Roemah Kopi
Apa pun namanya, kedai kopi tetap hanya menjual (minuman) kopi dengan rasa yang mirip satu sama lain. Tapi, menjadi berbeda ketika kedai kopi itu ada di Gombong dan berlokasi di Roemah Martha Tilaar, serta menyajikan Kopi Kebumen. Tidak percaya? Berkunjunglah ke Roemah Kopi
[su_pullquote]Roemah Kopi menyajikan single origin (Kopi Kebumen) dengan manual classic brewing[/su_pullquote]e-preneur.co. Kedai kopi, apa pun nama dan lokasinya, hanyalah kedai kopi alias tempat yang menyajikan (minuman) kopi dengan rasa beda-beda tipis satu dengan yang lain. Demikian pula, dengan Roemah Kopi (RK) yang berlokasi di Roemah Martha Tilaar (RMT). Tepatnya, di Jalan Sempor Lama, Gombong, Jawa Tengah.
Bila ada yang membedakan RK dengan kedai-kedai kopi yang lain, menurut Febri Diansyah Chaniago, sang barista, di sini menyediakan single origin coffee. Dalam arti, kopinya berasal dari biji kopi yang diambil dari satu daerah yaitu Kebumen. Selain itu, manual classic brewing.
“Pada tahun 2010, saya dan seorang kawan, Tetuko Wahyu Sayekti, bekerja sebagai bartender di sebuah klab di Bali yang tentu saja banyak berkutat dengan minuman-minuman beralkohol. Saat itu, kami yang kebetulan suka mengopi dan tertarik dengan segala hal yang berkaitan dengan kopi, bertetangga dengan seorang Human Resources Manager Black Canyon Coffee. Lalu, kami mengajukan diri untuk mengikuti training-nya dan bekerja di tempat itu sekitar setahun. Pada sisi lain, kemudian kopi mengalami booming. Jadi, apa salahnya jika kami juga menekuni dunia kopi?” kisah Febri.
Tahun 2015, mereka pulang kampung dan bertemu dengan teman-teman lama. “Dari sini. kami mengetahui jika Martha Tilaar berasal dari Gombong. Pada tahun 2014, beliau membuka kembali rumah tinggal keluarganya yang telah dibiarkan tidak berpenghuni, selama berpuluh-puluh tahun. Iseng-iseng, kami mendatangi RMT dan bertemu dengan Pak Sigit (Sigit Asmodiwongso, pengelola RMT, red.),” lanjutnya.
Obrolan tentang kemungkinan membuat kedai kopi mendapat sambutan yang baik dari RMT. Mengingat, RMT ingin rumah ini terus “hidup” hingga malam hari. Bahkan, dini hari. Dan, pada Juli 2016, RK pun hadir dengan menempati bangunan tambahan yang berada di sayap kanan bangunan lama (asli), yang semula digunakan untuk menjual suvenir dan oleh-oleh khas Gombong.
Jadi, dari sisi interior maupun eksterior, RK hanya tinggal mengikuti konsep yang sudah ada dan melengkapinya dengan mini bar. Dan, berkaitan dengan bangunan yang ditempati yang notabene telah menjadi cagar budaya itu, RK pun mengusung pelayanan tingkat tinggi (setara dengan hotel bintang lima), staf dengan penampilan rapi, dan menyasar masyarakat menengah ke atas usia dewasa.
“Dari sisi harga, RK sangat murah dibandingkan kedai-kedai kopi di kota-kota besar tapi agak mahal untuk sebuah kota kecil yakni Rp15 ribu−Rp25 ribu untuk secangkir kopi. Sedangkan untuk makanan ringannya (di sini tidak tersedia main course, red.), mulai dari harga Rp10 ribu,” kata kelahiran Kebumen, 2 Februari 1988 ini.
Sementara menu yang direkomendasikan yaitu Dark Knight (perpaduan kopi dan cokelat) dan Yeunyeung (kopi khas Mandarin yang merupakan perpaduan antara kopi, teh hitam, dan susu). Bagi yang tidak menyukai kopi, RK menyediakan minuman cokelat yang juga best seller, green tea, dan juice. Untuk snack, yang menjadi andalan yakni Burger Tempe.
RK yang dibuka pada Selasa hingga Minggu pada jam 16.00−24.00, tapi kadang baru bisa tutup pada jam 01.00 atau 02.00 dini hari ini, pada weekends atau long weekends biasanya akan dipenuhi pengunjung. “Kapasitasnya 200 kursi, tapi agar pengunjung bisa nongkrong dengan nyaman sambil menyeruput kopi mereka, RK membatasi hingga 100 kursi saja. Dengan sasaran pengunjung orang-orang dewasa, RK ingin mereka bisa mengobrol dengan santai, tanpa handphone, dalam suasana tahun 1920an, dan diiringi musik tempo doeloe,” ungkapnya.
Tidak mengherankan, bila masyarakat menyambutnya dengan baik. Hingga, menjulukinya Starbucks nya Gombong. Imbasnya, kedai kopi yang hanya ingin menjual kopi dan atmosfer yang tidak dapat ditemui di mana pun ini, setiap bulannya membukukan omset rata-rata Rp30 juta.
Ke depannya? “Menguri-uri (Jawa: melestarikan, red.) Kopi Kebumen, membesarkan bar, dan mengomplitkan peralatan,” pungkas pria berdarah Minang ini.