Home / Celah / Menangguk Keuntungan Ganda Budidaya Jamur

Menangguk Keuntungan Ganda Budidaya Jamur

Pondok Jamur

 

Jamur identik dengan tumbuhan yang hanya dapat tumbuh di daerah yang dingin atau lembab. Tapi, ternyata, di tangan Ary, jamur pun dapat dibudidayakan di daerah panas dan kering seperti Jakarta. Secara kualitas, hasilnya lebih bagus. Sedangkan dari sisi pemasaran, jarak tempuhnya menjadi lebih pendek

 

Meski pelan, tapi prospek pasarnya membaik

 

e-preneur.co. Bak jamur di musim penghujan. Ungkapan tersebut, saat ini bukan lagi sekadar ungkapan. Sebab, sejak beberapa waktu lalu, bertebaran bisnis makanan, khususnya, dengan bahan dasar jamur.

Dan, secara perlahan namun pasti, bisnis kuliner yang membanjiri kota-kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat itu mulai menjamah Jakarta. Untuk itu, bisnis ini membutuhkan pasokan jamur dalam jumlah sangat banyak.

Selama ini, kita mengetahui bahwa jamur tumbuh dengan subur di daerah-daerah yang berhawa dingin atau lembab. Seperti Lembang, Jawa Barat.

Kemudian, jamur-jamur itu dipasarkan ke berbagai daerah. Tapi, karena luasnya daerah pemasaran, sebagian dari jamur tersebut tiba di tempat dalam kondisi sudah menurun kualitasnya.

Dua hal tersebut, melatarbelakangi Riarto Triswiadi untuk membangun usaha budidaya Jamur Tiram. Usaha yang diberi nama Pondok Jamur tersebut, dibangun dengan modal awal Rp25 juta dan berlokasi di Ciledug, Tangerang.

Dengan udara Ciledug yang cenderung panas, kering, dan berdebu, maka usaha ini membutuhkan proses pengerjaan yang lebih banyak. Tapi, di sisi lain, konsumen akan memperoleh jamur yang lebih berkualitas dan dengan harga bersaing.

“Pada awalnya, Pondok Jamur baru mampu membudidayakan 2.000 lok (tempat jamur tumbuh, red.) Jamur Tiram, dalam kumbung (rumah jamur, red.) seluas 100 m². Dari 2.000 lok itu, baru dihasilkan rata-rata 20 kg/hari. Saat itu, usaha ini, boleh dibilang, masih bersifat percobaan. Mengingat, Ciledug berudara panas, sedangkan Jamur Tiram lebih cocok dibudidayakan di Lembang. Sehingga, proses pertumbuhannya pun agak lama,” jelas Ary, begitu ia biasa disapa.

Masalah lain yang muncul, ia melanjutkan, yaitu harga. Pondok Jamur yang kala itu baru mampu menembus pasar tradisional di Ciledug dan sekitarnya ini, mematok harga Rp10 ribu/kg. Mengingat, tingginya biaya produksi.

Sedangkan Jamur Tiram yang dipasok dari Lembang, dibanderol dengan harga Rp6 ribu−Rp7 ribu per kilogramnya. “Dalam membeli jamur, konsumen masih berpatokan pada harga ketimbang kualitas,” kisah sarjana komunikasi dari Universitas Gunadarma, Jakarta, ini.

Namun, secara perlahan, terjadi perkembangan pasar yang baik. Dalam arti, dari semula tidak dikenal oleh konsumen, kini ia justru kewalahan memenuhi permintaan pasar.

“Mereka minta dipasok 30 kg/hari. Padahal, kami baru mampu menghasilkan 20 kg/hari. Selain itu, sebuah usaha makanan ringan berbahan jamur mau membeli jamur saya dengan harga Rp11 ribu/kg,” tuturnya.

Sebenarnya, ia menambahkan, kumbung seluas 100 m² tersebut maksimal dapat diisi 12 ribu−15 ribu lok Jamur Tiram. Tapi, hal itu tidak dilakukannya, karena ia lebih fokus pada kondisi pasar. Di samping itu, ia juga sedang merancang budidaya jamur-jamur yang lain, seperti Jamur Merang dan Jamur Kuping.

“Sebetulnya, budidaya Jamur Tiram ini saya anggap sebagai percobaan. Sebab, meski harga pasarannya paling murah, jamur ini paling mudah dibudidayakan. Dalam arti, walau membutuhkan cuaca dingin untuk tumbuh, tapi cuaca dingin tersebut masih bisa dikondisikan. Tinggal diatur temperaturnya,” ungkapnya.

Selanjutnya, Ary akan membudidayakan Jamur Kuping. “Pada dasarnya, jamur ini mempunyai konsep pembudidayaan yang sama dengan Jamur Tiram. Namun, dalam pemasarannya terbentur pada Jamur Kuping yang sudah dikeringkan,” tambahnya.

Setelah itu, ia akan membudidayakan Jamur Merang. Mengingat, jamur ini juga dapat tumbuh di cuaca yang panas.

“Tapi, karena di perkotaan sulit memperoleh merang, maka medianya diganti dengan kardus. Selain itu, juga harus mengganti kumbungnya, dari kumbung daun (untuk Jamur Tiram) yang bersifat dingin ke kumbung plastik. Agak rumitlah,” jelas kelahiran Jakarta, 11 Desember 1968 ini.

Sementara, untuk masalah harga, Ary sedang berusaha keras menyesuaikannya dengan harga yang sedang berlaku di pasar, agar dapat menembus pasar moderen dan bersaing dengan jamur yang dipasok dari Jawa Barat. Sebuah celah usaha yang menjanjikan, bukan?

Check Also

Banyak Peminatnya

Rental Portable Toilet Kehadiran toilet umum—terutama yang bersih, nyaman, wangi, dan sehat—menjadi salah satu kebutuhan …