Samsudin Dakman
(MICKOT House of Jacket)
Setiap pengusaha akan mengalami pasang surut dalam usahanya. Saat sedang surut, semua berpulang kepada si pengusaha itu sendiri apakah akan bangkit atau justru membiarkannya semakin terpuruk. Dan, Samsudin Dakman memilih bangkit dengan menghadirkan MICKOT
[su_pullquote]Dalam berbisnis, jangan sekadar menangkap peluang, tapi ketahui juga “ilmu” untuk menjalankannya[/su_pullquote]
e-preneur.co. Berkali-kali dikatakan bahwa agar bisnisnya mencapai sukses, maka si pebisnis harus jeli dalam menangkap peluang. Tapi, ternyata, tidak semua peluang dapat ditangkap atau lebih tepatnya diolah menjadi sebuah bisnis yang mendatangkan kesuksesan.
Sebaliknya, justru kegagalan yang diperoleh. Dan, hal itulah yang dialami Samsudin Dakman, saat menjalankan bisnis busana muslim khusus untuk pria.
Bisnis itu, sekitar tahun 2010−2011, mengalami masalah yang diistilahkan Samsudin karena ia tidak memiliki “ilmu” di bidang itu. Masalah yang ada semakin menjadi-jadi, ketika badai krisis global menghantam bisnisnya.
Samsudin pun berusaha mengatasinya. Tapi, sebelum masalah itu tuntas terselesaikan, ia beralih ke bisnis lain. Imbasnya, peluang baru itu justru membuatnya semakin terpuruk, modal pun amblas.
Namun, Samsudin tidak patah arang. Ia mencari terobosan baru dengan sisa modal dari bisnisnya yang terdahulu. Akhirnya, ia memperoleh ide untuk membuat jaket batik yang dihadirkan ke masyarakat pada 11 Mei 2011.
Usaha pembuatan jaket yang diberi nama MICKOT House of Jacket ini, terinspirasi saat ia berumrah pada tahun 2010. “Miqot merupakan waktu atau tempat bagi seseorang untuk mulai mengganti bajunya dengan baju ihram. Dan, saat itulah, saya merasakan adanya sebuah peluang yang bagus,” tutur kelahiran Cirebon, 11 Maret 1970 ini.
MICKOT, setelah menjadi brand, ternyata mempunyai arti sendiri-sendiri yaitu Modern, International, Charming, Knowledgeable, Original, dan Trendy. Samsudin membangunnya, kala ia sudah mengetahui “ilmunya”. Tepatnya, sejak ia bergabung dengan Dinar Coach International.
“Pada dasarnya, setiap pengusaha harus memiliki pelatih bisnis agar tidak keluar dari jalur. Sebab, bisa jadi pengusaha itu pintar, tapi ia belum mengetahui bagaimana caranya ‘bermain’. Dengan adanya pelatih bisnis, kita juga mempunyai semacam tempat curhat. Sehingga, selalu berada di posisi yang tepat dan lebih waspada dalam melangkah,” ujar Samsudin, yang juga didukung penuh oleh sang istri.
Dinar Coach International, ia memaparkan, membagikan dua ilmu. Salah satunya yaitu Ilmu Langit di mana di sini ada delapan hal yang harus dilakukan bila seseorang ingin terjun ke dunia bisnis yaitu (1) sedekah, (2) shalat tahajud, (3) shalat dhuha, (4) menyelaraskan doa dengan Ibunda/istri, (5) berprasangka baik, (6) dzikir dan istighfar (7) silaturahmi, (8) menikah.
Ilmu Langit itu, digabungkannya dengan lima strategi bisnisnya sendiri yaitu (1) bisnis itu harus diketahui masyarakat, (2) setelah diketahui, tentu masyarakat akan bertanya, (3) setelah bertanya, tentu masyarakat akan membeli, (4) setelah dibeli, maka harus membukukan margin/keuntungan, (5) memberikan pelayanan yang bagus. “Kami juga mencari tim yang bagus, yang sesuai dengan visi dan misi kami. Dengan cara-cara ini, meski dulu kami sangat terpuruk dan kini sudah beralih produk, klien-klien lama kami dapat kembali lagi,” katanya.
Sementara tentang jaket batiknya, ia melanjutkan, pada dasarnya bangsa kita mempunyai warisan budaya yang luar biasa yaitu batik. Tapi, selama ini, batik hanya dibentuk menjadi kemeja, gaun, daster, dan sebagainya.
Dari situlah, Samsudin terinspirasi membuat jaket batik. Ia yakin, produk ini akan menjadi salah satu sumber energi di dunia fesyen.
Naluri bisnisnya benar. Hal itu, terlihat dari banyaknya perusahaan asing yang meminati jaket batiknya, dengan menjadikannya sebagai cinderamata atau memakainya dalam event-event internasional.
Di samping jaket batik, MICKOT juga menyediakan jaket jas, jaket semi jas, dan jaket. Setiap bulan, dengan dibantu para penjahitnya, ia berproduksi sesuai pesanan. “Kami menjalankan konsep made by order guna meminimalkan risiko,” ungkapnya.
Sedangkan untuk memasarkan produknya, Samsudin menggunakan tiga cara yang terbilang konvensional tapi efeknya luar biasa yaitu (1) secara langsung datang ke berbagai perusahaan, (2) melalui berbagai pameran, (3) promosi dari teman ke teman. “Sebenarnya, coach kami mengajarkan 300 cara. Tapi, cara-cara inilah yang kami jalankan dan kami anggap paling tepat,” ucapnya.
Dan, sekali lagi, naluri bisnisnya benar. Terbukti, produknya telah merambah Singapura, Malaysia, Surabaya, Samarinda dan kota-kota lain di Kalimantan, Padang, serta Jakarta.
Ke depannya, untuk antisipasi keadaan yang tidak diinginkan, Samsudin membuka support system atau marketing di daerah yang sebelum diterjunkan ke lapangan harus mengikuti Network Connecting MICKOT, untuk men-support dan melatih para agen agar sesuai dengan visi dan misi perusahaan. “Kehadiran mereka sangat membantu kami meraih omset yang kami harapkan. Suatu perusahaan tanpa support system, tidak akan mampu berdiri dengan kokoh,” tegas Samsudin, yang juga berencana membangun pabrik konveksi di Tangerang dan memperkuat brand dengan membuka counter di Plaza Indonesia.
Dari sini, Samsudin menyadari telah memperoleh pengalaman dan nilai-nilai kehidupan yaitu menjadikan halangan sebagai tantangan untuk bangkit dan melangkah maju. Ia juga memberi saran kepada para pebisnis agar berhati-hati dalam menangkap peluang dan jangan tergiur dengan peluang-peluang baru, sebelum masalah yang menimpa peluang lama dituntaskan.
“Jangan pula salah dalam memilih mitra. Sebab, terkadang, mitra justru menjerumuskan kita ke dalam bisnis yang tidak kita kuasai. Kita hanya diberi iming-iming, lalu kita pun menanamkan modal, akhirnya semuanya tidak berjalan seperti harapan kita,” pungkasnya.