Home / Liputan Utama / Tantangannya Banyak, Tapi Lebih Dipercaya

Tantangannya Banyak, Tapi Lebih Dipercaya

Ning Harmanto

 

Menjadi pebisnis di usia yang sudah matang, tantangannya banyak. Tapi, lebih dipercaya ketimbang para pebisnis muda. Dan, itulah yang dialami Oma Ning yang terjun ke dunia bisnis pada usia 42 tahun

 

[su_pullquote]Menjadi pebisnis di usia yang sudah matang, tantangannya banyak. Tapi, lebih dipercaya oleh masyarakat[/su_pullquote]

e-preneur.co. Adakalanya, sebuah bisnis terlahir dari sebuah kebetulan. Setidaknya, inilah yang terjadi pada M. Wuryaning Setyawati.

Pada mulanya, perempuan yang lebih dikenal masyarakat luas dengan nama Ning Harmanto ini, hanya berupaya membuat obat alternatif dari rebusan (tanaman) mahkota dewa untuk sang Ibu yang sakit diabetes. Hasilnya, sang Ibu sembuh dari penyakitnya. Selanjutnya, ia melakukan hal yang sama ketika terkena tumor. Hasilnya, tumornya pun lenyap.

Dari situ, ia berpikir bahwa mahkota dewa, setidaknya, bisa membantu dalam proses pengobatan. Lalu, ia menjadikan rebusan tanaman tersebut sebagai minuman kesehatan. Lebih tepatnya, minuman instan yang manis dan enak, yang dibungkus dengan plastik. Lantas, ia sering meminta komentar teman-temannya yang telah mengonsumsi minuman instan tersebut.

“Saya mencatat setiap masukan dan informasi dari orang-orang yang pernah meminum minuman instan itu. Akhirnya, saya berpikir jika hal ini bisa dijadikan bisnis. Apalagi, suami saya menganggap apa yang saya lakukan ini menarik. Jadi, sebaiknya dikembangkan menjadi perusahaan,” kisah istri dari Harmanto Haroen ini.

Memang, ia melanjutkan, awalnya menolak. Karena, merasa tidak mampu jika nanti harus mengurusi banyak karyawan. Tapi, sang suami menguatkan dan berjanji akan membantu. “Akhirnya, saya menjadikannya perusahaan dan suami saya menepati janjinya,” tambahnya.

Ketidakyakinan kelahiran Yogyakarta, 8 Mei 1957 ini dilandasi oleh banyak faktor. Pada tahun 1999, ketika perusahaan yang diberi nama PT Mahkotadewa Indonesia ini dibangun, Ning telah berumur 42 tahun, sebuah usia yang tidak muda lagi. Selain itu, ia juga awam dengan dunia bisnis dan gaptek (gagap teknologi, red.), serta otodidak.

“Menjadi pebisnis di usia yang sudah matang, tantangannya banyak. Seperti, banyak orang yang tidak percaya, merendahkan karena saya ‘hanya’ Ibu Rumah Tangga, melecehkan kemampuan saya, dan sebagainya. Tapi, karena dari masih gadis, saya tipikal yang tidak gampang menyerah, saya tidak peduli dengan perkataan orang-orang, yang penting niat saya baik,” lanjut Presiden Direktur PT Mahkotadewa Indonesia ini.

Sebenarnya, masalah ketidakpercayaan dari masyarakat, ia menambahkan, bisa juga terjadi pada para pebisnis muda. Karena, masyarakat memandang mereka belum serius dalam berbisnis. “Tapi, berbeda dengan saya yang mulai berbisnis di usia yang sudah matang. Jika dibuat perbandingan antara yang percaya dengan yang tidak percaya, sebenarnya lebih banyak yang percaya,” katanya.

Di sisi lain, dalam berbisnis, para pebisnis muda menggunakan pola berpikir matematika di mana 2 x 2 = 4. “Sementara saya banyak mengoleksi data dan membuat penelitian, berpikirnya panjang, ada business plan. Sehingga, orang-orang menaruh kepercayaan. Di samping itu, saya juga menulis buku. Dengan demikian, pembaca bisa menerapkan apa yang saya tulis dalam buku dan mempercayainya, serta dianggap bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan,” papar perempuan, yang sudah menulis 17 buku ini.

Dari sisi mental pun, ia melanjutkan, lebih kuat. Mengingat, mereka yang berbisnis di usia muda, ketika mengalami goncangan atau masalah dalam bisnis mereka, lebih suka mematikan bisnis, lalu beralih ke bisnis baru. “Lain dengan yang berbisnis di usia matang di mana justru akan belajar atau mempelajari hal-hal yang terjadi pada bisnis mereka,” ujarnya.

