainkan melakukan ekspansi besar-besaran. Mengingat, ekspansi itu bukan hanya di kawasan Jawa, tapi sudah merambah Deli dan Ambon, bahkan Jepang.
Bisnis Genteng Sokka Masa Kini
Setelah melewati pergantian zaman dari Pemerintah Kolonial Belanda, penjajahan Jepang, sampai Pemerintah Republik Indonesia, bisnis genteng Sokka masih bertahan hingga saat ini. Bukan hanya itu, melainkan juga melahirkan sejumlah pengusaha di bidang ini.
Namun, di satu sisi, dengan berkembangnya teknologi informasi dan munculnya mesin-mesin moderen―sehingga mampu dihasilkan genteng dalam jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih cepat―persaingan dalam bisnis genteng Sokka pun semakin menguatirkan. Dan, hal ini juga berimbas pada bisnis Aboengamar.
Kini, kerajaan bisnis yang pernah memasok batu bata untuk pembangunan Masjid Istiqlal ini tinggal bersisa puing cerobong dan tobong. Adalah sebuah tugas mulia para calon saudagar Kebumen, khususnya, untuk mengangkatnya kembali dan menjadikannya inspirasi bisnis.
*Sumber artikel dan foto: Sigit Asmodiwongso, Ario M. Sano, dan Teguh Hindarto