Enable Distro
Selama ini, distro (distribution store) hanya menyediakan pakaian dan aksesorinya untuk anak-anak muda, khususnya pria. Masih sangat jarang yang membuat kaos futsal. Celah ini, ditangkap dengan manis oleh Enable yang selain distro, juga clothing. Sementara sistem pemesanannya secara grosir, harga yang dibanderol secara ritel. Imbasnya, Enable bisa meraup keuntungan mencapai 60%−70%
[su_pullquote]Harga kaos futsal buatan Enable memang terbilang lebih tinggi daripada harga kaos futsal di pasaran. Mengingat, pada umumnya, produk buatan distro mempunyai kualitas bahan yang bagus, jahitan yang rapi, dan tidak dapat ditemui di pasaran[/su_pullquote]
e-preneur.co. Nongkrong bersama teman-teman seringkali dipandang negatif. Dianggap hanya sebuah kegiatan yang tidak menghasilkan apa pun. Padahal, adakalanya juga menghasilkan sesuatu yang positif. Seperti, terbentuknya sebuah bisnis.
Dan, hal ini terjadi pada Fero Arie Purnama dan teman-teman kongko-kongkonya. Mereka berpatungan hingga terkumpul Rp7 juta, lalu membangun usaha distro yang diberi nama Enable Distro (baca: Enable, red.), pada tahun 2002.
Sayang, kongsi ini pecah. Selanjutnya, masing-masing membangun usaha sendiri. Fero kemudian berhasil mengembangkan Enable hingga memiliki enam outlet. Tapi, dalam perkembangannya tinggal dua outlet. Salah satunya, terletak di Jalan Pramuka Raya, Rawalumbu, Bekasi.
Enable menyediakan produk buatan sendiri (clothing), seperti kaos, tas, sweater, kemeja, topi, dan jaket yang lebih banyak ditujukan bagi anak-anak muda (pria). Produk-produk tersebut dibanderol dengan harga Rp100 ribu sampai Rp300 ribu.
Selain itu, clothing Enable juga berproduksi untuk Why Not, distro milik adiknya. “Karena itu, produk ber-brand Why Not juga dapat ditemui di Enable. Demikian sebaliknya,” jelas Fero. Produk-produk ber-brand Enable ini juga dapat ditemui di toko-toko pakaian yang bertebaran di Bekasi.
Dalam perjalanannya, alumnus Akademi Teknik Lingkungan, Jakarta, ini melihat kalau masih sangat jarang distro yang membuat kaos futsal (jersey). Akhirnya, sekitar tahun 2011, ia membangun konveksi yang membuat kaos futsal dengan brand Enable, dengan mengusung konsep pemesanan melalui website (www. kaosfutsal.com).
“Awalnya, di samping melihat peluang, pembuatan kaos futsal ini cuma sebuah keisengan. Tapi, karena perkembangannya bagus, maka saya menjadikannya serius,” katanya.
Perkembangan yang bagus itu, ia menambahkan, terlihat dari jumlah pemain futsal yang sebenarnya hanya enam orang, namun kaos futsal yang dipesan bisa sampai ratusan. Bukan cuma itu, kadangkala pemesan akan memesan lagi setiap kali akan bermain futsal. “Ini kan ‘enak’ di marketing-nya,” lanjutnya.
Untuk kaos futsal ini, Fero menetapkan minimum order 12 kaos. Uniknya, meski sistem pemesanannya grosir, tapi ia memberlakukan harga ritel. Untuk itu, kelahiran Jakarta, 28 Juli itu bisa meraup keuntungan mencapai 60%−70% dari modal. Padahal, untuk usaha ini, ia tidak menggunakan modal. Sebab, menggunakan sistem uang muka.
“Perkembangannya cepat sekali. Dalam sebulan, rata-rata menerima pesanan sampai 2.000 kaos dengan harga satuan Rp140 ribu−Rp170 ribu, tergantung permintaan,” ujarnya.
Harga yang ia banderol memang terbilang lebih tinggi daripada harga kaos futsal di pasaran. Mengingat, pada umumnya produk buatan distro mempunyai kualitas bahan yang bagus, jahitan yang rapi, dan tidak dapat ditemui di pasaran.
Namun, karena fokus pada kaos futsal, maka ia sempat “menelantarkan” distronya. Imbasnya, pemasukan di distro menurun.
Untuk mengatasi hal itu, ia menyerahkan penanganan kaos futsal ke anak buahnya dan ia kembali fokus ke distro. “Sama dengan UKM lainnya, segala sesuatunya masih harus owner yang menangani,” tambah pria, yang mempunyai 12 karyawan ini.
Dari sini, ia mengambil pelajaran bahwa dari kumpul-kumpul kita bisa memperoleh manfaat lain. Apalagi, bila teman-teman kumpul-kumpulnya merupakan para anggota Komunitas Tangan Di Atas (TDA).
“Dalam berbisnis, jaringan itu penting dan perlu. Di TDA, saya mempunyai teman-teman untuk bertanya jika membutuhkan sesuatu. Misalnya, saat akan membeli mesin printing. Hal ini, tentu tidak dapat saya lakukan dengan teman-teman nongkrong. Di sisi lain, saya menjadi lebih terarah dan terpacu,” ungkapnya.
Sementara berbicara tentang prospek bisnis distro, meski Bandung pusat distro, tapi untuk Bekasi juga lumayan prospeknya. “Karena, kebutuhan akan baju itu tidak ada matinya. Tapi, tetap harus rajin membaca pasar. Misalnya, lihat saja baju yang dipakai para pemain sinetron, lantas ditiru, pasti langsung laku di pasaran,” pungkas Fero, yang ke depannya ingin membangun usaha sekelas Nike atau Adidas dan mewujudkan secepatnya.