Namun, tidak berarti tidak ada yang disesali oleh herbalis ini. “Ketika menyadari bahwa masih banyak hal yang harus diselesaikan, saya agak menyesal mengapa tidak dari dulu saya terjun ke dunia bisnis?” kata Ibu dari tiga putra-putri dan Oma beberapa cucu ini.

Untuk mengatasi penyesalan itu, Ning kuliah lagi di STAB Nalanda jurusan Dhasma Usada dan telah diwisuda beberapa waktu lalu. “Karena, saya ingin bisa terus mengembangkan bisnis saya untuk anak cucu saya. Saya merasa terlambat dalam memulai bisnis ini. Jadi, saya ingin anak cucu saya yang umurnya masih muda itu, mempunyai bekal yang kuat dalam berbisnis,” lanjut perempuan, yang disapa Oma Ning oleh orang-orang dekatnya ini.

Ya. Dalam perkembangannya, alumnus Akademi Bahasa Asing, Yogyakarta, ini didukung oleh ketiga anaknya yang semuanya sarjana, dengan ikut bekerja di perusahaan yang berkantor di kawasan Rawabadak, Jakarta Utara, ini. Sehingga, jadilah PT Mahkotadewa Indonesia sebagai perusahan keluarga di mana orang-orang di dalamnya saling melengkapi.

“Misalnya, saya mempunyai kelemahan dalam berbahasa Inggris. Nah, anak saya yang mengurusi itu, ketika saya harus berhadapan dengan orang-orang asing,” tuturnya.

Sementara, berkaitan dengan otodidak, ia mengatasinya dengan kursus herbal di Karyasari, sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Pengobatan Herbal Indonesia. “Dari situ, pikiran saya semakin terbuka jika Indonesia mempunyai macam-macam herbal. Imbasnya, kalau semula hanya satu produk, sekarang sudah berkembang menjadi 80-an produk dengan bahan baku utama tetap mahkota dewa,” ucapnya.

Dalam pemasarannya, PT Mahkotadewa Indonesia menggunakan konsep bisnis makloon di mana perusahaan yang mempekerjakan 60 karyawan ini yang membuat produknya, sementara yang memberi merek dan yang memasarkannya pihak-pihak lain.

Di samping itu, perusahaan yang saat ini menjalin kerja sama dengan tujuh pihak juga membuka outlet di Jabodetabek, Yogyakarta, Malang, Medan, dan daerah-daerah lainnya, serta menggunakan marketing online, agen, dan reseller. Singkat kata, semua lini dalam marketing digunakan.

Imbasnya, pemasarannya sudah menjangkau seluruh Indonesia. Bahkan mancanegara, seperti Australia, Malaysia, Ukraina, dan sebagainya. Nah, terbukti ‘kan usia tidak menghalangi seseorang untuk membangun bisnis yang prospektif?

 

Catatan Ning Harmanto
  1. Jangan terburu-buru ingin kaya, ingin cepat jadi bisnisnya. Karena, jika sudah seperti itu, justru akan gampang ngedrop. Saya memulai bisnis ini secara perlahan dan sedikit, serta modal awal cuma Rp500 ribu yang digabung dengan modal teman-teman.
  2. Bertahap dulu, jangan nekad. Jika kita mempunyai uang Rp50 juta, Rp10 juta saja yang dijadikan modal. Jika pasarnya sudah bagus, baru menambah modal sedikit demi sedikit.
  3. Untuk amannya, lakukan bisnis melalui internet/online. Karena, biasanya orang yang akan membeli, diminta untuk membayar dulu. Sehingga, kita mempunyai modal untuk membuat atau membeli produk. Berbeda dengan konsinyasi di mana orang mengambil barangnya dulu dan itu berat.
  4. Bersyukur, karena yang terjadi pada kita tidak selalu positif. Saya pun pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan hingga tidak tahan dan ingin berhenti. Contoh, karena teman, maka saya membiarkan yang bersangkutan untuk mengambil barang dulu dan bayar belakangan. Tapi, yang terjadi, tidak pernah ada pembayaran. Pengalaman yang terjadi berulang-ulang ini, kalau dikumpul-kumpulkan senilai Rp300-an juta. Itu terjadi, lantaran saya terlalu percaya. Namun, mengapa kemudian saya bertahan? Sebab, semuanya saya kembalikan kepada Tuhan.

Check Also

Sukses Membangun Kerajaan Bisnis dengan Telaten Merangkai Jaringan

Onny Hendro Adhiaksono (PT Trimatra Group) Dalam bisnis, selain modal, jaringan dan skill mempunyai peran …