Kopi Kebumen
(Bagian 2)
International Coffee Day 2017, menjadi semacam pembuktian betapa banyaknya permintaan akan Kopi Kebumen. Dari sini, Komunitas Kebumen Mengopi meyakini bahwa Kopi Kebumen akan segera menjadi raja. Setidaknya, menjadi raja di Kebumen
[su_pullquote]Uniknya,tanaman kopi ini dapat ditanam dalam skala rumahan. Misalnya, di dalam pot. Tanpa terganggu pertumbuhannya, bahkan pemanenan bisa lebih cepat[/su_pullquote]
e-preneur.co. Seperti telah dikatakan di bagian pertama artikel ini bahwa selain melakukan penanaman pohon kopi baru, Kebumen Mengopi juga melakukan pemeliharaan ulang pada pohon-pohon kopi yang telah ditanam para petani bertahun-tahun sebelumnya dan lalu ditelantarkan. Sebagian dari pohon-pohon tersebut sudah ada yang dapat dipanen, meski sangat minim jumlahnya.
Dengan menggunakan biji kopi dari pohon-pohon kopi lama yang dipetik dari Desa Somagede (Kecamatan Gombong) dan Kecamatan Puring tersebut, serta jumlah yang tidak seberapa, komunitas yang memiliki 30−40 anggota (20 di antaranya anggota aktif, red.) ini berani mengikuti International Coffee Day 2017 di alun-alun Kebumen yang berlangsung 1 Februari 2017. Mereka membagikan 2.000 cups kopi gratis. Imbasnya, Kopi Kebumen naik daun.
Dari sini, Kebumen Mengopi menjadi melek dan mulai berhitung berapa banyak sebenarnya yang dibutuhkan pasar. Ternyata, kebutuhan itu sebanyak 2,5−3 ton di mana 1,5 ton di antaranya sudah diserap kedai-kedai kopi di Gombong dan Kebumen. Sementara, persediaannya hanya 10 kg.
Karena itu, komunitas yang memiliki slogan “Ngopeni Kopi Kebumen (= ayo minum Kopi Kebumen)” ini berharap pohon-pohon kopi yang lain yang telah dipelihara ulang pada tahun 2017 dan akan dipanen pada Maret atau April 2018, jumlah produksinya meningkat dan dengan kualitas jauh lebih baik daripada yang kemarin. “Target awal Kebumen Mengopi yaitu Kopi Kebumen merajai Kebumen. Sehingga, pengunjung yang datang ke Gombong, khususnya, akan minum Kopi Kebumen. Bukan Kopi Gayo, misalnya,” kata Tetuko.
Uniknya,tanaman kopi ini dapat ditanam dalam skala rumahan. Bahkan, Febri menanamnya dalam pot sebanyak 300 pot. Meski, untuk itu dibutuhkan sedikit perawatan ekstra berupa mengganti media tanamnya setahun sekali, rajin memangkas daun, cabang, atau rantingnya, dan sebagainya.
Dari sisi pertumbuhannya pun tidak terganggu dan pemanenan bisa lebih cepat. Karena, pada dasarnya, kopi yang dirawat dengan baik dan benar bisa dua kali panen. Selain itu, justru lantaran menggunakan pot, maka pengawasannya menjadi lebih mudah.
“Awalnya, saya memiliki kedai kopi dan sekadar ingin belajar bagaimana menanam pohon kopi mulai dari bibit. Lalu, saya bertemu dengan Kebumen Mengopi. Sehingga, saya bisa mendapatkan bibitnya dengan gratis dan pupuk kandang dengan mudah. Jadi, saya belum berpikir ke arah bisnis. Meski, kopi baik dalam bentuk roast bean, green bean, maupun bibit dapat dibisniskan. Demikian pula dengan daun kopi yang dapat diolah menjadi minuman, putik bunganya, batangnya, kulit buahnya, dan sebagainya,” ungkap Febri.
Dan, bila Anda berminat menjadikannya bisnis, Tetuko menyarankan agar memiliki lahan minimal 1 ha dan tentu harus berada di Kabupaten Kebumen. Mengingat, di mana pohon kopi itu ditanam, di situlah ia diberi nama.
Sementara bibit yang dibutuhkan, terbagi menjadi dua yaitu pertama, bila sudah ada pohon tegakannya, maka dibutuhkan 500 batang pohon. Kedua, bila berada di lahan kosong, maka dibutuhkan 1.600 batang pohon. Tapi, di sini Anda harus menanam dua pohon sekaligus yakni pohon kopi dan pohon tegakan.
Harga bibit Rp5.000/batang dapat dibeli di Magelang, Purworejo, dan sebagainya. Selanjutnya, ia akan menjadi pohon yang akan bertahan hingga kurang lebih 15 tahun. Dari pohon ini pula, nantinya Anda bisa mendapatkan bibit pohon baru.
Mengingat luasnya lahan, maka dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 2−3 orang dengan tugas melakukan penanaman awal, pemupukan (setahun dua kali), penyiraman (tidak setiap hari), cutting, dan pemanenan. “Kami mengkaryakan para petani setempat, yang selama ini hanya sebagai penyadap getah pinus. Mereka dibayar dengan sistem borongan, karena tidak harus bekerja setiap hari,’ jelas Tetuko.
Panen pertama pada usia pohon dua tahun hanya akan sebanyak 4 kg/pohon dalam kondisi basah. Pada pemanenan ketiga atau usia pohon lima tahun akan terjadi kenaikan produksi sekitar 20%.
Sementara harga jual per kilogram basah Rp2 ribu−Rp4 ribu. Sebab, ada penyusutan yang sangat besar pada liberika, khususnya. “Karena itu, Kebumen Mengopi mencoba mengatasinya dengan memanfaatkan kulit buah kopi (ceri kopi) sebagai cascara (minuman semacam teh, red.). Mengingat, kulitnya sangat tebal dan mengandung gula,” Rocky, menambahkan.
Berbicara tentang prospek, tentu saja sangat bagus. Hal itu, bisa dilihat dari banyaknya permintaan saat Kebumen Mengopi mengikuti International Coffee Day 2017.
Di sisi lain, kondisi itu memberi harapan pada para petani kopi yang selama ini hanya memperoleh pemasukan dari menyadap getah pinus. Dengan keberadaan tanaman sela ini, pundi-pundi keuangan mereka bertambah.
Di samping itu, lahan yang disediakan Perhutani seluas 4.000 ha. “Seandainya, lahan seluas itu ditanami kopi, kami yakin Kopi Kebumen akan menjadi primadona,” pungkas Rocky.