Home / Kiat / Sukses dengan Tidak Pernah Berhenti “Belajar”

Sukses dengan Tidak Pernah Berhenti “Belajar”

Kopi Tiam Ong

 

Tidak menyukai kopi tidak berarti tidak mampu menerjuni bisnis kuliner berbasis kopi. Seperti Salimin Djohan Wang, pemilik Kopi Tiam Ong, yang seiring berjalannya waktu bukan hanya sukses dengan tiga kedai kopinya, melainkan juga memiliki pabrik kopi di garasi rumahnya dengan kapasitas produksi menyamai pabrik kopi

 

e-preneur.info. Berkunjung ke Medan, belum afdol bila belum merasakan kelezatan kopinya. Dan, untuk bisa merasakan minuman yang satu ini tidaklah sulit. Sebab, usaha kuliner berbasis kopi membanjiri Ibukota Provinsi Sumatera Utara (Sumut) ini.

Dikatakan begitu, lantaran, di hampir setiap sudut kota ini dapat ditemui kedai-kedai kopi yang menyajikan menu minuman variasi kopi. Salah satunya yaitu Kopi Tiam Ong, sebuah tempat nongkrong untuk berbagai usia di kawasan Dokter Mansur.

Kopi Tiam Ong hadir dengan konsep oriental klasik yang dipadupadankan dengan Budaya Jawa. Suasana romantis segera muncul ketika melihat lampu-lampu kuno yang dibalut kain merah, menggantung di langit-langitnya. Imbasnya, kedai kopi ini terasa sangat nyaman untuk berbincang-bincang tentang bisnis, kuliah, pribadi, bahkan soal hati.

Masuk ke dalamnya, langkah akan terhenti begitu membaca serangkaian kalimat yang ditulis di sebuah papan, yang dipajang tepat di atas pintu toilet. “Minum cangkir pertama sebagai orang asing, minum cangkir kedua bagaikan teman, minum cangkir ketiga bagaikan saudara”. Untaian kalimat tersebut menurut sang owner, Salimin Djohan Wang, merupakan Filosofi Kopi Tiam Ong untuk meyakinkan bahwa Anda telah memilih tempat untuk kongko-kongko yang tepat.

Selanjutnya, di sini, Anda bisa menikmati sedapnya sajian kopi khas Sumut dan Aceh. Kopi asli Sidikalang, Lintong, dan Aceh Gayo Lues itu diracik menjadi berbagai jenis minuman. Salah satunya yaitu Kopi Terbalik di mana kopi disajikan dengan mulut gelas berada di piring tatakan dan menyeruputnya dari pinggiran piring yang bebas ampas kopi. Aromanya…sangat harum.

Selain minuman, Kopi Tiam Ong menyediakan pula berbagai makanan berupa nasi dan mie, beserta turunannya. Sementara makanan ringannya juga tidak kalah menggugah selera, seperti Loempia Tap Kejoe Tjoklat, Pao Kacang Merah, dan Oebi Goreng.

Bukan cuma kopinya, tapi juga di mana minumnya

Berbicara tentang sang pemilik, Salimin Djohan Wang merintis usaha ini sejak tahun 2009. Ia bukan penggemar kopi. Sebab itu, merasa “dijerumuskan” ketika terjun ke dunia usaha ini.

“Saya tidak suka kopi. Karena, rasanya pahit. Saya juga tidak mempunyai niat masuk ke usaha kuliner kopi,” kisah Djohan, begitu ia akrab disapa.

Awalnya, ia melanjutkan, sekadar ingin menginvestasikan rumah yang ia beli. Rumah yang terletak di pinggir Jalan Dokter Mansur tersebut sangat strategis. Mengingat, berdekatan dengan kampus Universitas Sumatera Utara (USU).

