Rumah Makan Ayam Bakar “Hj. Siti Yatmi”
Sepopuler apa pun sebuah rumah makan, ketika karena satu dan lain hal harus tutup, maka kepopuleran itu pun lenyap. Untuk membangkitkannya lagi, dibutuhkan berbagai kiat dan edukasi yang relatif lama. Tapi, ternyata, hal ini tidak terjadi pada Rumah Makan Ayam Bakar “Hj. Siti Yatmi”, yang merupakan “penerus” Rumah Makan Ayam Bakar “Ojo Gelo”
[su_pullquote]Demi mendongkrak penjualan, kami melakukan terobosan awal yang dihindari perintis rumah makan ini yaitu dengan mengirimkan sampel makanan ke berbagai tempat dan menawarkan menu Paket Hemat[/su_pullquote]
e-preneur.co. Ana rega, ana rupa. Ungkapan dalam Bahasa Jawa tersebut, bila diartikan kasar berarti kalau mau mendapatkan makanan yang enak ya harus mau keluar biaya mahal. Dan, itulah pitutur Hj. Siti Yatmi kepada sang cucu, Widayanti.
Makna dari ungkapan tersebut, baru dipahami perempuan yang akrab disapa Tiwuk itu, setelah ia memegang kendali atas Rumah Makan (RM) Ayam Bakar “Ojo Gelo”, sebuah merek dagang sang Eyang yang telah kuat menancap pada masyarakat kelas menengah ke atas di Solo.
“Tadinya, tidak terbayang saya akan menggeluti dunia restoran. Sewaktu masih kuliah di jurusan akuntansi, saya bercita-cita bekerja di kantor dengan gaji tetap setiap bulan. Sehingga, ketika saya mengikuti kegiatan Ibu (panggilan sayang Tiwuk terhadap Eyangnya, red.) sehari-hari, seperti berbelanja ke pasar, mengontrol masakan, mengelola karyawan, dan sebagainya masih sekadar mendampingi beliau. Tetapi, begitu Ibu wafat pada tahun 2011, saya tidak diberi pilihan lain kecuali bergelut dengan ayam bakar,” Tiwuk, mengenang.
Langkah pertama yang diambil Tiwuk dan sang suami, Muhamammad Huda Masroh, yaitu meminjam Rp1,7 milyar dari bank. Uang itu, mereka pergunakan untuk membayar uang muka dua unit ruko (rumah toko) sebagai tempatnya berjualan ayam bakar, sekaligus sebagai modal usaha. Mengingat, rumah yang dijadikan RM Ayam Bakar “Ojo Gelo” yang terletak di kawasan Purwosari, Solo, dijual untuk kemudian hasil penjualannya dibagi kepada anak-anak Hj. Siti Yatmi.
Langkah selanjutnya yakni bagaimana menjaga citarasa ayam bakar, yang memang sudah menancap di lidah masyarakat Solo, khususnya. Sebab itu, hampir seluruh proses yang dilakukan Hj. Siti Yatmi diteruskan Tiwuk, mulai dari merekrut kembali para pegawai yang dulu bekerja pada sang Eyang—termasuk juru masak peracik bumbu—sampai dengan mempertahankan para pemasok bahan baku restoran.
Namun, ia merasa masih belum cukup. Ia masih perlu melakukan terobosan lain, demi mendongkrak jualannya.
Kelahiran 8 Desember 1984 itu, dengan berani melakukan hal yang tidak pernah dilakukan dan dihindari Hj. Siti Yatmi. Seperti, mengirimkan sampel makanan ke hotel-hotel berbintang, sekolah-sekolah dan kampus-kampus, serta kantor-kantor di kota setempat Hasilnya, tidak mengecewakan. Pesanan sampai 1.500 kotak pun mampir ke warungnya.
Selain itu, wanita yang sempat kuliah di D3 jurusan akuntansi AA YKPN, Yogyakarta, tersebut juga menawarkan menu Paket Hemat. Paket hemat yang terdiri dari seporsi nasi putih dengan sepotong ayam bakar, lalapan, dan sambel itu, hanya dibanderol Rp15.000,- (harga normal Rp18.500,-).
Paket hemat yang lain berupa menu komplet terdiri dari seporsi nasi putih, sepotong ayam bakar, dan gudeg sambel goreng dipatok dengan harga Rp17.500,- (harga normal Rp21.000,- hingga Rp28.000,-). Bahkan, untuk menu super hemat, konsumen cukup membayar Rp13.500,- dan sudah bisa mendapatkan seporsi nasi putih, gudeg sambel goreng, dan kerupuk. Tapi, untuk bisa mendapatkan paket-paket hemat tersebut, konsumen harus memesan sedikitnya 50 kotak.
Keberadaan paket hemat itu, tentu saja mengurangi laba yang diterima. Kalau dulu sang Eyang menargetkan untung 55% per porsi, Tiwuk dan Huda rela mengambil 30% saja. “Memang sedikit ‘berkeringat’,” ujar Tiwuk, mengibaratkan.
Namun, dengan kiat yang digodog dengan sang suami, RM Ayam Bakar “Hj. Siti Yatmi”, begitu namanya sekarang, pada akhirnya berhasil menggaet pelanggan-pelanggan baru, di samping pelanggan-pelanggan lama yang masih setia. Kondisi ini, membuat mereka semangat untuk melakukan terobosan-terobosan lain.
Di antaranya, rumah makan yang kini berlokasi di Jalan Hasanuddin, Brengosan, Solo, ini membuka cabang. Anda juga dapat menjumpai rumah makan ini di Pasar Modern, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan. Selain itu, RM Ayam Bakar “Hj. Siti Yatmi” menawarkan waralaba, yang ternyata diminati orang-orang dari luar kota. Berikutnya, menjalin kerja sama dengan sebuah perusahaan travel, dengan menyediakan ratusan menu untuk pelanggan travel tersebut.
Pencapaian demi pencapaian pun digenggam oleh pasangan suami istri ini, meski masih jauh dari yang diharapkan. Apalagi, kalau dibandingkan pencapaian yang pernah diraih Eyangnya.
Tapi, dengan kondisi yang juga sangat berbeda yaitu memulai usaha melalui kredit bank, kemudian membangun merek dari awal lagi, serta usia pasangan ini yang masih terbilang muda sebagai pengusaha, mereka mengatakan harus banyak bersyukur kepada Allah. Karena, sudah dibukakan jalan.
Apalagi, baik tiwuk maupun Huda sudah bertekad untuk menjadikan RM Ayam Bakar “Hj. Siti Yatmi” sebagai dedikasi bagi sang Eyang sekaligus Ibu, yang telah merintis usaha berjualan makanan sejak tahun 1982. Kegigihan mendiang Hj. Siti Yatmi menjadi inspirasi bagi mereka. Selain itu, hubungan “sang Ibu” dengan karyawan yang kekeluargaan juga dipertahankan.
Pasangan ini juga berharap—dengan tetap menyediakan menu seperti yang dulu disediakan oleh RM Ayam Bakar “Ojo Gelo” yaitu nasi putih dari Beras Raja Lele, gudeg sambel goreng, opor ayam, telur, dan tahu bacem, serta ayam bakar dan ayam goreng plus tambahan minuman (favorit) beras kencur—resto yang mampu menampung 50–75 pelanggan ini tidak sekedar bertahan, tapi berkembang lebih besar lagi. Di samping itu, dengan motto Ayam Bakar yang Ngangeni, maka siapa saja yang pernah datang mencicipi ayam bakar di RM Ayam Bakar “Hj. Siti Yatmi” akan selalu terkenang dan ingin kembali lagi.