Kopi Besta
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar dan terbanyak di dunia. Imbasnya, prospek bisnis kopi sangat menjanjikan. Sekali pun, untuk kopi yang belum begitu dikenal. Seperti Kopi Besta, yang dibudidayakan oleh Sunar
[su_pullquote]Harga biji Kopi Besta dalam kondisi kering sekitar Rp15 ribu–Rp20 ribu per kilogram[/su_pullquote]
e-preneur.co. Menyeruput kopi panas dengan perlahan itu nikmatnya tiada tara. Aromanya yang harum dan rasanya yang pahit menimbulkan sensasi tersendiri.
Kopi juga dapat dijadikan bisnis dengan prospek yang menggairahkan. Ya, kopi merupakan komoditas yang penting dalam perdagangan dunia. Arus ekspor kopi pada tahun-tahun terakhir perlahan tapi pasti terus meningkat.
Karena permintaan pasar yang tidak pernah surut itulah, Sunar yang pernah membudidayakan cengkeh memutuskan beralih menekuni budidaya kopi dengan serius. “Karena, dalam budidaya kopi, kita tidak perlu intensif merawat pohonnya,” kilah Sunar, yang sudah menjadi petani kopi berpuluh-puluh tahun lalu.
Sunar memilih untuk membudidayakan Kopi Besta. Mengingat, kopi jenis arabika ini kuat terhadap gempuran hama dan penyakit. Selain itu, mudah dibudidayakan dan cocok ditanam di wilayah-wilayah yang berada Pegunungan Lawu. Seperti di Kecamatan Parang, Magetan, Jawa Timur.
“Meski bentuk biji Kopi Besta lebih kecil ketimbang biji-biji kopi lain yang ditanam di Parang, tapi aromanya lebih kuat dan rasanya lebih nikmat,” ungkapnya.
Kopi Besta juga memberi hasil panen yang lumayan. Bila ingin memperoleh hasil panen yang maksimal, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Seperti, pemilihan pohon bibit, jarak tanam, dan pengadaan pohon naungan.
Khusus untuk pohon naungan, keberadaannya berfungsi mengurangi efek panas sengatan matahari pada musim kemarau. Pohon naungan bisa pohon apa saja, misalnya Pohon Cengkeh, Pohon Durian, dan lain-lain. Tapi, Sunar menyarankan untuk menggunakan pohon naungan yang produktif. Dalam arti, yang bisa juga memberi hasil panen yang nantinya menghasilkan duit.
Seperti dikatakan Sunar di atas bahwa perawatan pohon kopi sangatlah mudah. Sebab, tidak perlu intensif. Terutama, untuk pohon kopi yang mulai rutin dipanen.
Untuk itu, cukup dengan memangkas secara rutin cabang-cabang pohon yang sudah tua dan tidak produktif. Tujuannya, untuk membentuk bunga baru dan memperbaiki pohon yang rusak. “Tapi, jangan terlalu sering dipangkas. Cukup dilakukan pada awal musim hujan atau setelah musim hujan berakhir,” ujarnya.
Berikutnya, pemupukan. Untuk pemupukan, Sunar menggunakan kompos dari daun-daun kopi yang rontok. Kompos ini ditimbun di sekitar pohon.
Selanjutnya, dari pohon bibit setinggi 1 meter, dibutuhkan tempo sekitar tiga tahun untuk bisa dipanen untuk pertama kalinya. Setelah itu, pohon kopi dapat dipanen setahun sekali.
“Biasanya, panen terjadi antara bulan keenam hingga bulan kedelapan. Tentang berapa hasil panen yang diperoleh, selain tergantung pada pohonnya, juga pada musimnya. Jika musim hujan berkepanjangan, hasil panen tidak maksimal,” pungkasnya.
Dari sisi pemasarannya, menurut Sunar, juga mudah. Sebab, begitu panen raya tiba, banyak yang datang untuk membeli biji kopi kering. Saat itu, petani mematoknya dengan harga Rp15 ribu−Rp20 ribu per kilogram.