“Lantas, saya katakan ke teman, mau enggak bisnis makanan di sini. Lokasi dekat USU. Lumayan, banyak anak kampus. Saya hanya mengatakan kepada teman saya itu, buatlah seperti kedai kopi. Saya bilang, saya suka kedai kopi, bukan karena kopinya. Saya hanya senang terhadap konsep kedai kopi yang saya jumpai, yang pada umumnya sebagai tempat berkumpulnya komunitas kota di mana orang-orang menghabiskan waktu, dengan mengobrol tentang bisnis dan masalah-masalah sosial. Keterbukaannya yang saya suka. Mau naik mobil atau becak, kumpul jadi satu. Dan, yang paling dasar, kedai kopi merupakan bisnis jual air,” papar sarjana ekonomi dari Universitas Nomensen ini.

Djohan juga meyakinkan sang teman bahwa dia yang nantinya akan meng-handle bahan baku kopinya. Dalam arti, dia yang akan mencarinya ke mana pun. Dia pula yang nantinya meng-cover keuangan dan tempat. Sementara sang teman, hanya bertugas mengoperasikannya dengan merekrut karyawan.

“Saya mengkonsep tempat ini dengan campuran tempo dulu. Seperti rumah Nenek saya di Delitua. Kesan jadul (jaman dulu, red.) dipajang di dinding kedai,” kenang sarjana S-2 dari Institut Pengembangan Indonesia ini.

Namun, lantaran belum mengenal dunia kopi, ia pun serabutan membeli bahan baku kopi, tanpa riset kopi mana yang mempunyai kualitas. Imbasnya, usaha tidak berjalan mulus.

Dia juga dituntut membuka jam operasional cukup panjang yaitu pukul 06.00–24.00. Karena hal ini banyak menyita waktunya, sang teman pun menyerah.

“Saya terpaksa menutup usaha selama dua minggu. Karyawan dirumahkan. Sebuah keputusan berat dan membingungkan. Karena, bahan baku dan peralatan sudah dibeli. Sempat berpikir menyerah. Sebab, kesannya merepotkan saja,” kisahnya.

Yang menjadi menarik, Djohan melanjutkan, setelah seminggu tutup, dia justru mendapat pencerahan tentang bagaimana pemilik kedai kopi zaman dulu bisa eksis sampai puluhan tahun dan mampu menyekolahkan anak-anak mereka. Padahal, mereka rata-rata tidak terdidik secara bisnis.

“Saya yang masih muda dan dengan latar belakang bisnis kok malah menyerah. Kemudian, saya berembuk dengan istri. Kesepakatan kami: saya mengurus minuman, istri mengurus makanan. Lalu, kami telepon karyawan yang sudah dirumahkan,” tambahnya.

Kembali merintis sajian kopi, Bapak satu anak ini banyak belajar dari konsumennya. Dia selalu bertanya kepada mereka apa kekurangan kopinya, saat menyajikannya. “Ada yang mengatakan kopinya ditambah, kopinya diseduh dengan air mendidih, dan ada juga yang menyarankan untuk membeli kopi di suatu tempat,” ujar Djohan, yang juga belajar tentang kopi via internet.

Tahun 2010, Kopi Tiam Ong mencapai titik sukses. Target kelahiran 27 Desember 1968 ini untuk menjadikan kedai kopinya sebagai rumah ketiga bagi konsumennya, setelah rumah dan kantor/kampus, pun tercapai.

Pada akhir tahun itu pula, dia membuka kedai kopi lain, Republik, di kawasan Setia Budi. Republik mengusung konsep Belanda Kolonial, dengan sebuah rumah bekas peninggalan Belanda dan menu lebih ke western. Setahun kemudian, dibuka Kopi Tiam Ong lain di Jalan Kapten Muslim.

Bukan cuma itu, mantan karyawan Indofood ini juga membangun pabrik kopi di garasi rumahnya. “Meski di garasi, tapi berkapasitas pabrik. Hasilnya, saya jual ke teman-teman,” pungkas Djohan, yang terinspirasi oleh Steve Job yang memulai inspirasinya di garasi.

Check Also

“Naik Kelas” dengan Mengganti Gerobak Dorong dengan Outlet Permanen Berkonsep Restoran

Bakmi Gila Usaha kakilima banyak diminati para pelaku usaha. Selain itu, konsep PKL mempunyai potensi …