Kompor Jelantah
Indonesia kaya akan sumber bahan bakar alternatif. Sayang, baru segelintir orang yang memanfaatkannya secara optimal. Di antaranya, Iqbal dan kawan-kawannya yang memanfaatkan minyak goreng, lebih tepatnya jelantah, sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Untuk itu, mereka juga memproduksi kompor guna memanfaatkan bahan bakar tersebut yang notabene jauh lebih hemat dan aman pemakaiannya daripada kompor minyak tanah dan kompor gas
[su_pullquote]Kompor nabati lebih aman, hemat, dan mudah pemakaiannya sekaligus mencegah penyalahgunaan jelantah[/su_pullquote]
e-preneur.co. Harga bahan bakar minyak dari waktu ke waktu selalu naik. Imbasnya, kehidupan masyarakat di level ekonomi paling bawah semakin “tercekik”.
Untungnya, kalau boleh dibilang begitu, Indonesia kaya dengan sumber bahan bakar alternatif yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya, minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kita mengenalnya sebagai minyak goreng dari Kelapa Sawit.
Minyak goreng dipakai sebagai bahan bakar? Ya, di samping bersifat tidak mudah terbakar, dengan sedikit sentuhan teknologi, minyak goreng pun bisa dijadikan bahan bakar. Untuk itu, Iqbal Farabi memproduksi kompor guna memanfaatkan bahan bakar nabati tersebut.
“Awalnya, bersama dua sahabat, saya melakukan eksperimen dengan mengolah bahan bakar nabati. Ternyata, hasilnya memuaskan. Dalam arti, bisa digunakan sebagai bahan bakar mobil. Sementara untuk keperluan rumah tangga, kami menciptakan kompor yang sudah biasa digunakan masyarakat,” papar Iqbal.
Kompor nabati, begitu istilahnya, yang diberi merek Kompor Jelantah dibuat semirip mungkin dengan kompor minyak tanah. Alasannya, masyarakat sudah terbiasa memakai kompor sederhana berbahan bakar minyak tanah. Sekalipun, sudah ada kompor gas.
“Program konversi gas memang cukup efektif. Tapi, kurangnya pengetahuan tentang cara memasang tabung gas berakibat munculnya ledakan. Imbasnya, banyak warga takut memakai kompor gas,” katanya.
Berbeda dengan kompor nabati, yang menurut Iqbal ditilik dari berbagai aspek lebih unggul ketimbang kompor gas dan kompor minyak tanah. Misalnya dari aspek penghematan, kompor nabati mampu menghemat pemakaian bahan bakar sampai separuhnya dari pemakaian minyak tanah. Sekalipun berbanding tipis dengan kompor gas, tetap saja kompor nabati jauh lebih aman.
“Perbandingannya dengan minyak tanah 1:2. Dengan pemakaian jumlah bahan bakar sama, misalnya satu liter, kompor minyak tanah akan bertahan selama dua jam pemakaian, sementara kompor nabati bisa sampai empat jam,” bebernya.
Dari sisi bentuk, kompor minyak tanah dan kompor gas rapat di setiap bagian, untuk mencegah kebocoran. Sedangkan kompor nabati serupa dengan kompor minyak tanah tapi mempunyai banyak ruang terbuka atau celah, untuk keluar masuk oksigen. Sehingga, dapat terbakar sempurna dan mengurangi risiko meledak karena bocor.
Begitu pun dengan cara mematikan api. Tidak perlu ditiup atau memerciki sumbu dengan air, namun cukup menurunkan sumbu dengan menekan knop hingga masuk kembali ke lubang sumbu, maka api dengan sendirinya mati.
Jika konsumen merasa sayang memakai minyak goreng baru, tidak perlu kuatir. Kompor nabati bisa tetap digunakan dengan memakai jelantah (minyak goreng bekas pakai, red.). Bahkan, menurut Iqbal, justru jelantahlah yang searusnya digunakan.
“Selain mengurangi limbah minyak goreng bekas, kehadiran kompor ini secara tidak langsung memerangi penyakit kanker akibat penyalahgunaan jelantah,” ungkapnya.
Sekadar informasi, selain jelantah, kompor ini bisa tetap berfungsi dengan minyak nabati lainnya seperti minyak nyamplung dan minyak buah bintaro. Tapi, untuk pemakaian awal harus menggunakan sedikit minyak goreng baru dan selanjutnya tinggal mengisi ulang tangki kompor yang berkapasitas dua liter ini dengan minyak jelantah.
Iqbal menyarankan, untuk tetap menjaga kondisi sumbu tetap basah dengan minyak agar memudahkan api menyala saat penggunaan. “Untuk pemakaian awal, sebaiknya sedikit dipancing dengan spirtus agar sumbu basah. Karena itu, ada bagian yang sedikit cekung di dekat lubang sumbu. Selanjutnya, ulangi pemakaian spirtus jika kompor sudah lama tidak dipakai,” katanya.
Sementara untuk perawatannya, cukup dengan menggunting ujung sumbu dan membersihkan bagian per bagian kompor yang memang mudah dibongkar pasang ini.
Dengan segala keunggulannya, tidak mengherankan jika harga jualnya sedikit lebih mahal dari kompor minyak tanah. “Harga akan turun kalau nanti jumlah produksinya sudah bisa ditingkatkan,” ujarnya. Meski begitu, baru saja diluncurkan, 10.000 kompor langsung diserap pasar.
Bila berminat, masyarakat bisa membeli kompor ini di agen-agen terdekat di kota Anda. Iqbal sudah menyebarkan agen kompor nabati hingga ke pelosok daerah di seluruh Indonesia. “Mudah-mudahan manfaat kompor ini benar-benar bisa membantu mereka yang kurang mampu. Meski, kenyataannya, banyak golongan mampu yang membeli sekadar untuk mendaur ulang jelantah di rumah mereka,” pungkasnya.